REALITAS ORGANDA

Oleh : Ilmidin


Seperti yang telah di ketahui sebelumnya, bahwa organda memiliki cabang2 nya sendiri, seperti halnya di setiap daerah tertentu memiliki banyak organda2 yang begitu banyak di setiap pelosok2 kota bahkan di setiap kampus2 pastinya memiliki organdanya masing2.Teman2 pastinya tahu bahwa Organda berfungsi sebagai jembatan yang membawa masyarakatnya dan memberi tumpangan kepada masyarakat,,

Dalam hal ini kita memiliki masing2 organda di setiap kota yang teman2 tempati khususnya bagi mahasiswa, organda pastinya memiliki program kerja untuk menunjang berdirinya kader2 dan untuk menciptakan masyarakat yang berkompeten dan berwawasan luas khususnya di daerah tiap2 organda tersebut.

Realitas yang terjadi banyak dari tiap2 organda memanfaatkan kegiatanya untuk bersaing dan untuk berkompetisi dalam rana menunjang nama baik organda di setiap daerah supaya nama baik organda mereka di pertahankan dan di tinggikan, padahal yang seharusnya adalh organda bukan mencari nama belaka, tetapi untuk membawa masyarakatnya makmur dan sentosa.saya sepakat ketika memang mereka memberikan wawasan kepada masyarakatnya, tapi jangan jadikan ini sebagai ajang untuk berkompetisi dan bersaing untuk kepentingan organda.Jangan hanya mementingkan organdamu tapi pentingkan masyarakatmu.jangan hanya memberikan wawasan tapi berikan tindakan rill untuk daerahmu.

Program kerja dalm rapat kerja setiap organda kebanyakan hanya mementingkan sosial budaya masyarakatnya saja tidak pernah memandang di sesosial ekonominya, saya tidak memunafikkan organda,tetapi kita harus lihat apa yang sebenar nya terjadi, realitas yang ada di setiap pelosok2 daerah, banyak sekali kaum2 yang tertindas ekonominya di sana, padahal mahasiswa2 di daerah tersebut memiliki wa2san luas dan mampu untuk mengubah ekonomi yang ada di masyarakatnya, toh kenapa mereka hanya diam dan melihat begitu saja apa yang tellah di lakukan oleh orang2 yang tidak bertanggung jawab kepada masyaraktnya,
jangan2 dalam tanda kutip mahasiswa pun terlibat dalam situasi yang tidak di inginkan ini(bunglon).
kebanyakan Organda hanya mementingkan sosial budayanya saja, mereka yang menjalankan organda (mahasiswa) tidak pernah sadar akan fungsinya,,
katanya:
-agen of change (sosial of change)
-sosial of controling
-moral of forch
toh tidak pernah terealisasi, fungsinya saja dan tidak pernah menjalankan apa yang telah di fungsikan. kebanyakan dari kawan2 mahasiswa melakukan demonstrasi2 di jalanan tolak Kapitalisme dunia.toh mereka tidak pernah menolak adanya penumpukan2 pupuk untuk petani di daeraghnya masing2,dan masih banyak masalah2 yang ada di daerahnya yang belum tuntas.
Pesan terakhir, jangan marah dengan kritikan, tapi marahlah pada apa yang di kritiki untuk mengubah dirimu nantinya supaya lebih baik lagi,dan 1 hala lagi, jangan hanya membahas tentang kemajuan dan kemandetan organdamu,karna tidak akan mengubah apapun pada organdamu,bertindak lebih baik....

SALAM REFOLUSIONER..

KEKUATAN KOMUNISME



Menurut Wikipedia.org  Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar komunisme dunia. Kelahiran PKI pada tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal dominasi komunisme di negara tersebut, bahkan di Asia. Meskipun DN Aidit seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit mengikuti paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer.


1. Semaoen
Sejak usia 15, ia sudah bergabung dengan ISDV. Ia berguru langsung kepada Heenk Sneevliet dalam mempelajari ilmu sosisalis komunis. Semaoen adalah ketua pertama PKI. Saat diangkat menjadi pemimpin, usianya masih relatif muda, yaitu 20. Dalam pemikirannya, Semaoen banyak menggabungkan antara pemikiran Islam dan Komunis.
Hal itu terjadi karena pada masa kecilnya, Semaoen adalah anggota Serikat Islam. Bahkan, ia adalah salah satu orang yang membangun hubungan baik antara Serikat Islam dan Partai Komunis pada awal 1920-an.

2. Tan Malaka
Tan Malaka adalah orang yang dikagumi karena kecerdasannya. Ia menggagas pemikiran Madilog (Matrealisme Dialektika dan Logika). Selain Madilog, ia menulis beberapa buku, seperti Dari Pendjara ke Pendjara dan Gerpolek. Bahkan, ia adalah orang pertama yang mendeklarasikan Partai Republik Indoneisa di Bangkok. Selama masa hidupnya, Tan Malaka banyak sekali diasingkan dari negeri Idonesia.
Saat pengasingan, Tan Malaka hijrah ke Moskow, Berlin, dan Belanda. Meskipun berada di luar Indonesia, Tan Malaka tidak penah berhenti mempejuangkan kemerdekaan. Ia menulis banyak artikel dan melakukan berbagai propaganda politik melalui media luar negeri. Tan Malaka meninggal pada 1949. Harry A Poeze, sejarawan asal Belanda, menyebutkan bahwa ia mati ditembak TNI di lereng Gunung Wilis, Kediri.

3. D.N Aidit

Dipa Nusantara Aidit merupakan tokoh yang berpengaurh di PKI pada 1960-an. Ia juga dituding sebagai dalang penculikan beberapa petinggi TNI pada 1965. Aidit berhasil membawa PKI menjadi partai terbesar di Indonesia pada 1965 karena ia berhasil mendekati Soekarno. Bahkan, Aidit sempat meminta Soekarno untuk membuat angkatan perang ke-5 di Indonesia. Aidit ingin para buruh dan tani dipersenjatai oleh pemerintah.
Setelah dituding menjadi dalang dalam Gerakan 30 September, Aidit mulai melarikan diri ke berbagai tempat. Sebelum akhirnya tertangkap di Jawa Tengah, Aidit pernah berpindah-pindah dari Jogja, Solo, hingga Banyuwangi. Kematian Aidit masih menjadi misteri karena jenazahnya sampai hari ini tidak bisa ditemukan.




Lalu marilah kita simak tautan dari majalah tempo online.

PRRI: Membangun Indonesia tanpa Komunis
R.Z. Leirissa

Pada 15 Februari 1958, sejumlah tokoh militer dan sipil di Padang memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Peristiwa itu merupakan puncak gunung es dari kemelut yang dihadapi bangsa Indonesia pasca-Revolusi. Yang tidak kurang penting adalah telantarnya pembangunan ekonomi, yang membawa kemelaratan banyak orang. Pemerintah pusat di Jakarta meremehkan kejadian di Padang itu sebagai suatu "gerakan separatisme". Tapi pihak daerah yang bergolak melihat tindakan mereka sebagai upaya mencegah jatuhnya Republik Indonesia ke tangan komunisme.
Sejak pertengahan 1950-an, konflik mulai meningkat di kalangan partai-partai politik yang anti dan pro-komunis. Dalam Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) merebut tempat keempat, setelah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, dan Nahdlatul Ulama. Sejak itu, kesadaran akan bahaya komunisme di Indonesia terus meluas. Kekhawatiran itu makin bertambah ketika dalam pemilihan daerah di Jawa pada Juni-Agustus 1957PKI mengungguli semua partai lain dengan kedudukan nomor satu.
Partai-partai antikomunis, seperti Masyumi dan PSI, mempertaruhkan semua kekuatan untuk menghambat PKI. Tapi kecenderungan Presiden Soekarno memihak PKI menjadikan mereka tak berdaya. Dalam konflik intern, Perang Dingin juga menjadi faktor penting. PSI dan Masyumi dianggap oleh Soekarno sebagai "antek" Barat, tapi bagi kedua partai itu keberpihakan pada Barat adalah strategi untuk menghambat berkuasanya PKI di Indonesia. Ketidakberdayaan itu makin dirasakan ketika Mohammad Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden pada awal Desember 1957. Intimidasi dan provokasi yang dilontarkan media PKI terhadap tokoh-tokoh Masyumi menyebabkan akhirnya, pada Desember 1957, ketua partai itu, Mohammad Natsir, terpaksa menyingkir ke Padang. Dr Sumitro Djojohadikusumo, yang mengalami intimidasi seperti itu, juga terpaksa meninggalkan Jakarta.
Sementara suhu politik di Jakarta terus meningkat, pada saat yang bersamaan di berbagai daerah muncul kritik yang tajam terhadap pemerintah. Masalah utama adalah kemiskinan dan tidak adanya pembangunan ekonomi. Keadaan itu dimanfaatkan oleh para panglima daerah di Sumatera dan Sulawesi untuk mendapat dukungan rakyat atas permasalahan mereka sendiri. Sejak Nasution diangkat kembali oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, muncul rasa ketidakpercayaan kepada Kepala Staf Angkatan Darat, yang pernah dinonaktifkan oleh Soekarno sendiri berkaitan dengan "Peristiwa 17 Oktober 1952" (penolakan militer atas campur tangan sipil dalam "urusan intern militer").
Kekhawatiran muncul ketika itu karena kerja sama Nasution dengan Soekarno diduga bisa memperkuat posisi PKI. Karena itu, ketika Nasution memutuskan untuk melakukan tour of duty (pemindahan tempat kedudukan para panglima), para panglima daerah di luar Jawa membangkang. Pembangkangan itu dimulai di Sumatera Tengah, ketika pada 25 November 1956 Panglima Divisi Banteng Letnan Kolonel Ahmad Husein membentuk Dewan Banteng dan mengambil alih kekuasaan atas provinsi itu. Kemudian Panglima Divisi Bukit Barisan Kolonel Simbolon membentuk Dewan Gajah pada 22 Desember 1957. Dua hari kemudian, di Palembang, Panglima Divisi Gajah membentuk Dewan Gajah. Di Indonesia Timur, pada 2 Maret 1957, Panglima Divisi Wirabuana Letnan Kolonel Sumual membentuk Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) di Makassar dan mengambil alih kekuasaan atas provinsi itu. Para panglima itu berhasil membuka hubungan dagang dengan Singapura sehingga menghasilkan uang yang banyak untuk digunakan bagi pembangunan daerah. Bahkan dalam beberapa bulan saja Indonesia Timur menjadi sangat makmur.
Akhir Maret 1957, sepuluh perwira staf Markas Besar Angkatan Darat mengambil inisiatif untuk mencari jalan keluar dari kemelut yang sudah meluas menjadi konflik daerah itu. Maksud mereka dibicarakan dengan Perdana Menteri Djuanda, yang ternyata sangat mendukung upaya rekonsiliasi itu. Para perwira Markas Besar Angkatan Darat itu dikirim ke daerah-daerah yang bergolak untuk kemungkinan menyelenggarakan suatu pertemuan nasional di Jakarta. Letkol Sumual, yang menyadari bahwa inisia-tif itu adalah satu-satunya cara penyelesaian, lalu datang ke Jakarta dan menghubungi Djuanda. Dengan Djuanda dia sepakat langkah pertama ke arah musyawarah nasional itu adalah pertemuan antara para tokoh militer dan sipil di daerah bergolak untuk meyakinkan mereka bahwa musyawarah nasional merupakan jalan terbaik.
Pertemuan di Palembang yang direncanakan itu berlang-sung pada 8 September, dua hari sebelum musyawarah nasional dibuka. Kehadiran Mohammad Natsir jelas mempengaruhi keberhasilan pertemuan itu. Bahaya komunisme yang mengancam Indonesia mendapat tekanan khusus dari tokoh politik kawakan ini. Di bawah pengaruhnya, semua eksponen daerah bergolak itu menyatakan solidaritas dan membentuk satu dewan saja dengan nama Dewan Perjuangan. Keputusan yang diambil di Palembang- yang dicantumkan dalam "Piagam Palembang" pada da-sar-nya merupakan usul bersama dari daerah bergolak, yang terdiri atas lima hal: (1) pemulihan dwitunggal Soe-kar-no-Hatta, (2) penggantian pimpinan Angkatan Darat, (3) pembentukan senat di samping Dewan Perwakilan Rakyat untuk mewakili daerah-daerah, (4) melaksanakan otonomi daerah, dan (5) melarang komunisme di Indonesia.
Musyawarah nasional berlangsung di Jakarta pada 10-15 September 1957. Seluruh usul Dewan Perjuangan ternyata diterima, kecuali pembubaran PKI. Bahkan dibentuk suatu panitia yang terdiri atas tujuh orang untuk merehabilitasi para perwira daerah yang oleh Nasution dianggap sebagai pembangkang. Keputusan Panitia Tujuh direncanakan akan diumumkan pada 13 Desember dan para "perwira pembangkang" akan direhabilitasi serta dikembalikan ke kedudukan semula.
Dari kelima usul Dewan Perjuangan itu, dalam perjalanan sejarah, tiga akhirnya terwujud. Pembubaran PKI dilakukan oleh Orde Baru, sementara otonomi daerah dan pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (semacam senat) di samping Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan pada masa reformasi.
Namun, sebelum Panitia Tujuh mengumumkan hasilnya, pada 30 November, terjadi upaya pembunuhan Presiden Soekarno ketika ia hendak meninggalkan upacara wisuda putranya di Perguruan Cikini. Tanpa melakukan penelitian yang menyeluruh, pemimpin Angkatan Darat menuduh para perwira daerah sebagai pelaku atau dalangnya. Terutama Kolonel Zulkifli Lubis, perwira intelijen yang disegani, yang menjadi bulan-bulanan.
Sekalipun tokoh-tokoh daerah bergolak yakin tidak bersalah, hukuman telah dijatuhkan dan mereka terpaksa menyingkir lagi ke Sumatera untuk menghindari penangkapan.
Pusat pun mengibarkan bendera perang terhadap daerah-daerah bergolak. Para eksponen pergolakan itu berkumpul lagi di Sungai Dareh, Sumatera Barat, buat membicarakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi permusuhan dari pusat itu. Tokoh politik seperti Mohammad Natsir dan Sumitro Djojohadikusumo ikut aktif dalam pertemuan itu. Bahkan Natsir menganjurkan agar dilakukan perlawanan untuk membela diri. Nada pertemuan itu sesuai dengan ungkapan civis pacem parabellum ("untuk berdamai harus siap berperang"). Para perwira lain dikirim ke Singapura untuk membeli senjata. Peran Sumitro Djojohadikusumo sangat penting dalam hal ini.
Dewan Perjuangan kemudian berapat lagi di Padang dan memutuskan untuk menuntut Presiden Soekarno membubarkan kabinet Djuanda dan membentuk kabinet Hatta-Hamengku Buwono. Jakarta dengan sendirinya menolak. Maka, pada 15 Februari 1958, di Padang dibentuk kabinet tandingan dengan nama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Perang pun tidak dapat dihindari.
Harus diakui, peran pemerintah Amerika Serikat dalam kemelut ini juga penting. Melalui kerja sama Dinas Intelijen Amerika (CIA) dan Departemen Luar Negeri (kakak-adik Dulles), disusunlah sebuah rencana besar untuk membantu pergolakan daerah itu. Namun keinginan Amerika Serikat agar di Padang dibentuk "Negara Sumatera" ternyata tidak dituruti. Para eksponen pergolakan yang turut mendirikan Republik Indonesia tampaknya tidak sampai hati menghancurkan apa yang mereka bangun itu. PRRI ternyata adalah pemerintah nasional yang menca-kup seluruh Indonesia juga (dengan sistem federal).
Dari rencana besar CIA-Departemen Luar Negeri Amerika Serikat itu, tinggal peran Howard P. Jones yang ikut serta merancang rencana bantuan Amerika tersebut. Ia kemudian dikirim ke Jakarta sebagai duta besar untuk memantau keadaan-berbeda dengan laporan-laporan CIA yang cenderung membesar-besarkan bahaya komunis.
Jones melaporkan bahwa di kalangan pemimpin Angkatan Darat terdapat kekuatan nyata yang antikomunis. Setelah Menteri Luar Negeri John Foster Dulles sakit kanker, pada 1961 Amerika Serikat mengubah strateginya untuk mendukung kekuatan antikomunis di kalangan tentara dan melepaskan dukungannya terhadap pergolakan daerah. Sejak 17 Agustus 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan amnesti bagi semua tokoh yang terlibat peristiwa PRRI.

UPAH HARGA DAN LABA


Saudara²,
Sebelum memulai dengan pokok persoalan, perkenankanlah saja mengemukakan beberapa keterangan pendahuluan.
Sekarang di Daratan Eropa sedang bersimaharadjalela wabah pemogokan dan pekikan umum untuk kenaikan upah. Soal ini akan muntjul pada Kongres kita. Saudara² sebagai pimpinan dari Perhimpunan Internasional ini, seharusnja sudah menetapkan pendirian mengenai soal jang utama ini. Maka bagi saja sendiri, saja anggap adalah kewadjiban saja untuk membahas persoalan ini sepenuhnja, sekalipun dengan risiko akan membuat kesabaran saudara² mengalami udjian jang berat.
Lagi suatu keterangan pendahuluan perlu saja sampaikan bertalian dengan Saudara Weston. Dia tidak sadja mengusulkan pendapat² kepada saudara², akan tetapi telah membelandjakan dimuka umum, pada sangkanja, demi kepentingan klas pekerdja, dan jang diketahuinja akan sangat tidak disukai oleh klas pekerdja. Manifestasi keberanian moril sedemikian semestinjalah kita sekalian hormati setingginja. Saja harap bahwa, kendati gaja jang tidak di-bunga²I dari risalah saja ini, pada achir risalah ini Saudara Weston akan mendapatkan saja bersesuaian dengan apa jang pada hemat saja merupakan pikiran jang benar pada dasar dalil² Saudara Weston itu, akan tetapi jang dalam bentuknja jang sekarang tidak boleh tidak saja anggap, dalam teori, keliru dan dalam praktek, berbahaja.
Sekarang saja akan segera mulai dengan masalah jang kita hadapi.

I (Produksi dan Upah)

Alasan Saudara Weston sesungguhnja bersandar pada dua dalil: pertama, bahwa banjaknja produksi nasional adalah suatu hal jang tetap, suatu kwantitet atau besaran konstan, seperti jang mungkin dikatakan oleh ahli² ilmu pasti; kedua, bahwa banjaknja upah riil, jaitu, upah diukur dengan banjaknja barang² jang dapat dibelikannja, adalah djumlah jang tetap, suatu besaran jang konstan.
Sekarang, pertanjaannja jang bertama teranglah salah. Tahun demi tahun saudara melihat, bahwa nilai dan banjaknja produksi bertambah, bahwa daja peoduktif dari kerdja nasional bertambah, dan bahwa djumlah uang jang diperlukan untuk memperedarkan produksi jang bertambah ini selalu berubah. Apa jang benar pada achir tahun, dan pada berbagai tahun diperbandingkan satu sama lain, adalah benar untuk setiap hari rata² dalam tiap tahun. Djumlah atau besarnja produksi nasional selalu berubah. Ia bukanlah suatu besaran jang konstan akan tetapi variabel, dan selain daripada perubahan² dalam penduduk, semestinjalah begitu, oleh sebab adanja perubahan jang terus-menerus dalam akumulasi kapital dan daja produktif dari kerdja. Adalah sama sekli benar, bahwa djika hari ini berlangsung kenaikan dalam tingkat umum upah, maka kenaikan tersebut, apapun akibatnja lebih djauh, pada sendirinja, tidaklah segera mengubah djumlah produksi. Ia, per-tama², akan bertolak pada keadaan jang sedang berlaku. Akan tetapi djika sebelum kenaikan upah produksi nasional adalah variabel, dan tidak tetap, maka ia akan terus variabel dan tidak tetap sesudah ada kenaikan upah.
Akan tetapi misalkan djumlah produksi nasional konstan dan bukan variabel. Dalam hal inipun, apa jang dianggap teman kita Weston sebagai kesimpulan jang logis masih tetap merupakan pernjataan jang tidak beralasan. Djika saja mempunyai djumlah tertentu, misalnja delapan, batas² absolut dari djumlah ini tidak menghalangi bagian-bagiannja untuk mengubah batas² relatif bagian² itu. Djika laba enam dan upah dua, upah boleh bertambah mendjadi enam dan laba berkurang mendjadi dua, dan djumlah seluruhnja masih tetap delapan. Djadi djumlah tetap dari produksi sekali-kali tidak membuktikan adanja djumlah upah jang tetap. Maka bagaimana teman kita Weston membuktikan ketetapan ini? Dengan menjatakannja.
Akan tetapi sekalipun diterima pernjataannja, ini akan melipat kedua djurusan, sedang dia hanja menekannja kesatu djurusan. Djika djumlah upah merupakan besaran jang konstan, maka ia tak dapat dinaikkan atau diturunkan. Maka, djika dalam memaksakan kenaikan upah sementara, kaum buruh berlaku tolol, kaum kapitalis, dalam memaksakan turunnja upah sementara, akan bertindak tidak kurang tololnja. Teman kita Weston tidak membantah bahwa, dalam keadaan tertentu, kaum buruh dapat memaksakan kenaikan upah, akan tetapi oleh sebab djumlahnja sudah kodratnja tetap, maka mestilah ia disusul oleh suatu reaksi. Dilain pihak, dia djuga tahu bahwa kaum kapitalis dapat memaksakan turunnja upah, dan, sesungguhnja, selalu berusaha untuk memaksakannja. Sesuai dengan prinsip ketetapan upah, maka suatu reaksi seharusnja menjusul dalam hal ini, tidak kurang daripada dalam hal jang pertama. Karena itu kaum buruh jang mengadakan reaksi terhadap usaha, atau tindakan, penurunan upah, adalah bertindak tepat. Karena itu mereka akan bertindak tepat dengan memaksakan kenaikan upah, oleh sebab setiap reaksi terhadap penurunan upah adalah aksi untuk kenaikan upah. Sesuai dengan prinsip Saudara Weston sendiri tentang ketetapan upah, maka kaum buruh, dalam keadaan tertentu, seharusnjalah bergabung dan berdjuang untuk kenaikan upah.
Djika dia membantah kesimpulan ini, maka dia melepaskan dalil, jang menimbulkan kesimpulan ini. Dia tidak boleh mengatakan bahwa djumlah upah adalah kwalitet konstan, akan tetapi bahwa, meskipun upah tidak dapat dan tidak boleh meningkat, upah dapat dan boleh turun, bilamana kapital suka menurunkannja. Djika si kapitalis suka menjuruh saudara makan kentang sebagai ganti dari daging, dan haver sebagai ganti dari gandum, maka saudara harus menerima kemauannja sebagai hukum ekonomi politik, dan tunduk kepadanja. Djika disesuatu negeri tingkat upah lebih tinggi daripada dinegeri jang lain, umpamanja, di Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Inggris, maka saudara harus menerangkan perbedaan tingkat upah ini oleh sebab adanja perbedaan antara kemauan kapitalis Amerika dan kemauan kapitalis Inggris, suatu tjara jang pasti sangat menjederhanakan bukan sadja studi tentang gedjala² ekonomi, akan tetapi tentang segala gedjala lainnja.
Akan tetapi begitupun, kita masih bisa bertanja, mengapa kemauan kapitalis Amerika berbeda dengan kemauan kapitalis Inggris? Dan untuk mendjawab pertanjaan ini saudara harus melampaui wilajah kemauan. Seorang pendeta bisa menerangkan kepadaku bahwa Tuhan mau sesuatu hal di Perantjis, dan hal lain di Inggris. Djika saja minta kepadanja untuk menerangkan keduaan kemauan ini, dia barangkali, dengan tiada malu, akan mendjawab, bahwa Tuhan mau mempunjai satu kemauan di Perantjis dan satu kemauan lain di Inggris. Akan tetapi teman kita Weston tentu bukan orang jang akan mengadjukan alasan, jang begitu mengingkari samasekali segala akal sehat.
Kemauan kapitalis sudah pasti adalah untuk mengambil sebanjak mungkin. Jang harus kita lakukan bukanlah membitjarakan kemauannja, akan tetapi menjelidiki kekuasaannja, batas² kekuasaan itu, dan watak dari batas² itu.

II (Produksi, Upah, Laba)

Piidato jang dibatjakan Saudara Weston kepada kita bisa diringkaskan dalam beberapa kalimat.
Segala alasan²nja pada pokoknja adalah sebagai berikut; Djika klas buruh memaksa klas kapitalis membajar lima shilling[2] dan bukan empat shilling dalam bentuk upah uang, maka kaum kapitalis akan membalas dengan nilai empat shilling dalam bentuk barangdagangan dan bukan nilai lima shilling. Klas buruh akan harus membajar lima shilling untuk sesuatu jang, sebelum kenaikan upah, mereka beli dengan empat shilling. Akan tetapi mengapa begitu? Mengapa kaum kapitalis hanja mengambalikan nilai empat shilling untuk lima shilling? Oleh sebab djumlah upah adalah tetap. Akan tetapi mengapa ia tetap pada barangdagangan senilai empat shilling? Mengapa tidak tiga, atau dua, atau djumlah apa sadja jang lain? Djika batas djumlah upah ditetapkan dengan hukum ekonomi, terlepas baik dari kemauan kapitalis maupun kemauan buruh, soal pertama jang harus Saudara Weston lakukan adalah menjatakan hukum itu dan membuktikannja. Dan lagi, dia harus membuktikan bahwa djumlah upah jang sesungguhnja dibajarkan pada setiap waktu senantiasa bersesuaian tepat dengan djumlah upah seharusnja, dan tidak pernah menjimpang daripadanja. Djika, dilain pihak, batas tertentu dari djumlah upah didasarkan pada kemauan se-mata² dari kapitalis, atau batas² dari keserakahannja, maka ini adalah batas jang sewenang-wenang. Tidak ada sesuatu keharusan apapun didalamnja. Ia boleh diubah oleh kemauan kapitalis, dan karenanja boleh diubah bertentangan dengan kemauannja.
Saudara Weston mengilustrasikan teorinja dengan menerangkan kepada saudara bahwa djika sebuah basi berisikan sup dalam kwantitet tertentu, jang akan dimakan oleh sedjumlah orang tertentu, maka bertambah lebarnja sendok² tidaklah akan menghasilkan bertambah banjaknja sup. Dia harus membolehkan saja untuk menganggap gambaran ini sebagai sesuatu jang terlalu diliputi oleh alam sendok.[3] Ini mengingatkan saja agaknja kepada persamaan jang dipakai oleh Manenius Agrippa. Sewaktu kaum plebejer Rumawi mogok terhadap kaum patrisia Rumawi, patrisia Agrippa mengatakan kepada mereka, bahwa perut patrisia memberi makan kepada anggota² plebejer dari tubuh politik. Agrippa tidak menundjukkan, bahwa orang memberi makan kepada anggota² tubuh seseorang dengan mengisi perut orang lain. Saudara Weston sendiri melupakan, bahwa basi, darimana buruh mengambil makanan, teriti dengan seluruh hasilproduksi kerdja nasional, dan bahwa apa jang menghalangi mereka untuk mengambil lebih banjak daripadanja bukanlah sempitnja basi ataupun kurangnja isinja, akan tetapi semata-mata ketjilnja sendok² mereka.
Dengan akal bagaimanakan kapitalis dimungkinkan mengembalikan nilai empat shilling untuk lima shilling? Dengan menaikkan harga barangdagangan jang didjualnja. Sekarang, apakah kenaikan dan pada umumnja perubahan dalam harga barangdagangan, apakah harga barangdagangan itu sendiri, bergantung kepada kemauan melulu dari kapitalis? Ataukah, sebaiknja, ada sjarat² tertentu diperlukan untuk mewudjudkan kemauan itu? Djika tidak, turun-naik, pasang-surut jang tiada putusnja dari harga² pasar, mendjadi teka-teki jang tak terpetjahkan.
Karena kita misalkan, bahwa tidak ada perubahan apapun terdjadi, baik dalam daja produktif kerdja, atau dalam djumlah kapital dan kerdja jang dipakai, atau dalam nilai uang dalam mana nilai² baranghasil² diukur, akan tetapi hanja ada perubahan dalam tingkat upah, bagaimana kenaikan upah itu bisa mempengaruhi harga² barangdagangan? Hanja dengan mempengaruhi perimbangan sesungguhnja antara permintaan akan, dan penawaran dari, barangdagangan tersebut.
Adalah benar samasekali bahwa, ditindjau setjara keseluruhan, klas buruh membelandjakan, dan harus membelandjakan penghasilannja untuk bahan² kebutuhan. Kenaikan umum dalam tingkat upah djadinja akan menghasilkan kenaikan dalam permintaan akan, dan karenanja dalam harga² pasar dari, bahan² kebutuhan. Kaum kapitalis jang memproduksi bahan² kebutuhan ini akan terganti kerugiannja untuk kenaikan upah itu dengan naiknja harga² pasar dari barangdagangan mereka. Akan tetapi bagaimana dengan kapitalis² lainnja, jang tidak menghasilkan bahan² kebutuhan? Dan saudara djangan sangka, bahwa mereka merupakan golongan jang ketjil. Djika saudara perhatikan, bahwa dua pertiga dari hasilproduksi nasional dihabiskan oleh seperlima dari penduduk-seorang anggota Dewan Perwakilan Rakjat baru² ini menjatakan hanja sepertudjuh dari penduduk-saudara akan mengerti betapa sangat besarnja bagian dari produksi nasional jang harus dihasilkan dalam bentuk barang² mewah, atau ditukarkan untuk barang² mewah, dan betapa sangat besarnja djumlah barang² kebutuhan sendiri harus diboroskan untuk pelajan, kuda, kutjing dan sebagainja, suatu pemborosan jang kita ketahui dari pengalaman mendjadi selalu sangat terbatas dengan kenaikan harga bahan² kebutuhan.
Dan bagaimana djadinja dengan kedudukan itu kapitalis² jang tidak menghasilkan bahan² kebutuhan? Untuk penurunan tingkat laba, sebagai akibat dari kenaikan umum upah, mereka tidak bisa mendapat kompensasi dengan menaikkan harga barangdagangan mereka, oleh sebab permintaan akan barangdagangan tersebut tidak bertambah. Pendapatan mereka akan berkurang, dan dari pendapatan jang berkurang ini mereka akan harus membajar lebih banjak untuk djumlah jang sama bahan² kebutuhan jang berharga lebih tinggi. Akan tetapi ini belumlah semuanja. Karena pendapatan mereka telah berkurang, mereka akan membelandjakan lebih sedikit untuk barang² mewah, dan sebab itu permintaan timbal-balik antara mereka akan barangdagangan masing² akan berkurang. Sebagai akibat dari permintaan jang berkurang ini, maka harga² barangdagangan mereka akan djatuh. Maka dalam tjabang² industri ini, tingkat laba akan djatuh, bukan sadja dalam perbandingan sederhana terhadap kenaikan umum dari tingkat upah, akan tetapi dalam perbandingan madjemuk terhadap kenaikan umum upah, kenaikan harga bahan² kebutuhan, dan turunnja harga barang² mewah.
Apakah jang djadi akibat dari perbedaan dalam tingkat² laba bagi kapital² jang dipakai dalam berbagai tjabang industri? Ja, akibat jang pada umumnja timbul bagaimana, dari sebab apapun, tingkat laba rata² mendjadi berbeda diberbagai lapangan produksi. Kapital dan kerdja akan dipindahkan dari tjabang² jang kurang menguntungkan ke-tjabang² jang lebih menguntungkan; dan proses perpindahan ini akan berlangsung terus sampai penawaran dalam bagian industri jang satu telah meningkat sebanding dengan kenaikan permintaan, dan turun dalam bagian² lain sesuai dengan turunnja permintaan. Dengan terdjadinja perubahan ini, tingkat umum dari laba kembali merata didalam berbagai tjabang industri. Oleh karena seluruh kegontjangan pada mulanja timbul dari suatu perubahan sadja dalam perbandingan permintaan akan, dan penawaran dari, berbagai barangdagangan, maka dengan berachirnja sebab, akibat akan berachir, dan harga² akan kembali kepada tingkat dan keseimbangan sebelumnja. Daripada dibatasi pada beberapa tjabang industri, djatuhnja tingkat laba, sebagai akibat dari kenaikan upah akan mendjadi umum. Sesuai dengan pengumpamaan kita, tidak akan terdjadi perubahan dalam daja produktif dari kerdja, djuga tidak dalam keseluruhan djumlah produksi, akan tetapi djumlah produksi tertentu itu akan berubah bentuknja. Bagian terbesar dari hasilproduksi akan terdapat dalam bentuk barang² kebutuhan, sebagian ketjil dalam bentuk barang² mewah, atau, apa jang pada hakekatnja sama, sebagian ketjil akan ditukarkan dengan barang² mewah asing, dan dikonsumsikan dalam bentuk aslinja, atau, apa jang hakekatnja sama lagi, sebagian besar dari hasilproduksi dalamnegeri akan ditukarkan dengan bahan² kebutuhan asing sebagai ganti dari barang² mewah. Maka kenaikan umum dalam tingkat upah, sesudah adanja gangguan sementara terhadap harga² pasar, hanja berakibat turunnja tingkat laba setjara umum tanpa adanja perubahan tetap dalam harga² barangdagangan.
Djika dikatakan kepada saja, bahwa dalam alasan sebelumnja saja menganggap seluruh upah-lebih dibelandjakan untuk bahan² kebutuhan, saja mendjawab, bahwa saja telah membuat pengumpamaan jang paling menguntungkan bagi pendapat Saudara Weston. Djika upah-lebih dibelandjakan untuk barang² jang sebelumnja tidak termasuk dalam konsumsi kaum pekerdja, kenaikan riil dari dajabeli mereka tidaklah membutuhkan pembuktian. Akan tetapi karena ini hanja diperdapat dari adanja kemadjuan dari upah, kenaikan dajabeli mereka itu harus tepat bersesuaian dengan penurunan dajabeli kaum kapitalis. Keseluruhan permintaan akan barangdagangan karenanja tidak akan meningkat, akan tetapi bagian² dari permintaan itu akan berubah. Permintaan jang menaik disatu pihak akan diimbangi oleh permintaan jang menurun dilain pihak. Djadi dengan tinggal tetapnja keseluruhan permintaan, maka tidak ada perubahan sedikitpun akan berlangsung dalam harga² pasar barangdagangan.
Maka saudara sampai kepada kemuskilan ini: Atau upah-lebih dibelandjakan setjara rata pada semua barang² konsumsi-dan peluasan permintaan dipihak klas buruh harus dikompensasi oleh merosotnja permintaan dipihak kaum kapitalis-atau upah-lebih hanja dibelandjakan kepada beberapa barang jang harga² pasarnja akan naik untuk sementara. Maka sebagai akibatnja, kenaikan dalam tingkat laba dalam beberapa tjabang industri, dan kemerosotan tingkat laba dalam tjabang² industri lainnja akan menghasilkan perubahan dalam pembagian kapital dan kerdja, jang berlangsung terus sampai persediaan dinaikkan sesuai dengan kenaikan permintaan dalam suatu bagian industri, dan diturunkan sesuai dengan berkurangnja permintaan dalam bagian² industri lainnja. Atas pengumpamaan jang satu tidak akan terdjadi perubahan dalam harga² barangdagangan. Atas pengumpamaan lainnja, sesudah beberapa kegojangan harga² pasar, nilai²-penukaran barang-dagangan akan merosot ketingkat sebelumnja. Atas kedua pengumpamaan tersebut kenaikan umum dalam tingkat upah akan berkesudahan dengan tiada lain daripada penurunan umum tingkat laba.
Untuk membangkitkan daja chajal saudara, Saudara Weston meminta saudara untuk memikirkan kesukaran² jang akan dihasilkan oleh kenaikan umum dari upah pertanian Inggris dari sembilan shilling mendjadi delapanbelas shilling. Tjoba pikirkan, dia serukan, kenaikan hebat dalam permintaan akan bahan² kebutuhan, dan sebagai akibatnja, kenaikan jang menakutkan dalam harga² mereka. Sekarang, saudara sekalian tahu, bahwa upah rata² dari buruh pertanian Amerika berdjumlah lebih dari dua lipat daripada buruh pertanian Inggris, sekalipun harga² hasil pertanian lebih rendah di Amerika Serikat daripada di Inggris, sekalipun hubungan² umum dari kapital dan kerdja sama di Amerika Serikat dengan di Inggris, dan sekalipun djumlah produksi tahunan djauh lebih ketjil di Amerika Serikat daripada di Inggris. Djadi, mengapa teman kita itu membunjikan lontjeng-tanda-bahaja ini? Semata-mata untuk menjingkirkan persoalan sebenarnja jang dihadapan kita. Kenaikan tiba² upah dari sembilan shilling mendjadi delapanbelas shilling akan merupakan kenaikan tiba² sebanjak 100 persen. Sekarang, kita samasekali tidak membitjarakan soal apakah tingkat umum dari upah di Inggris dapat tiba² dinaikkan dengan 100 persen. Kita samasekali tidak berurusan dengan besarnja kenaikan, jang dalam setiap hal praktis mesti tergantung pada, dan sesuai dengan, keadaan² tertentu. Kita hanja harus memeriksa bagaimana kenaikan umum dalam tingkat upah, sekalipun djika terbatas pada satu persen, akan berpengaruh.
Dengan mengabaikan kenaikan chajalan sebanjak 100 persen dari teman Weston, saja akan meminta perhatian saudara kepada kenaikan upah sesungguhnja jang berlangsung di Britania Raja dari tahun 1849 sampai 1859.
Saudara sekalian mengetahui Undang² Sepuluh Djam, atau djelasnja Undang² Sepuluh Setengah Djam, jang diberlakukan sedjak tahun 1848. Ini adalah salahsatu dari perubahan² ekonomi terbesar jang telah kita saksikan. Ini merupakan kenaikan tiba² dan terpaksa dari upah, tidak dalam beberapa tjabang industri lokal, akan tetapi dalam tjabang² industri jang terutama, dengan mana Inggris menguasai pasar² dunia. Ini adalah kenaikan upah dalam keadaan jang samasekali tidak baik. Dr. Ure, Profesor Senior, dan semua djurubitjara ekonomi resmi lainnja dari klas tengah membuktikan, dan saja harus berkata atas dasar² jang lebih kuat daripada teman kita Weston, bahwa ini akan membunjikan lontjeng tanda mati bagi industri Inggris. Mereka membuktikan, bahwa ini bukan sadja berarti kenaikan sederhana dari upah, akan tetapi kenikan upah jang dimulai oleh, dan didasarkan pada, berkurangnja djumlah kerdja jang dipakai. Mereka menjatakan, bahwa djam duabelas jang saudara mau ambil dari kapitalis adalah djustru djam satu-satunja darimana ia mempereoleh laba. Mereka mengantjam, bahwa akan ada pengurangan akumulasi, kenaikan harga², hilangnja pasar², pembatasan produksi, reaksi sebagai akibatnja terhadap upah, dan achirnja keruntuhan. Sesungguhnja, mereka menjatakan Undang² Maksimum[4] Maksimilian Robespierre merupakan soal ketjil dibandingkan dengannja; dan mereka benar dalam suatu artian tertentu. Dan, bagaimana hasilnja? Jalah: Kenaikan upah uang dari pekerdja² pabrik, kendatipun ada pembatasan harikerdja, pertambahan besar dalam djumlah tenaga pabrik jang dipekerdjakan, penurunan terus-menerus dalam harga² hasil produksi mereka, perkembangan jang menakdjubkan dalam daja produktif dari kerdja mereka, perluasan progresif jang luarbiasa dari pasar² untuk barangdagangan mereka. Di Manchester, dalam tahun 1860, pada rapat dari Perhimpunan untuk Memadjukan Ilmu, saja dengan sendiri Tn. Newman mengakui, bahwa dia, Dr. Ure, Senior, dan semua pemuka resmi ilmu ekonomi lainnja adalah salah, sedang naluri rakjat adalah benar. Saja sebut Tn. W. Newman, bukan Profesor Francis Newman, karena dia menempati kedudukan mulia dalam ilmu ekonomi, sebagai penjokong, dan penerbit dari, buku Tn. Thomas Tooke Sedjarah Harga², karja jang bagus itu jang mengusut sedjarah harga² dari tahun 1793 sampai 1856. Djika pikiran tetap dari teman kita Weston tentang djumlah tetap upah, djumlah tetap produksi, tingkat tetap daja produktif dari kerdja, kemauan tetap dan permanen dari kaum kapitalis, dan semua hal² tetap dan pasti lainnja adalah benar, maka ramalan jang muram dari Prosor Senior adalah benar, dan, Robert Owen-jang sudah dalam tahun 1816 mengumumkan pembatasan umum dari harikerdja sebagai langkah persiapan pertama menudju emansipasi klas buruh dan njatanja, berlawanan dengan purbasangka umum, melaksanakannja atas resiko sendiri dipabrik kapasnja di New Lanark-adalah salah.
Dalam masa jang sama, selama mana pemberlakuan Undang² Sepuluh Djam, dan kenaikan upah sebagai akibatnja, berlangsung, maka terdjadilah di Britania Raja, oleh karena sebab² jang tidaklah pada tempatnja untuk disebutkan disini, kenaikan umum upah² pertanian.
Sesungguhpun tidak diperlukan untuk tudjuan saja jang terdekat, namun untuk tidak menjesatkan saudara, saja akan memberikan beberapa keterangan pendahuluan.
Djika seseorang mendapat upah mingguan dua shilling, dan djika upahnja naik mendjadi empat shilling, tingkat upah akan naik dengan 100 persen. Ini nampaknja merupakan suatu hal jang sangat bagus djika dinjatakan sebagai kenaikan tingkat upah, sekalipun djumlah upah sesungguhnja, empat shilling seminggu, masih akan tetap merupakan upah jang membikin orang sengsara, upah jang membikin orang mati kelaparan. Karenanja, saudara djanganlah membiarkan diri saudara terseret oleh djumlah persen jang kedengaran hebat mengenai tingkat upah. Saudara harus selalu bertanja, Berapa djumlah semula?
Dan lagi, saudara akan mengerti, bahwa djika ada sepuluh orang masing² menerima 2s. seminggu, lima orang masing² menerima 5s., dan lima orang menerima 11s. seminggu, keduapuluh orang itu ber-sama² akan menerima 100s., atau £5, seminggu. Maka djika suatu kenaikan, umpamanja, 20 persen dari djumlah keseluruhan upah² mingguan mereka terdjadi, maka akan ada kenaikan dari £5 mendjadi £6. Setjara pukul rata, kita dapat berkata, bahwa tingkat umum upah telah naik dengan 20 persen, sekalipun, sesungguhnja, upah dari sepuluh orang tetap tidak berubah, upah dari sekumpulan lima orang meningkat dari 5s sampai 6s sadja, dan upah dari kumpulan lima orang lainnja dari 55s. mendjadi 70s. Separuh dari orang² itu samasekali tidak akan memperbaiki kedudukannja, seperempat akan memperbaikinja dengan tingkat jang tipis sekali, dan hanja seperempat akan sungguh² mengalami perbaikan. Namun, dihitung setjara pukul rata, djumlah keseluruhan upah dari keduapuluh orang itu akan bertambah dengan 20 persen, dan mengenai soal kapital keseluruhannja jang mempekerdjakan mereka, dan harga² barangdagangan jang mereka produksikan, itu akan persis sama seperti dalam hal djika semua mempunjai bagian jang sama dalam kenaikan rata² dari upah. Berkenaan dengan kerdja pertanian, karena tingkat upah sangat berbeda diberbagai kabupaten di Inggris dan Skotlandia, kenaikan itu mengenai mereka dengan sangat berbeda.
Achirnja, selama masa berlangsungnja kenaikan upah itu, pengaruh² jang berlawanan bekerdja, seperti padjak² baru sebagai akibat dari perang Rusia, pengrusakan setjara luas dari perumahan buruh pertanian, dan sebagainja.
Setelah pendahuluan sebanjak itu, saja lalu menjatakan, bahwa dari tahun 1849 sampai 1859, telah berlangsung kenaikan sebanjak kira² 40 persen dalam tingkat rata² dari upah pertanian di Britania Raja. Saja dapat memberikan detail setjara luas sebagai bukti daripada pernjataan saja, akan tetapi untuk maksud sekarang saja rasa tjukuplah menundjuk pada karangan jang teliti dan kritis jang dibatjakan dalam tahun 1860 oleh mendiang Tn. John C. Morton pada Perhimpunan Kebudajaan London mengenai Tenaga² Jang Dipakai dalam Pertanian. Tn. Morton memberikan angka², dan rekening² dan dokumen-dokumen asli lainnja, jang dikumpulkannja dari kira-kira seratus orang petani, jang berdiam diduabelas kabupaten Skotlandia dan tigapuluhlima kabupaten Inggris.
Sesuai dengan pendapat teman kita Weston, dan diambil ber-sama² dengan kenaikan serentak dalam upah pekerdja² pabrik, seharusnja berlangsung kenaikan hebat dalam harga-harga hasil pertanian selama masa 1849 sampai 1859. Akan tetapi apa kenjataan? Kendati ada perang Rusia, dan panenan tak baik setjara ber-turut² dari tahun 1854 sampai 1856, harga rata² dari gandum jang merupakan hasil pertanian utama dari Inggris, djatuh dari kira² £3 per quarter untuk tahun² 1838 sampai 1848 mendjadi kira² £2 10s. per quarter untuk tahun² 1849 sampai 1859. Ini merupakan penurunan harga gandung sebanjak lebih dari 16 persen, bersamaan dengan kenaikan rata² upah pertanian sebanjak 40 persen. Selama masa jang sama, djika kita bandingkan achirnja dengan awalnja, tahun 1859 dengan 1849, tampak berkurangnja fakir-miskin tertjatat resmi dari angka 934.419 mendjadi 860.470, jaitu dengan perbedaan sebanjak 73.949; saja akui, suatu pengurangan jang sangat ketjil, dan jang kembali lenjap dalam tahun² berikutnja, namun tetap suatu pengurangan.
Kiranja dapat dikatakan, bahwa menjusul penghapusan Undang² Gandum, impor gandum luarnegeri lebih daripada lipat dua selama masa tahun 1849 sampai 1859, dibandingkan dengan masa tahun 1838 sampai 1848. Dan bagaimana kalau memang begitu? Dari pendirian saudara Weston orang kiranja akan mengharapkan, bahwa permintaan jang tiba², besar dan terus bertambah ini, pada pasar² luarnegeri, semestinja melondjakkan harga² hasil pertanian disana sampai ketingkat jang menakutkan, oleh karena pengaruh kenaikan permintaan tetap tinggal sama, biar datangnja dari luar atau dari dalam. Apa kenjataannja? Selain dari selama beberapa tahun jang panennja gagal, selama seluruh masa itu kedjatuhan jang sangat tjelaka dari harga gandum selalu merupakan pokok pembitjaraan di Perantjis; orang² Amerika ber-kali² terpaksa membakar kelebihan hasilproduksi mereka; dan Rusia, djika kita harus mempertjajai Tn. Urquhart, mendorong petjahnja Perang Dalamnegeri di Amerika Serikat oleh sebab ekspor hasil² pertaniannja dilumpuhkan oleh persaingan orang² Amerika di-pasar² Eropa.
Dikembalikan pada bentuk abstrak, alasan² Saudara Weston akan mendjadi sbb.: Setiap kenaikan permintaan selalu terdjadi atas dasar djumlah produksi tertentu. Karenanja, ia tak pernah dapat memperbanjak persediaan barang² jang diminta, akan tetapi hanja dapat meninggikan harga²nja dalam mata-uang. Sekarang tindjauan jang paling umum menundjukkan, bahwa pertambahan permintaan, dalam beberapa hal, akan membiarkan harga² pasar dari barangdagangan samasekali tak berubah, dan, dalam hal² lain, akan menjebabkan kenaikan sementara harga² pasar diikuti oleh pertambahan persediaan, diikuti oleh pengurangan harga² sampai kepada tingkatnja jang semula, dan dalam banjak hal dibawah tingkatnja jang semula. Apakah kenaikan permintaan bersumber pada upah-lebih, atau sesuatu sebab lain, ini samasekali tidak mengubah sjarat² persoalan. Dari sudut pendirian Saudara Weston gedjala umum sama sukarnja untuk didjelaskan seperti gedjala jang terdjadi, dalam keadaan istimewa dengan adanja kenaikan upah. Karenanja, alasannja tidak mempunyai hubungan chusus apapun dengan soal jang kita perbintjangkan. Ini hanja menjatakan kebingungannja untuk mendjelaskan hukum² dengan mana pertambahan permintaan menghasilkan pertambahan persediaan, dan bukan achrnja kenaikan harga² pasar.

III (Upah Dan Peredaran Uang)

Pada hari kedua dari perdebatan, teman kita Weston, membungkus pernjataan²nja jang lama dalam bentuk² baru. Dia berkata: Sebagai akibat kenaikan umum upah uang, akan dibutuhkan lebih banjak mata-uang untuk membajar upah jang sama. Karena mata-uang sudah tetap, bagaimana saudara dapat membajarkan pertambahan upah uang itu, dengan mata-uang jang tetap ini? Pertama kali, kesukaran timbul dari djumlah tetap barangdagangan jang tersedia bagi pekerdja, kendati adanja kenaikan upahnja dalam uang; sekarang ia timbul dari pertambahan upah uang, kendati adanja djumlah tertentu dari barangdagangan. Sudah barang tentu, djika saudara menolak dogmanja jang semula, kesulitan²nja jang timbul dari situ akan lenjap.
Tetapi, saja akan menundjukkan, bahwa soal mata-uang ini samasekali tidak ada sangkut-pautnja dengan persoalan jang kita hadapi.
Dinegeri saudara mekanisme pembajaran adalah djauh lebih sempurna daripada disetiap negeri Eropa lainnja. Berkat luasnja dan terpusatnja sistim bank, djauh lebih sedikit mata-uang dibutuhkan untuk mengedarkan djumlah nilai jang sama, dan untuk melaksanakan perdagangan dengan djumlah jang sama atau lebih banjak. Umpamanja, mengenai upah, pekerdja pabrik Inggris membajarkan upahnja setjara mingguan kepada pemilik toko, jang mengirimkannja setjara mingguan kepada bankir, jang mengembalikannja setjara mingguan kepada pengusaha, jang kembali membnajarkannja kepada pekerdja, dan seterusnja. Dengan tjara ini upah tahunan seorang pekerdja, umpamanja £52, bisa dibajarkan dengan satu mata-uang ponsterling jang berputar setiap minggu dalam lingkaran jang sama. Dan di Inggris pun mekanisme pembajaran kurang sempurna daripada di Skotlandia, dan tidak sama sempurnanja dimana-mana; maka itu, umpamanja, kita dapati, bahwa dalam beberapa daerah pertanian, dibandingkan dengan daerah² pabrik semata-mata, djauh lebih banjak mata-uang dibutuhkan untuk mengedarkan djumlah nilai jang djauh lebih ketjil.
Djika saudara menjeberangi Selat Inggris, saudara akan melihat, bahwa upah uang adalah djauh lebih rendah daripada di Inggris, akan tetapi bahwa upah ini diedarkan di Djerman, Italia, Swis, dan Perantjis dengan djumlah mata-uang jang djauh lebih banjak. Mata-uang pon sterling jang sama tidaklah akan begitu tjepat tertampung oleh bankir atau dikembalikan kepada kapitalis industri; dan, karenanja, bukan satu mata-uang pon sterling jang mengedarkan uang sebanjak £52 setahun, tapi saudara, barangkali, membutuhkan tiga mata-uang pon sterling untuk mengedarkan upah tahunan sebanjak £25. Djadi, dengan membandingkan negara² daratan Eropa dengan Inggris, saudara akan segera melihat, bahwa upah uang jang rendah bisa membutuhkan mata-uang jang djauh lebih banjak untuk pengedarannja daripada upah uang jang tinggi, dan bahwa ini sesungguhnja hanjalah suatu soal teknis, jang asing samasekali dari persoalan kita.
Menurut perkiraan terbaik jang saja ketahui, pendapatan tahunan kaum buruh negeri ini boleh ditaksir sedjumlah £250.000.000. Djumlah jang sangat banjak ini diedarkan dengan kira² £3.000.000. Umpamakanlah terdjadi kenaikan upah sebanjak 50 persen. Maka, bukan £3.000.000 mata-uang, tapi £4.500.000 jang akan dibutuhkan. Oleh karena sebagian jang sangat besar dari perbelandjaan se-hari² dari pekerdja dilunasi dengan uang perak dan tembaga, artinja, hanja dengan tanda uang sadja, jang nilai relatifnja terhadap emas ditentukan semau-maunja oleh undang², seperti halnja uang kertas jang tak-datap-ditukarkan, maka kenaikan upah uang dengan 50 persen, dalam keadaan ekstrim, akan membutuhkan tambahan peredaran mata-uang pon sterling, umpamanja, sebanjak satu djuta. Satu djuta, jang kini diam, dalam bentuk logam murni atau mata-uang, dalam tempat penjimpanan Bank Inggris, atau bankir² perseorangan, akan beredar. Akan tetapi djuga pengeluaran ketjil jang disebabkan oleh penambahan pembuatan mata-uang atau penambahan aus dari sedjuta itu dapat dihindarkan, dan sesungguhnja akan dihindarkan, djika sesuatu geseran sampai terdjadi karena kekurangan mata-uang tambahan. Saudara sekalian mengetahui, bahwa uang negeri ini terbagi atas dua bagian jang besar. Satu matjam, terdiri atas uang-kertas-bank dari berbagai ukuran, dipakai dalam transaksi² antara pedagang dengan pedagang, dan dalam pembajaran² besar dari konsumen² kepada pedagang, sedang matjam uang lainnja, mata-uang logam, beredar djuga dalam pembajaran² jang lebih besar untuk segala djumlah² dibawah £5. Djika besok uang kertas £4, atau uang-kertas £3, atau uang-kertas £2 dikeluarkan, maka emas jang mengisi saluran² peredaran ini akan segera terhalau daripadanja, dan mengalir ke-saluran² dimana ia dibutuhkan karena adanja kenaikan upah uang. Djadi, tambahan sedjuta jang dibutuhkan oleh karena adanja kenaikan upah dengan 50 persen akan disediakan tanpa penambahan satu mata-uang pon sterling pun. Hasil jang sama dapat diwudjudkan, tanpa penambahan selembar uang-kertas-bank pun, dengan penambahan peredaran wesel, seperti terdjadi di Lancashire untuk waktu jang sangat lama.
Djika kenaikan umum dalam tingkat upah, umpamanja, sebanjak 100 persen, seperti jang diumpamakan oleh Saudara Weston terdjadi pada upah² pertanian, akan menghasilkan kenaikan besar dalam harga² barang² kebutuhan, dan, menurut pandangannja, membutuhkan tambahan djumlah uang jang tak dapat diperoleh, maka penurunan umum dari upah mestilah menghasilkan akibat jang sama, dalam ukuran jang sama, dalam djurusan jang berlawanan. Nah, saudara sekalian tahu, bahwa tahun² 1858 sampai 1860 merupakan tahun² jang paling makmur untuk industri kapas, dan bahwa chususnja tahun 1860 berdiri, dalam hal ini, sebagai tahun jang tak ada bandingannja dalam riwajat perdagangan, sedang sementara itu semua tjabang² industri lainnja sangat berkembang. Upah pekerdja² kapas dan semua pekerdja lainnja jang berhubungan dengan lapangan-kerdja mereka, pada tahun 1960, adalah lebih tinggi daripada waktu kapanpun sebelumnja. Krisis Amerika muntjul, dan upah² itu keseluruhannja tiba² diturunkan sampai kepada seperempat djumlahnja jang semula. Ini akan merupakan kenaikan 300 persen djika berlaku dalam djurusan jang berlawanan. Djika upah naik dari lima menjadi duapuluh, kita mengatakan, bahwa ia naik dengan 300 persen; djika ia djatuh dari duapuluh mendjadi lima, kita katakan, bahwa ia djatuh dengan 75 persen, akan tetapi djumlah kenaikan dalam hal jang satu dan djumlah penurunan dalam hal jang lain akan sama, jaitu, limabelas shilling. Pada waktu itu, ini merupakan perubahan se-konjong² dalam tingkat upah jang belum pernah terdjadi sebelumnja, dan bersamaan dengan itu meluas meliputi sedjumlah pekerdja jang, djika kita hitung semua pekerdja jang bukan sadja langsung bekerdja dalam, akan tetapi setjara tak langsung tergantung kepada industri kapas, adalah lebih besar dengan separuh daripada djumlah buruh pertanian. Apakah harga gandum djatuh? Ia naik, dari angka rata² tahunan sebanjak 47s.8d. per quarter selama tiga tahun 1858-'60, sampai keangka rata² tahunan sebanjak 55s.10d. per quarter selama tiga tahun 1861-1863. Mengenai uang, dibuat mata-uang dalam tahun 1861, sebanjak £8.673.232 berlainan dengan £3.378.102 dalam tahun 1860. Adalah benar, bahwa peredaran uang-kertas-bank dalam tahun 1861 kurang sebanjak £1.319.000 daripada ditahun 1860. Potonglah ini. Maka akan tinggal kelebihan uang untuk tahun 1861, dibandingkan dengan tahun kemakmuran, 1860, sebanjak £3.976.130, atau kira² £4.000.000; akan tetapi tjadangan emas dalam Bank Inggris bersamaan dengan itu berkurang, tidak dalam perbandingan jang sama benar, akan tetapi dalam ukuran jang berdekatan.
Bandingkanlah tahun 1862 dengan 1842. Selain daripada kenaikan jang sangat besar dalam nilai dan djumlah barangdagangan jang diedarkan, dalam tahun 1862 kapital jang dibajarkan dalam transaksi² teratur untuk saham², pindjaman², dsb., untuk kereta-api di Inggris dan Wales sadja berdjumlah £320.000.000, suatu djumlah jang nampaknja akan menakdjubkan dalam tahun 1842. Namun, djumlah keseluruhan dari mata-uang dalam tahun 1862 dan 1842 hampir² sama sadja, dan umumnja saudara akan mendapatkan ketjenderungan akan pengurangan mata-uang setjara progresif dihadapan nilai jang bertambah dengan sangat besar, bukan sadja dari barangdagangan, akan tetapi dari transaksi² moneter umumnja. Dari pendirian teman kita Wetson, ini merupakan teka-teki jang tak terpetjahkan.
Dengan memandang kedalam masalah ini agak lebih dalam, ia akan mendapatkan bahwa, terpisah samasekali dari upah, dan mengumpamakan upah itu sebagai hal jang tetap, nilai dan massa barangdagangan jang diedarkan, dan umumnja djumlah transaksi² moneter jang dilaksanakan, berbeda saban hari; bahwa djumlah pembajaran² jang direalisasi tanpa perantaraan uang, dengan pemakaian wesel, tjek, buku kredit, lembaga clearing, berbeda se-hari²; bahwa, mengenai uang logam jang sesungguhnja dibutuhkan, perimbangan antara mata-uang dalam peredaran dengan mata-uang dan logam murni dalam tjadangan atau jang menggeletak dalam tempat² penjimpanan bank berbeda saban hari; bahwa djumlah logam murni jang diserap oleh peredaran nasional dan djumlah jang dikirim keluarnegeri untuk peredaran internasional berbeda saban hari. Ia akan mendapatkan, bahwa dogma²nja tentang uang jang tetap adalah kekeliruan jang sangat besar, bertentangan dengan gerakan se-hari². Ia akan menjelidiki hukum² jang memungkinkan mata-uang menjesuaikan diri kepada keadaan jang begitu berubah terus-menerus, dan bukan mendjadikan salahpengertiannja tentang hukum² mata-uang sebagai alasan untuk menentang kenaikan upah.

IV (Penawaran Dan Permintaan)

Teman kita Weston menerima peribahasa Latin, bahwa repetitio est mater studiorum, jang berarti, bahwa pengulangan adalah ibu dari studi, dan karenanja ia mengulangi dogmanja jang semula kembali dalam bentuk baru bahwa penjusutan uang, jang diakibatkan oleh kenaikan upah, akan menjebabkan berkurangnja kapital, dan sebagainja. Sesudah mengupas pikirannja jang aneh tentang uang itu, saja anggap samasekali tidak perlu untuk membahas akibat² chajalan jang dichajalkannja sebagai hal² jang muntjul dari ketjelakaan mata-uang jang dichajalkannja. Saja segera akan terus mengembalikan dogmanja jang satu dan itu djuga, jang diulangi dalam begitu banjak bentuk jang ber-beda², pada bentuk teorinja jang paling sederhana.
Tjaranja jang tidak kritis dengan mana ia memperlakukan masalahnja akan mendjadi djelas dari satu tjatatan sadja. Ia mengemukakan pendirian, melawan kenaikan upah, atau melawan upah jang tinggi sebagai akibat dari kenaikan itu. Sekarang, saja tanja kepadanja, Apa itu upah jang tinggi dan apa upah rendah? Mengapa, umpamanja, lima shilling seminggu upah jang tinggi? Djika lima adalah rendah dibandingkan dengan duapuluh, duapuluh adalah lebih rendah lagi dibandingkan dengan duaratus. Djika seseorang akan mengadjarkan tentang termometer, dan mulai dengan berpidato tentang deradjat tinggi dan rendah, ia tidak akan memberi pengetahuan apapun. Ia harus pertama-tama menerangkan kepadaku bagaimana titik-beku didapat, dan bagaimana titik-didih, dan bagaimana titik² standar ini ditetapkan oleh hukum² alam, bukan oleh chajal pedagang atau pembuat termometer. Sekarang, mengenai upah dan laba, Saudara Weston bukan sadja gagal untuk menjimpulkan titik² standar seperti itu dan hukum² ekonomi, akan tetapi ia malahan tidak merasa kebutuhan untuk memperhatikannja. Dia memuaskan dirinja dengan penerimaan istilah² pasaran populer tentang rendah dan tinggi sebagai sesuatu jang mempunjai arti tetap, sekalipun adalah terang-benderang, bahwa upah hanja dapat dikatakan tinggi atau rendah djika dibandingkan dengan suatu standar dengan mana dapat diukur besarnja.
Ia tidak akan sanggup menerangkan kepadaku mengapa djumlah uang tertentu diberikan untuk djumlah kerdja tertentu. Djika dia sekiranja mendjawab saja, "Ini ditetapkan oleh hukum penawaran dan permintaan", saja akan tanjakan kepadanja, per-tama², dengan hukum apa penawaran dan permintaan itu sendiri diatur. Dan, djawaban sedemikian akan segera membuatnja tak berdaja. Hubungan antara penawaran dan permintaan kerdja senantiasa mengalami perubahan, dan beserta itu harga² pasar kerdja. Djika permintaan melampaui permintaan upah djatuh, meskipun dalam keadaan seperti itu mungkin perlu untuk mengudji keadaan sebenarnja dari permintaan dan penawaran, umpamanja, dengan suatu pemogokan atau dengan tjara lain. Aka tetapi djika saudara menerima penawaran dan permintaan sebagai hukum jang mengatur upah, adalah sama kanak-kanaknja dan sia-sianja untuk mengangkat suara menentang kenaikan upah, oleh sebab, menurut hukum tertinggi jang saudara djadikan sandaran, kenaikan upah periodik adalah sama perlunja dan sahnja seperti penurunan upah periodik. Djika saudara tidak menerima penawaran dan permintaan sebagai hukum jang mengatur upah, saja kembali mengulangi pertanjaan, mengapa djumlah uang tertentu diberikan untuk djumlah kerdja tertentu?
Akan tetapi untuk menindjau persoalan setjara lebih luas: Saudara akan samasekali keliru mengirakan, bahwa nilai kerdja atau barangdagangan apapun lainnja pada achirnja ditetapkan oleh penawaran dan permintaan. Penawaran dan permintaan tidak mengatur apa² ketjuali turun-naiknja sementara harga² pasar. Ia akan mendjelaskan kepada saudara mengapa harga pasar sesuatu barangdagangan naik diatas atau turun dibawah nilainja,, akan tetapi ia tidak akan pernah dapat mendjelaskan nilai itu sendiri. Umpamakan bahwa penawaran dan permintaan seimbang, atau, seperti dikatakan oleh para ahli-ekonomi saling menutupi satu sama lain. Nah, pada saat kekuatan² jang bertentangan ini mendjadi sama, keduanja melumpuhkan satu sama lain, dan berhenti bekerdja dalam djurusan jang sama atau lainnja. Pada ketika penawaran dan permintaan mengimbangi satu sama lain, dan karenanja berhenti bekerdja, harga pasar sesuatu barangdagangan bertepatan dengan nilai sebenarnja, dengan harga standar disekitar mana harga² pasarnja bergojang. Maka dalam menjelidiki sifat dari nilai itu, kita samasekali tidak ada keperluan dengan akibat² sementara dari penawaran dan permintaan atas harga² pasar. Hal jang sama berlaku bagi upah dan harga semua barangdagangan lainnja.

V (Upah Dan Harga)

Dikembalikan pada pertanjaan teoritisnja jang paling sederhana, semua alasan teman kita itu tersimpul dalam satu dogma ini: "Harga barangdagangan ditentukan atau diatur oleh upah."
Saja bisa minta sokongan dari pengamatan praktis untuk memberi penjaksian terhadap pandangan keliru jang sudah kuno dan hantjur itu. Saja bisa menerangkan kepada saudara, bahwa pekerdja² pabrik, buruh tambang, buruh pembuatan kapal Inggris, dan sebagainja, jang kerdjanja dihargai agak tinggi, oleh karena murahnja hasilproduksi maka mereka mendjual dibawah harga semua bangsa lain; sedang buruh pertanian Inggris, umpamanja, jang kerdjanja agak dihargai rendah, mendjual diatas harga pada hampir setiap bangsa lainnja oleh sebab mahalnja hasilproduksinja. Dengan membandingkan barang demi barang didalam negeri jang sama, dan barangdagangan dari berbagai negeri, saja bisa menundjukkan, selain dari beberapa pengetjualian jang lebih banjak nampaknja sadja daripada sesungguhnja begitu, bahwa rata² kerdja jang berharga-tinggi menghasilkan barangdagangan berharga-rendah, dan kerdja berharga-rendah menghasilkan barangdagangan berharga-tinggi. Ini, sudah barang tentu tidak akan membuktikan bahwa harga tinggi kerdja dalam tjontoh jang pertama dan harganja jang rendah dalam tjontoh jang lain, masing² merupakan sebab² dari akibat² jang bertentangan diametral itu, akan tetapi biar bagaimanapun djuga ia akan membuktikan bahwa harga barangdagangan tidak ditetapkan oleh harga kerdja. Namun, adalah samasekali berlebihan bagi kita untuk memakai tjara empiris ini.
Barangkali bisa disangkal bahwa Saudara Weston pernah mengadjukan dogma: "Harga barangdagangan ditetapkan atau diatur oleh upah." Sesungguhnja, ia tak pernah merumuskannja demikian. Sebaliknja ia berkata, bahwa laba dan sewa djuga merupakan bagian²-penjusun dari harga² barangdagangan, oleh karena dari harga² barangdaganganlah harus dibajarkan tidak sadja upah pekerdja, akan tetapi djuga laba kapitalis dan sewa bagi tuantanah. Tetapi, bagaimana pada pendapatnja harga² dibentuk? Pertama-tama dengan upah. Kemudian suatu tambahan presentase digabungkan kepada harga atas nama kapitalis, dan suatu tambahan presentase lagi atas nama tuantanah. Umpamakan upah kerdja jang dipekerdjakan dalam produksi barangdagangan adalah sepuluh. Djika tingkat lama 100 persen, maka kepada upah jang dibajarkan, sikapitalis akan menambahkan sepuluh, dan djika tingkat sewa adalah djuga 100 persen dari upah, maka akan ditambahkan sepuluh lagi, dan harga keseluruhan dari barangdagangan itu akan berjumlah tigapuluh. Akan tetapi penetapan harga sedemikian hanjalah merupakan penetapannja se-mata² dengan upah. Djika upah dalam tjontoh tersebut naik mendjadi duapuluh, harga barangdagangan itu akan naik mendjadi enampuluh, dan begitu seterusnja. Karenanja semua penulis jang semestinja sudah diberi pensiun, tentang ekonomi politik, jang mengemukakan dogma, bahwa upah mengatur harga, telah mentjoba membuktikannja dengan memperlakukan laba dan sewa hanja sebagai tambahan presentase atas upah. Sudah barang tentu, seorangpun dari mereka tidak sanggup mengembalikan batas² persentase² itu pada sesuatu hukum ekonomi. Sebaliknja, mereka nampaknja mengira bahwa laba ditentukan oleh tradisi, kebiasaan, kemauan dari sikapitalis, atau se-wenang². Djika mereka menjatakan, bahwa ia ditentukan oleh persaingan antara kaum kapitalis, mereka tidak menerangkan apa-apa. Persaingan itu nistjaja menjama-ratakan berbagai tingkat laba dalam berbagai lapangan pekerdjaan, atau mengembalikannja pada satu tingkat rata², akan tetapi ia tidak akan dapat menentukan tingkat itu sendiri, atau tingkat umum dari laba.
Apa jang kita maksudkan dengan mengatakan bahwa harga barangdagangan ditetapkan oleh upah? Karena upah hanja merupakan nama bagi harga kerdja, kita maksudkan bahwa harga barangdagangan ditentukan oleh harga kerdja. Oleh karena "harga" adalah nilai-penukaran-dan dalam berbitjara tentang nilai saja selalu berbitjara tentang nilai-penukaran-adalah nilai-penukaran dinjatakan dalam uang, soalnja berudjud seperti ini, bahwa "nilai barangdagangan ditetapkan oleh nilai kerdja", atau bahwa, "nilai kerdja adalah ukuran umum bagi nilai".
Akan tetapi bagaimana "nilai kerdja" itu sendiri ditetapkan? Disini kita tiba pada djalan buntu. Sudah barang tentu, djalan buntu djika kita berusaha berpikir setjara logis. Tetapi para pengusul doktrin itu berbuat gampang sadja terhadap keberatan² logis. Ambillah umpamanja teman kita Weston. Pertama-tama ia terangkan kepada kita, bahwa upah menentukan harga barangdagangan dan bahwa karenanja bila upah naik harga mesti naik. Kemudian ia berputar untuk menundjukkan kepada kita, bahwa kenaikan upah tidak akan baik oleh sebab harga barangdagangan telah meningkat, dan oleh sebab upah memang diukur oleh harga barangdagangan² untuk mana ia dibelandjakan. Djadi kita mulai dengan mengatakan, bahwa nilai barangdagangan menentukan nilai kerdja. Djadi kita bergerak kian kemari dalam lingkaran jang tak berudjung pangkal, dan samasekali tidak mentjapai kesimpulan apa-apa.
Pada keseluruhannja njatalah, bahwa dengan membuat nilai sesuatu barangdagangan, misalnja kerdja, gandum, atau barangdagangan lainnja, mendjadi ukuran umum dan pengatur nilai, kita hanja menggeserkan kesulitan, oleh karena kita menetapkan suatu nilai dagangan dengan jang lain, jang dirinja sendiri perlu ditetapkan.
Dogma bahwa "upah menentukan harga barangdagangan", dinjatakan dalam pengertian paling abstrak, berhakekat demikian bahwa "nilai ditentukan oleh nilai", dan pengulangan jang tak berguna ini berarti bahwa, sesungguhnja, kita sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang nilai. Dengan menerima dalil ini, segala pembitjaraan mengenai hukum² umum ekonomi politik mendjadi obrolan belaka. Maka adalah djasa besar dari Ricardo bahwa dalam karjanja Prinsip² Ekonomi Politik, diterbitkan dalam tahun 1817, ia setjara fundamentil menghantjurkan pikiran keliru jang tua, umum dan usang bahwa "upah menentukan harga", suatu pikiran keliru jang ditolak oleh Adam Smith dan pendahulu²nja di Perantjis dalam bagian² jang sungguh ilmiah dari penjelidikan² mereka, akan tetapi jang mereka reproduksikan dalam bab² mereka jang lebih bersifat populer dan vulger.

VI (Nilai Dan Kerdja)

Saudara², saja sekarang tiba pada titik dimana saja harus membahas perkembangan sesungguhnja dari persoalan. Saja tidak dapat mendjandjikan akan melakukannja dengan tjara jang sangat memuaskan, sebab itu akan mengharuskan saja untuk mendjeladjah seluruh lapangan ekonomi politik. Saja hanja dapat, seperti kata orang Perantjis, effleurer la questio, menjentuh soal² pokok.
Pertanjaan pertama jang harus kita adjukan adalah: Apa nilai barangdagangan? Bagaimana ia menentukan?
Selajang-pandang nampaknja, bahwa nilai sesuatu barangdagangan adalah sesuatu jang sama sekali relatif, dan tidak akan terpetjahkan tanpa mempertimbangkan sesuatu barangdagangan dalam hubungannja dengan segala barangdagangan lainnja. Sesungguhnja, berbitjara tentang nilai, nilai penukaran sesuatu barangdagangan, kita maksudkan kwantitet² proporsionil dalam mana ia ditukarkan dengan segala barangdagangan lainnja. Akan tetapi kini timbul pertanjaan: Bagaimana perbandingan dalam mana barangdagangan ditukarkan satu sama lain diatur?
Kita mengetahui dari pengalaman, bahwa perbandingan² ini ber-beda² dengan tiada batasnja. Dengan mengambil satu barangdagangan, umpamanja gandum, kita akan melihat, bahwa satu quarter gandum dapat ditukarkan dengan berbagai barangdagangan dalam variasi perbandingan jang hampir tidak terbilang. Tetapi, karena nilainja selalu tetap tinggal sama, baik dinjatakan dalam sutera, emas, atau tiap barangdagangan lainnja, ia mesti merupakan sesuatu jang lain daripada, dan terlepas daripada berbagai ukuran pertukaran ini dengan berbagai barang. Haruslah mungkin untuk menjatakan, dalam bentuk jang sangat berbeda, berbagai persamaan ini dengan berbagai barangdagangan.
Tambahan pula, djika saja mengatakan bahwa satu quarter gandum ditukarkan dengan besi dalam perbandingan tertentu, atau nilai satu quarter gandum dinjatakan dalam djumlah tertentu besi, saja mengatakan bahwa nilai gandum dan ekivalennja dalam besi adalah sama dengan suatu jang ketiga, jang bukan gandum ataupun besi, oleh sebab saja menganggap barang² tsb. Menjatakan besaran jang sama dalam dua bentuk jang berlainan. Salah satu daripadanja, gandum atau besi, karenanja harus, terlepas dari jang lain, dapat dikembalikan pada sesuatu jang ketiga ini jang merupakan ukuran bersama dari keduanja.
Untuk mendjelaskan hal ini saja akan mengingatkan kepada suatu ilustrasi jang sangat sederhana dari ilmu ukur. Dalam membandingkan luas dari segitiga² dari segala matjam bentuk dan besarnja, atau membandingkan segitiga² dengan segiempat, atau lukisan-bergaris-lurus lainnja, bagaimana kita bertindak? Kita mengembalikan luas setiap segitiga pada sesuatu pernjataan jang samasekali berbeda dengan bentuknja jang njata. Sesudah mendapatkan dari sifat segitiga bahwa luasnja adalah sama dengan separuh dari hasilkali alas dengan tingginja, maka kita dapat membandingkan berbagai nilai dari segala matjam segitiga, dan dari segala lukisan-bergaris-lurus manapun, oleh sebab semuanja dapat diuraikan dalam sedjumlah segitiga tertentu.
Tjara jang sama mesti berlaku dengan nilai² dari barangdagangan. Kita mesti sanggup mengembalikan semuanja pada suatu pernjataan jang umum bagi semuanja, dan membedakannja hanja dengan perbandingan² dalam mana barang² tersebut mengandung ukuran jang sama itu.
Karena nilai² penukaran dari barangdagangan hanja merupakan fungsi sosial dari barang² itu, dan samasekali tidak punja hubungan apa² dengan sifat² alamiahnja, kita pertama-tama harus bertanja, Apakah zat sosial umum dari segala barangdagangan? Ia adalah Kerdja. Untuk memproduksi sesuatu barangdagangan sedjumlah kerdja tertentu harus dikenakan kepadanja, atau diolah kedalamnja. Dan saja mengatakan bukan sadja Kerdja, akan tetati kerdja Kemasjarakatan. Seseorang jang memproduksi barang untuk keperluan segera bagi dirinja sendiri, untuk mengkonsumsikannja sendiri, mentjiptakan baranghasil, akan tetapi bukan barangdagangan. Sebagai produsen jang memenuhi kebutuhan sendiri ia tidak punja urusan apa² dengan masjarakat.
Akan tetapi untuk memproduksi barangdagangan, seseorang bukan sadja mesti memproduksi barang jang memenuhi sesuatu kebutuhan kemasjarakatan, tetapi kerdjanja sendiri mesti merupakan bagian jang tak terpisahkan dari djumlah keseluruhan kerdja jang dihasilkan oleh masjarakat. Ia mesti tunduk kepada Pembagian Kerdja didalam Masjarakat. Ia tidak merupakan apa-apa tanpa pembagian kerdja lainnja, dan pada pihak dia sendiri diperlukan untuk melengkapi jang lain itu.
Djika kita memandang barangdagangan sebagai nilai, kita memandangnja semata-mata dari satu sudut sebagai kerdja kemasjarakatan jang diwudjudkan, ditetapkan, atau, djika saudara menghendaki, jang terkristalisasi. Dari segi ini barang² tersebut hanja dapat berbeda oleh karena mewakili kwantitet kerdja jang lebih besar atau lebih ketjil, seperti, umpamanja, djumlah kerdja jang lebih besar bisa terkandung dalam suatu saputangan sutera daripada dalam sepotong batubata. Akan tetapi bagaimana orang mengukur kwantitet² kerdja? Dengan waktu jang kerdja itu berlangsung, dengan mengukur kerdja dengan djam, hasil dan sebagainja. Sudah barang tentu, untuk mempergunakan ukuran ini, segala matjam kerdja dikembalikan pada kerdja rata² atau sederhana sebagai satuannja.
Maka kita tiba pada kesimpulan ini. Barangdagangan mempunjai nilai, oleh sebab ia merupakan suatu kristalisasi kerdja kemasjarakatan. Besarnja nilai barang itu, besarnja nilai relatifnja, tergantung pada besar-ketjilnja kwantitet zat kemasjarakatan itu jang terkandung didalamnja; artinja, pada massa relatif kerdja jang dubutuhkan untuk produksinja. Nilai² relatif barangdagangan², karenanja, ditentukan oleh kwantitet² atau djumlah² kerdja, jang masing² terolah, terwudjudkan, tertetapkan didalamnja. Kwantitet² bandingan dari barangdagangan² jang dapat diproduksi dalam waktu kerdja jang sama adalah sama. Atau nilai sesuatu barangdagangan berbanding dengan nilai barangdagangan lainnja sebagai kwantitet kerdja jang tertetapkan dalam jang satu terhadap kwantitet kerdja jang tertetapkan dalam lainnja.
Saja menduga, bahwa banjak diantara saudara akan bertanja, Maka sesungguhnja, adakah perbedaan jang begitu besar, atau sesuatu perbedaan apapun, antara penetapan nilai barangdagangan oleh upah, dengan penetapannja oleh kwantitet relatif kerdja jang diperlukan untuk memproduksinja? Tetapi saudara mesti menjadari, bahwa gandjaran untuk kerdja, dan kwantitet kerdja, adalah hal² jang samasekali berlainan. Tjoba umpamakan, bahwa kwantitet² kerdja jang sama ditetapkan dalam satu quarter gandum dan dalam satu ons emas. Saja mengambil tjontoh ini oleh sebab ia dipergunakan oleh Benjamin Franklin dalam Risalahnja jang pertama, jang diterbitkan dalam tahun 1729 dan berkepala, Penjelidikan Sederhana terhadap Sifat dan Keharusan Uang Kertas, dimana ia, satu dari jang pertama, menemukan sifat sebenarnja dari nilai. Nah. Kita umpamakanlah, bahwa satu quarter gandum dan satu ons emas adalah nilai² jang sama atau ekivalen, oleh sebab keduanja merupakan kristalisasi dari djumlah jang sama kerdja rata², dari sekian hari atau sekian minggu kerdja jang masing² diwudjudkan didalamnja. Dengan demikian menentukan nilai² relatif dari emas dan gandum, apakah kita ada sedikitpun menjinggung upah dari buruh pertanian dan buruh tambang? Samasekali tidak. Kita samasekali membiarkan tak-tentu bagaimana kerdja harian atau mingguan mereka dibajar, atau malahan apakah ada dipergunakan kerdja-upahan samasekali. Djika ja, upah² akan sangatlah tak-samanja. Buruh jang kerdjanja diwudjudkan dalam satu quarter gandum itu mungkin hanja akan menerima dua bushel[7] sadja, dan buruh jang bekerdja dalam tambang mungkin menerima setengah dari satu ons emas itu. Atau, umpamakan upah mereka sama, upah ini bisa menjimpang dalam segala matjam perbandingan dari nilai² barangdagangan jang mereka hasilkan. Ia bisa berdjumlah setengah, sepertiga, seperempat, seperlima, atau bagian perbandingan lainnja dari satu quarter gandum atau satu ons emas itu. Upah mereka, sudah barang tentu, tidak dapat melampaui, tidak dapat melebihi nilai² barangdagangan jang mereka hasilkan, akan tetapi upah² tersebut dapat kurang pada segala matjam tingkat. Upah² mereka akan dibatasi oleh nilai² hasilproduksi, akan tetapi nilai² hasilproduksi mereka tidak akan dibatasi oleh upah. Dan diatas segalanja, nilai², nilai² relatif dari gandum dan emas, umpamanja, akan terbentuk tanpa perhatian apapun terhadap nilai kerdja jang dipakai, artinja, upah. Maka untuk menentukan nilai² barangdagangan dengan Kwantitet relatif dari kerdja jang diwudjudkan didalamnja, adalah sesuatu hal jang berlainan sekali dengan tjara pengulangan untuk menentukan nilai² barangdagangan dengan nilai kerdja, atau dengan upah. Tetapi hal ini akan didjelaskan lebih landjut dalam kelandjutan penjelidikan kita ini.
Dalam menghitung nilai-penukaran barangdagangan kita mesti menambahkan kepada kwantitet kerdja jang dipakai terachir kwantitet kerdja jang sebelumnja diolah kedalam bahan mentah barangdagangan itu, dan kerdja jang dikenakan kepada alat², perkakas, mesin², dan gedung², dengan mana kerdja itu dibantu. Umpamanja, nilai dari sedjumlah benang-kapas adalah kristalisasi dari kwantitet kerdja jang ditambahkan kepada kapas selama proses pemintalan, kwantitet kerdja jang sebelumnja diwudjudkan dalam kapas itu sendiri, kwantitet kerdja jang diwudjudkan dalam batubara, minjak, dan zat² tambahan lainnja jang terpakai, kwantitet kerdja jang tertetapkan dalam mesin-uap, gelendong², gedung pabrik, dan sebagainja. Perkakas² produksi jang sebetulnja disebut begitu, seperti alat², mesin², gedung², berulang-ulang dipakai untuk masa jang lebih pandjang atau lebih pendek selama proses² jang ber-ulang² dalam produksi. Djika mereka terpakai habis sekaligus, seperti halnja dengan bahan mentah, nilai seluruhnja akan segera dipindahkan kebarangdagangan jang dibantunja dalam memproduksikannja. Akan tetapi karena misalnja gelendong hanja aus dengan berangsur-angsur, perhitungan rata² diadakan, jang didasarkan kepada waktu rata² ia tahan, dan ausnja rata² selama masa tertentu, katakanlah sehari. Dengan demikian kita memperhitungkan berapa banjak nilai gelendong itu dipindahkan kebenang jang dipintal se-hari², dan karenanja berapa banjak daripada djumlah seluruh kerdja jang diwudjudkan dalam satu pon benang adalah berkat kwantitet kerdja jang sebelumnja diwudjudkan dalam gelendong itu. Untuk tudjuan kita jang sekarang tidaklah perlu untuk lebih lama berkisar pada soal ini.
Mungkin kelihatannja bahwa djika nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang ditjurahkan kepada produksinja, maka semakin malas orang, atau semakin kaku orang, semakin bernilai barangdagangannja, oleh sebab semakin banjak waktu kerdja jang diperlukan untuk menjelesaikan barangdagangan itu. Tetapi ini akan merupakan kekeliruan jang menjedihkan. Saudara akan mengingat, bahwa saja menggunakan perkataan "kerdja Kemasjarakatan", dan banjak soal terpaut dalam kwalifikasi "Kemasjarakatan" ini. Dalam mengatakan, bahwa nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang tertjurah atau terkristalisasi didalamnja, kita maksudkan kwantitet kerdja jang diperlukan untuk memproduksinja dalam keadaan masjarakat tertentu,dibawah sjarat² rata² kemasjarakatan tertentu dari produksi, dengan intensitet rata² kemasjarakatan tertentu, dan ketjakapan rata² dari kerdja jang digunakan. Sewaktu, di Inggris, perkakas-tenun mesin mulai bersaing dengan perkakas-tenun tangan, hanja separuh dari waktu kerdja sebelumnja dibutuhkan untuk mengubah sedjumlah benang tertentu mendjadi satu yard katun atau kain. Penenun perkakas-tangan jang kasihan itu kini bekerdja tudjuhbelas atau delapanbelas djam sehari, bukan lagi sembilan atau sepuluh djam kerdja jang ia lakukan sebelumnja. Namun hasil dari duapuluh djam kerdjanja kini hanja mewakili sepuluh djam kerdja kemasjarakatan, atau sepuluh djam kerdja jang diperlukan setjara kemasjarakatan untuk pengubahan sedjumlah benang tertentu mendjadi bahan tekstil. Hasil dia dari duapuluh djam itu karenanja tidak mempunjai nilai lebih daripada hasil dia dahulu dari sepuluh djam.
Maka djika kwantitet kerdja, jang diperlukan setjara kemasjarakatan, jang diwudjudkan dalam barangdagangan mengatur nilai-penukarannja, setiap kenaikan kwantitet kerdja jang dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu barangdagangan mesti memperbesar nilainja, seperti setiap pengurangan mesti memperketjilnja.
Djika masing² kwantitet kerdja jang diperlukan untuk memproduksi masing² barangdagangan itu tinggal konstan, maka nilai² relatifnja djuga akan konstan. Akan tetapi tidak demikianlah halnja. Kwantitet kerdja jang diperlukan untuk memproduksi sesuatu barangdagangan terus-menerus berubah dengan adanja perubahan dalam daja produktif dari kerja jang digunakan. Semakin besar daja produktif kerdja, semakin banjak hasilproduksi jang diselesaikan dalam waktu kerdja tertentu, dan semakin ketjil daja produktif kerdja, semakin sedikit hasilproduksi jang diselesaikan dalam waktu jang sama. Djika, umpamanja, dengan pertambahan penduduk telah mendjadi perlu untuk mengerdjakan tanah jang kurang subur, maka djumlah hasilproduksi jang sama hanja akan dapat ditjapai dengan penggunaan kerdja jang lebih besar, dan nilai hasilproduksi pertanian djadinja akan naik. Dilain pihak, djika dengan alat² produksi modern, seorang pemintal mengubah mendjadi benang, selama sehari kerdja, berapa ribu kali daripada djumlah kapas jang ia dapat pintal selama waktu jang sama dengan djentera pemintal, maka teranglah bahwa tiap pon katun akan menjerap beberapa ribu kali lebih sedikit kerdja pemintalan daripada sebelumnja, dan karenanja nilai jang ditambahkan oleh pemintalan kepada setiap pon katun akan mendjadi beribu kali lebih sedikit daripada sebelumnja. Nilai benang akan merosot sesuai dengan itu.
Selain daripada perbedaan kekuatan² alamiah, dan kemampuan bekerdja jang telah diperoleh pada berbagai bangsa, daja produktif kerdja terutama mesti tergantung pada hal² sebagai berikut:
Pertama. Pada sjarat² alamiah dari kerdja, seperti kesuburan tanah, tambang, dan sebagainja;
Kedua. Pada perbaikan madju Kekuatan² Kemasjarakatan dari Kerdja, seperti jang diperoleh dari produksi setjara besar-besaran, konsentrasi kapital dan kombinasi kerdja, pembagian lebih ketjil dari kerdja, mesin², perbaikan tjara², penggunaan alat² kimia dan alat² alamiah lainnja, perpendekan waktu dan djarak dengan djalan perhubungan dan pengangkutan, dan tiap pendapatan lainnja dengan mana ilmu mendesak alat² alamiah untuk melajani kebutuhan kerdja, dan dengan mana watak kemasjarakatan atau koperatif dari kerdja dikembangkan. Semakin besar daja produktif dari kerdja, semakin sedikit kerdja jang ditjurahkan pada sedjumlah hasil produksi tertentu; oleh karena itu semakin ketjil nilai hasilproduksi ini. Semakin ketjil daja produktif dari kerdja, semakin banjak kerdja jang ditjurahkan pada djumlah hasilproduksi jang sama; oleh karena itu semakin besar nilainja. Maka sebagai hukum umum dapat ditetapkan, bahwa:
Nilai² barangdagangan berbanding langsung dengan waktu kerdja jang terpakai dalam memproduksinja, dan berbanding-balik dengan daja produktif dari kerdja jang terpakai.
Sesudah hingga kini hanja berbitjara tentang Nilai, maka saja akan menambahkan beberapa kata tentang Harga, jang merupakan bentuk istimewa dari nilai.
Harga, pada dirinja sendiri, tiada lain daripada pernjataan nilai dalam uang. Nilai segala barangdagangan negeri ini, misalnja, dinjatakan dalam harga emas, sedang di Daratan Eropah terutama dinjatakan dalam harga perak. Nilai emas atau perak, seperti halnja dengan segala barangdagangan lainnja, ditentukan oleh kwantitet kerdja jang perlu untuk menperdapatnja. Saudara² menukarkan djumlah tertentu dari hasilproduksi nasional saudara, dalam mana djumlah tertentu kerdja nasional saudara² terkristalisasi, dengan hasilproduksi dari negara² penghasil emas dan perak, dalam mana djumlah tertentu dari kerdja mereka terkristalisasi. Adalah dengan djalan ini, memang dengan tukar-menukar, bahwa orang beladjar menjatakan dalam emas dan perak nilai² dari segala barangdagangan, jaitu masing² kwantitet kerdja jang ditjurahkan kedalamnja. Dengan memeriksa pernjataan nilai dalam uang setjara agak lebih dekat, atau apa jang sesungguhnja sama, jaitu pengubahan nilai mendjadi harga, orang akan mendapatkan, bahwa ini adalah suatu proses dengan mana orang memberi suatu bentuk jang berdiri-sendiri dan homogen kepada nilai segala barangdagangan, atau dengan mana orang menjatakannja sebagai kwantitet² kerdja kemasjarakatan jang sama. Sedjauh ia hanja merupakan pernjataan nilai dalam uang, harga telah dinamakan "natural price" (harga wajar) oleh Adam Smith, "prix nécessaire" (harga perlu) oleh kaum fisiokrat Perantjis.
Maka apakah hubungan antara nilai dengan harga pasar, atau antara harga wadjar dengan harga pasar? Saudara semua mengetahui, bahwa harga pasar adalah sama untuk segala barangdagangan jang sedjenis, betapapun sjarat² produksi mungkin berbeda bagi produsen setjara seorang². Harga pasar hanja menjatakan djumlah rata² kerdja kemasjarakatan jang diperlukan, dibawah sjarat rata² dari produksi, untuk menjediakan massa tertentu dari barang tertentu bagi pasar. Ia diperhitungkan pada seluruh djumlah barangdagangan dari djenis tertentu.
Hingga disini harga pasar barangdagangan bertepatan dengan nilainja. Dilain pihak, gojangan harga² pasar, kadang² melampaui, kadang² merosot dibawah nilai atau harga wadjar, tergantung pada pasang-surut dari penawaran dan permintaan. Penjimpangan harga pasar daripada nilai berlangsung tiada putusnja, akan tetapi seperti Adam Smith berkata: "Harga wadjar …. Adalah harga sentral, terhadap mana harga segala barangdagangan senantiasa tjenderung. Berbagai peristiwa bisa kadang² membikin harga berangdagangan menggantung djauh diatas harga wadjar, dan kadang² memaksanja malahan agak dibawah harga wadjar. Akan tetapi apapun jang mendjadi rintangan jang menghalangnja menetap pada pusat ketenangan dan kediaman itu harga barangdagangan itu senantiasa tjenderung kepadanja."
Saja sekarang tidak dapat meneliti hal ini. Tjukuplah dikatakan bahwa djika penawaran dan permintaan berimbang, harga pasar dari barangdagangan² akan bersesuaian dengan harga wadjarnja, artinja, dengan nilainja, seperti jang ditentukan oleh masing² kwantitet kerdja jang dibutuhkan untuk memproduksikannja. Akan tetapi penawaran dan permintaan mesti senantiasa tjenderung kepada mengimbangi satu sama lain, sekalipun keduanja melakukannja hanja dengan membalas pergojangan jang satu dengan jang lain, suatu kenaikan dengan suatu penurunan, dan sebaliknja. Djika daripada hanja memperhatikan gelombang se-hari², saudara menganalisa gerakan harga² pasar selama masa jang lebih pandjang, seperti misalnja Tn. Tooke lakukan dalam karangannja Sedjarah Harga², saudara akan melihat, bahwa pergojangan harga² pasar, penjimpangannja dari nilai, naik-turunnja, saling melumpuhkan dan balas-membalas; sehingga terlepas dari akibat monopoli² dan beberapa hal pembatas lainnja jang harus saja lewati sekarang, segala djenis barangdagangan, pukul rata, didjual menurut nilai atau harga wadjar masing². Masa rata² selama mana pergojangan harga² pasar saling balas-membalas adalah berbeda untuk berbagai matjam barangdagangan, oleh sebab dengan djenis jang satu adalah lebih mudah untuk menjesuaikan penawaran kepada permintaan daripada dengan djenis jang lain.
Djika, berbitjara setjara luas, dan meliputi masa jang agak lebih lama, segala djenis barangdagangan terdjual menurut nilainja masing², maka adalah omong-kosong untuk menganggap bahwa laba, bukan dalam hal² ter-sendiri², akan tetapi laba konstan dan jang biasa dari berbagai lapangan-kerdja, berasal dari penambahan pada harga² barangdagangan, atau dari mendjualnja menurut harga jang melampaui dan mengatasi nilainja. Ketidakmasukakalan pengertian ini akan njata djika ia digeneralisasi. Apa jang senantiasa diperoleh sebagai untung oleh seseorang sebagai pendjual akan senantiasa pula terlepas sebagai rugi baginja sebagai pembeli. Tidak ada gunanja untuk mengatakan, bahwa ada orang jang merupakan pembeli tanpa mendjadi pendjual, atau konsumen tanpa mendjadi produsen. Apa jang orang² seperti ini bajarkan kepada kaum produsen, harus mereka perdapat pertama-tama dari produsen² itu dengan tjuma-tjuma. Djika seseorang pertama-tama mengambil uang saudara dan kemudian mengembalikan uang itu sewaktu membeli barangdagangan saudara, saudara tidak akan memperkaja diri saudara dengan mendjual barangdagangan saudara terlalu mahal kepada orang jang itu djuga. Djual-beli sematjam ini bisa mengurangi kerugian, akan tetapi tidak pernah akan membantu dalam mewudjudkan laba.
Maka untuk mendjelaskan sifat umum dari laba, saudara harus bertolak dari dalil bahwa, rata², barangdagangan didjual menurut nilai sebenarnja, dan bahwa laba diperoleh dari pendjualannja menurut nilainja, jaitu, sebanding dengan kwantitet kerdja jang diwudjudkan didalamnja. Djika saudara tidak dapat mendjelaskan laba atas dasar persangkaan ini, saudara tidak akan dapat mendjelaskannja sama sekali. Ini kelihatannja suatu paradoks dan bertentangan dengan pengamatan se-hari². Adalah djuga paradoks, bahwa dunia bergerak sekitar matahari, dan bahwa air terdiri dari dua matjam gas jang sangat mudah menjala. Kebenaran ilmiah selalu merupakan paradoks, djika dipandang dari pengalaman se-hari², jang hanja menangkap wudjud jang mengitju dari hal-ihwal.

VII Tenaga Bekerdja

Sesudah kini, sedjauh apa jang dapat dilakukan setjara sepintas lalu, menganalisa sifat dari Nilai, dari Nilai barangdagangan apapun, kita harus mengalihkan perhatian kita kepada, Nilai chusus dari Kerja. Dan disini kembali saja harus mengedjutkan saudara dengan sesuatu jang nampak sebagai paradoks. Saudara sekalian merasa pasti, bahwa apa jang mereka djual se-hari² adalah Kerdja mereka; bahwa, karenanja, Kerdja mempunyai Harga, dan bahwa, karena harga barangdagangan hanja merupakan pernjataan nilainja dengan uang, maka haruslah pasti ada sesuatu hal seperti Nilai Kerdja. Tetapi, tidak ada sesuatu apa sematjam Nilai Kerdja dalam penerimaan umum dari perkataan itu. Kita telah melihat, bahwa djumlah kerdja-perlu jang terkristalisasi dalam barangdagangan merupakan nilainja. Sekarang, dalam mempraktekkan pengertian tentang nilai ini, bagaimanakah kita dapat menentukan, katakanlah, nilai dari hari-kerdja sepuluh-djam? Berapa banjak kerdja jang terkandung dalam hari itu? Kerdja sepuluh djam. Mengatakan bahwa nilai sehari-kerdja sepuluh-djam adalah sama dengan kerdja sepuluh djam, atau dengan kwantitet kerdja jang terkandung didalamnja, akan merupakan pernjataan pengulangan jang tak berguna dan; tambahan pula, pernjataan omongkosong. Sudah barang tentu, sesudah sekali mendapatkan arti sebenarnja, tetapi jang tersembunji, daripada perkataan "Nilai Kerdja" kita akan sanggup menafsirkan pentrapan nilai jang irrasionil, dan jang kelihatannja mustahil itu, dengan tjara jang sama seperti, sesudah sekali memastikan gerakan sebenarnja dari benda² langit, kita akan sanggup mendjelaskan gerakan²nja jang nampak atau jang hanja merupakan penglihatan pantjaindera.
Apa jang didjual buruh bukanlah langsung Kerdjanja, tetapi Tenaga Bekerdjanja, jang pemakaiannja sementara diserahkannja kepada sikapitalis. Ini adalah sedemikian rupa sehingga, saja tidak mengetahui apakah oleh undang² Inggris akan tetapi pasti oleh beberapa undang² di Daratan Eropa, waktu maksimum ditetapkan untuk mana seseorang dibolehkan mendjual tenaga bekerdjanja. Djika diperbolehkan untuk berbuat demikian untuk masa jang tak terbatas, maka perbudakan akan segera dipulihkan. Pendualan sedemikian, djika misalnja meliputi seumur hidupnja, akan segera membikinnja budak seumur hidup dari madjikannja.
Salah seorang ahli-ekonomi jang tertua dan ahli-filsafat jang paling orisinil dari negeri Inggris-Thomas Hobbes-telah setjara naluri mendapati hal ini, dalam karangannja Leviathan, hal mana tiada terlihat oleh semua pengganti²nja. Ia berkata: "Nilai atau harkat seseorang adalah, seperti dengan semua hal lainnja, harganja: jaitu, sebanjak apa jang akan diberikan untuk Penggunaan Tenaganja".
Dengan bertolak dari dasar ini, kita akan sanggup menentukan Nilai Kerdja seperti halnja dengan segala barangdagangan lainnja.
Akan tetapi sebelum berbuat demikian, kita bisa bertanja, bagaimana gedjala jang gandjil ini muntjul, bahwa kita mendapatkan dipasar segolongan pembeli, jang memiliki tanah, mesin², bahan² mentah, dan alat² penghidupan, jang kesemuanja, ketjuali tanah dalam keadaan liar, merupakan hasil kerdja, dan dilain pihak, segolongan pendjual jang tidak mempunyai apa-apa untuk didjual ketjuali tenaga bekerdja mereka, tangan dan otak mereka jang bekerdja? Bahwa golongan jang satu terus-menerus membeli untuk membikin laba dan memperkaja mereka, sedang golongan lainnja terus-menerus mendjual untuk memperoleh nafkah hidup? Penjelidikan kedalam soal ini akan merupakan penjelidikan kedalam apa jang oleh ahli²-ekonomi disebut "Akumulasi Sebelumnja atau Mula²" akan tetapi jang seharusnja disebut Perampasan Mula². Kita akan mendapatkan bahwa apa jang dinamakan Akumulasi Mula² ini tiada lain berarti daripada suatu rangkaian proses² historis, jang mengakibatkan Peruraian Persatuan Mula² jang ada antara Manusia Bekerdja dengan Perkakas Kerdjanja. Tetapi penjelidikan seperti itu berada diluar pagar pokok-persoalan saja jang sekarang. Pemisahan antara Manusia Kerdja dengan Perkakas Kerdja sekali ditetapkan, maka keadaan seperti itu akan memelihara diri dan memproduksi diri sendiri dalam ukuran jang senantiasa bertambah, sampai suatu revolusi baru dan asasi dalam tjara produksi akan menumbangkannja lagi, dan memulihkan persatuan mula² dalam bentuk historis jang baru.
Maka apakah itu Nilai Tenaga Bekerdja?
Seperti halnja dengan tiap barangdagangan lainnja, nilainja ditentukan oleh kwantitet Kerdja jang perlu untuk memproduksinja. Tenaga bekerdja seseorang hanja ada dalam kepribadiannja jang hidup. Suatu djumlah tertentu bahan² kebutuhan hidup harus dikonsumsikan oleh seseorang supaja tumbuh dan memelihara hidupnja. Akan tetapi manusia, seperti mesin, akan aus, dan harus digantikan oleh orang lain. Disamping djumlah bahan² kebutuhan hidup jang diperlukan untuk pemeliharaan dirinja sendiri, ia menghendaki sedjumlah bahan² kebutuhan lainnja untuk mengasuh sedjumlah anak² tertentu jang akan menggantikannja dipasar kerdja dan untuk mengekalkan ras kaum buruh. Tambahan pula, untuk mengembangkan tenaga bekerdjanja, dan memperoleh ketjakapan tertentu, sedjumlah nilai² lainnja harus dibelandjakan. Untuk tudjuan kita tjukuplah untuk hanja mempertimbangkan kerdja rata², jang ongkos² pendidikan dan perkembangannja merupakan besaran² jang tiada tetap. Namun saja harus mempergunakan kesempatan ini untuk menjatakan bahwa, oleh karena ongkos memproduksi tenaga² bekerdja dari berbagai kwalitet berbeda, nilai² tenaga bekerdja jang dipakai dalam berbagai lapangan-kerdja haruslah berbeda. Teriakan untuk persamaan upah, karenanja, beralas pada suatu kekeliruan dan merupakan suatu keinginan jang gila jang tidak akan pernah terkabulkan. Ia adalah buah dari radikalisme jang palsu dan dangkal jang menerima dalil² dan berusaha menghindari kesimpulan². Atas dasar sistim upah nilai tenaga bekerdja ditentukan seperti halnja dengan tiap barangdagangan lainnja; dan oleh karena djenis berlainan dari tenaga bekerdja mempunjai nilai jang berlainan, atau membutuhkan kwantitet² jang berlainan dari kedja untuk memproduksinja, djenis² itu harus memperoleh harga² jang berlainan dipasar kerdja. Berteriak untuk gandjaran jang sama atau adil atas dasar sistim upah adalah seperti berteriak untuk kemerdekaan atas dasar sistim perbudakan. Apa jang saudara anggap benar atau adil adalah diluar persoalan. Soalnja adalah: Apa jang perlu dan tak terhindarkan dengan sistim produksi tertentu?
Sesudah apa jang telah dikatakan, akan terlihatlah, bahwa nilai tenaga bekerdja adalah ditentukan oleh nilai bahan² kebutuhan jang diperlukan untuk memproduksi, mengembangkan, memelihara, dan mengekalkan tenaga bekerdja.

VIII Produksi Nilai-Lebih

Sekarang misalkan, bahwa djumlah rata² bahan² kebutuhan se-hari² bagi seorang buruh memerlukan enam djam kerdja rata² untuk memproduksinja. Tambahan pula, misalkan, bahwa enam djam kerdja rata² djuga diwjudjudkan dalam kwantitet emas jang sama dengan 3 s. Maka 3 s. akan merupakan Harga, atau pernjataan setjara uang dari Nilai Sehari daripada Tenaga Bekerdja orang itu. Djika ia bekerdja enam djam sehari ia akan menghasilkan sehari suatu nilai jang tjukup untuk membeli djumlah rata² bahan² kebutuhannja se-hari², atau untuk memelihara dirinja sebagai manusia pekerdja.
Akan tetapi orang kita ini adalah buruh-upahan. Karenanja, ia harus mendjual tenaga bekerdjanja kepada seorang kapitalis. Djika ia mendjualnja untuk 3 s. sehari, atau 18 s. seminggu, ia mendjualnja menurut nilainja. Misalkanlah ia seorang pemintal. Djika ia bekerdja enam djam sehari ia akan menambahkan nilai sebanjak 3 s. sehari kepada kapas. Nilai ini, jang saban hari ditambahkannja, akan merupakan ekivalen jang persis untuk upah, atau harga tenaga bekerdjanja, jang diterima saban hari. Akan tetapi dalam hal itu tidak ada nilai-lebih atau hasil-lebih apapun akan pergi kekapitalis. Dan disinilah kita tersandung kepada batunja.
Dalam membeli tenaga bekerdja dari buruh, dan mebajar nilainja, sikapitalis, seperti tiap pembeli lainnja, telah mendapatkan hak untuk mengkonsumsi atau menggunakan barangdagangan jang telah dibeli. Orang mengkonsumsi atau menggunakan sesuatu mesin dengan mendjalankannja. Dengan membajar nilai harian atau mingguan dari tenaga bekerdja buruh, maka sikapitalis memperoleh hak untuk menggunakan atau menjuruh tenaga bekerdja itu bekerdja selama seluruh hari atau minggu. Hari kerdja atau minggu kerdja tentu sadja mempunjai batas² tertentu, akan tetapi ini akan kita periksa lebih teliti kemudian.
Untuk waktu sekarang saja hendak mengalihkan perhatian saudara kepada satu hal jang menentukan.
Nilai tenaga bekerdja ditentukan oleh kwantitet kerdja jang perlu untuk memelihara atau mereproduksinja, akan tetapi penggunaan tenaga bekerdja itu hanja dibatasi oleh daja aktif dan kekuatan djasmaniah buruh. Nilai harian atau mingguan dari tenaga bekerdja adalah samasekali berbeda daripada pemakaian tenaga itu untuk sehari atau seminggu, seperti halnja makanan jang dibutuhkan oleh kuda dan lamanja ia dapat mengangkut penaik kuda berbeda samasekali. Kwantitet kerdja dengan mana nilai tenaga bekerdja buruh dibatasi, samasekali bukan merupakan batas kepada kwantitet kerdja jang bisa dilakukan oleh tenaga bekerdjanja. Ambillah tjontoh pemintal kita itu. Kita telah melihat bahwa, untuk mereproduksi tenaga bekerdjanja se-hari², ia harus se-hari² mereproduksi nilai dari tiga shilling, jang akan dilakukannja dengan bekerdja enam djam sehari. Akan tetapi ini bukan tidak memungkinkan untuk bekerdja sepuluh atau duabelas djam atau lebih sehari. Akan tetapi dengan membajar nilai harian atau mingguan dari tenaga bekerdja pemintal itu, sikapitalis telah mendapatkan hak untuk menggunakan tenaga bekerdja itu selama seluruh hari atau minggu. Maka ia akan menjuruhnja bekerdja, katakanlah, duabelas djam sehari. Diatas dan melampaui enam djam jang diperlukan untuk menggantikan upahnja, atau nilai tenaga bekerdjanja, karenanja, ia akan mesti bekerdja enam djam lagi, jang akan saja sebut djam² kerdja-lebih, kerdja-lebih mana akan merealisasi diri dalam nilai-lebih dan hasil-lebih. Djika misalnja pemintal kita itu, dengan kerdjanja selama enam djam sehari, menambahkan nilai tiga shilling kepada kapas, suatu nilai yang merupakan ekivalen jang persis sama dengan upahnja, ia akan menambahkan nilai enam shilling kepada kapas selama duabelas djam, dan memproduksi kelebihan benang setjara sebanding. Oleh karena ia telah mendjual tenaga bekerdjanja kepada sikapitalis, seluruh nilai-hasilproduksi jang ditjiptakannja adalah kepunjaan sikapitalis, pemilik sementara dari tenaga bekerdjanja. Dengan membajar terlebih dahulu tiga shilling, sikapitalis, karenanja, akan merealisasi nilai sebanjak enam shilling, oleh sebab, dengan membajar terlebih dahulu suatu nilai dalam mana terkristalisasi enam djam kerdja, ia akan menerima kembali suatu nilai dalam mana terkristalisasi duabelas djam kerdja. Dengan mengulangi proses jang sama saban hari, sikapitalis saban hari, sikapitalis saban hari akan membajar terlebih dahulu tiga shilling dan saban hari mengantongi enam shilling, separuh daripadanja akan keluar lagi untuk membajar upah baru, dan jang separuh lagi akan merupakan nilai-lebih, untuk mana sikapitalis tidak membajar pengimbang apa-apa. Pertukaran antara kapital dengan kerdja sematjam inilah jang mendjadi dasar dari produksi kapitalis, atau sistim upah, dan jang selalu harus berakibat dengan pe-reproduksi-an buruh sebagai buruh, dan kapitalis sebagai kapitalis.
Tingkat nilai-lebih, bilamana semua keadaan lainnja tetap tinggal sama, akan bergantung pada perbandingan antara bagian hari kerdja jang perlu untuk mereproduksi nilai tenaga bekerdja dengan waktu-lebih atau kerdja-lebih jang dilakukan untuk sikapitalis. Maka ia akan tergantung pada perbandingan dalam mana hari kerdja diperpandjang diatas dan melebihi ukuran, dengan mengerdjakan mana buruh hanja akan memproduksi nilai tenaga bekerdjanja, atau mengganti upahnja.

IX Nilai-Kerdja

Kita sekarang harus kembali kepada pernjataan, "Nilai atau Harga Kerdja".
Kita telah melihat bahwa, sesungguhnja, ia hanja merupakan nilai dari tenaga bekerdja, diukur dengan nilai² barangdagangan jang perlu untuk pemeliharaannja. Akan tetapi oleh karena buruh menerima upahnja sesudah kerdjanja dilaksanakan, dan tambahan pula mengetahui, bahwa apa jang sesungguhnja ia berikan kepada sikapitalis adalah kerdjanja, nilai atau harga tenaga bekerdjanja mestilah nampak baginja sebagai harga atau nilai dari kerdjanja sendiri. Djika harga tenaga bekerdjanja tiga shilling, dalam mana diwudjudkan enam djam kerdja, dan djika ia bekerdja duabelas djam, ia mestilah menganggap tiga shilling ini sebagai nilai atau harga duabelas djam kerdja, meskipun duabelas djam kerdja ini mewudjudkan dirinja dalam nilai enam shilling. Dua matjam akibat jang timbul dari sini.
Pertama. Nilai atau harga dari tenaga bekerdja memakai rupa sebagai harga atau nilai dari kerdja itu sendiri, meskipun, bitjara setjara teliti, nilai dan harga kerdja adalah istilah² tanpa arti.
Kedua. Meskipun sebagian sadja dari kerdja harian buruh itu dibajar, sedang bagian lainnja tidak dibajar, dan sedangkan kerdja jang tidak dibajar atau kerdja-lebih itu djustru merupakan dana dari mana nilai-lebih atau laba dibentuk, nampaknja seolah-olah kerdja kesemuanja adalah kerdja jang dibajar.
Rupa jang palsu ini membedakan kerdja-upahan dari bentuk² kerdja historis lainnja. Atas dasar sistim upah kerdja tiada berbajar pun nampak sebagai kerdja berbajar. Sebaliknja, dengan budak, bagian dari kerdjanja jang dibajar pun kelihatannja sebagai tiada berbajar. Sudah barang tentu, supaja dapat bekerdja budak harus hidup, dan sebagian dari hari kerdjanja dipakai untuk menggantikan nilai dari pemeliharaan dirinja sendiri. Akan tetapi oleh karena tidak ada dilakukan tawar-menawar antara dia dan tuannja, dan tidak ada tindakan² djual-beli berlangsung antara kedua pihak, maka seluruh kerdjanja nampaknja seperti diberikan begitu sadja dengan tjuma-tjuma.
Dilain pihak, ambillah tani hamba, seperti jang bisa saja katakan, sampai hari kemarin terdapat diseluruh bagian Timur dari Eropa. Petani ini bekerdja, misalnja, tiga hari untuk dirinja atas tanahnja sendiri atau tanah jang dibagikan kepadanja, dan tiga hari berikutnja ia melakukan kerdja paksa dan pertjuma diatas tanah tuannja. Djadi, disini, bagian² kerdja jang berbajar dan tidak berbajar dipisah setjara njata, terpisah dalam waktu dan ruang; dan kaum Liberal kita meluap dengan keberangan moril terhadap faham jang mustahil ini untuk menjuruh orang bekerdja dengan tjuma-tjuma.
Tetapi, sesungguhnja, apakah seseorang bekerdja tiga hari seminggu untuk dirinja atas tanahnja sendiri dan tiga hari dengan tjuma-tjuma atas tanah tuannja, atau apakah ia bekerdja dalam pabrik atau bengkel enam djam sehari untuk dirinja dan enam djam untuk madjikannja, pada hakekatnja sama sadja, meskipun dalam hal belakangan bagian² kerdja jang berbajar dan tidak berbajar satu sama lain bertjampur tak-terpisahkan, dan hakekat seluruh transaksi sepenuhnja diselubungi oleh adanja perantaraan sesuatu perdjandjian kerdja dan bajaran jang diterima pada achir minggu. Kerdja tjuma-tjuma kelihatannja seperti diberikan setjara sukarela dalam tjontoh jang satu, dan setjara paksaan didalam tjontoh lainnja. Inilah jang mendjadi segala perbedaan.
Dalam menggunakan perkataan "nilai-kerdja", saja hanja akan menggunakannja sebagai istilah pasaran populer untuk "nilai tenaga bekerdja".

X Laba Dibikin Dengan Mendjual Barang-Dagangan Menurut Nilainja

Misalkanlah satu djam kerdja rata² terwudjudkan dalam suatu nilai jang sama dengan enam pence, atau duabelas djam kerdja rata² dapat diwudjudkan dalam enam shilling. Selandjutnja, misalkanlah, bahwa nilai kerdja sama dengan tiga shilling atau hasil enam djam kerdja. Dan, djika, dalam bahan mentah, mesin, dan sebagainja, jang terhabiskan dalam sesuatu barangdagangan, duapuluhempat djam kerdja rata² terwudjud, maka nilainja akan berdjumlah duabelas shilling. Djika, tambahan pula, buruh jang dipekerdjakan oleh sikapitalis menambahkan duabelas djam kerdja kepada alat² produksi itu, duabelas djam kerdja ini akan diwudjudkan dalam nilai tambahan sebanjak enam shilling. Maka, nilai total baranghasil itu, akan sebesar tigapuluhenam djam kerdja terlaksana, dan akan sama dengan delapanbelas shilling. Akan tetapi oleh karena nilai kerdja, atau upah jang dibajarkan kepada buruh, hanja akan berdjumlah tiga shilling, tidak ada ekivalen akan dibajarkan oleh sikapitalis untuk enam djam kerdja lebih jang dilakukan oleh buruh, dan jang diwudjudkan dalam nilai barangdagangan itu. Dengan mendjual barangdagangan ini menurut nilainja sebesar delapanbelas shilling, sikapitalis, karenanja, akan merealisasi nilai sebesar tiga shilling, untuk mana ia tak membajarkan ekivalen. Tiga shilling ini akan merupakan nilai-lebih atau laba jang dikantonginja. Djadi sikapitalis akan mewudjudkan laba sebanjak tiga shilling, bukan dengan mendjual barangdagangannja dengan harga jang melebihi dan mengatasi nilainja, akan tetapi dengan mendjualnja menurut nilai sebenarnja.
Nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet total dari kerdja jang terkandung didalamnja. Akan tetapi sebagian dari kwantitet kerdja itu diwudjudkan dalam nilai, untuk mana suatu ekivalen telah dibajarkan dalam bentuk upah; sebagian daripadanja diwudjudkan dalam nilai untuk mana tidak ada dibajarkan suatu ekivalen. Sebagian dari kerdja jang terkandung didalam barangdagangan adalah kerdja berbajar; sebagian adalah kerdja tidak berbajar. Maka, dengan mendjual barangdagangan itu menurut nilainja, jaitu, sebagai kristalisasi kwantitet total kerdja jang ditjurahkan kepadanja, sikapitalis mestilah mendjualnja dengan mendapat laba. Ia bukan sadja mendjual apa jang dibajarnja dengan suatu ekivalen, tetapi ia djuga mendjual sesuatu untuk mana ia tidak membajar apa-apa, meskipun ini berarti ada pengeluaran kerdja bagi buruhnja. Ongkos barangdagangan bagi sikapitalis dan ongkosnja jang sebenarnja adalah hal² jang berlainan. Makaitu, saja ulangi, bahwa laba biasa dan rata² diwudjudkan dengan mendjual barangdagangan tidak diatas, tetapi menurut nilainja sebenarnja.

XI Berbagai Bagian Dalam Mana Nilai-Lebih Teruraikan

Nilai-lebih, atau bagian dari nilai total barangdagangan dalam mana kerdja-lebih atau kerdja tiada berbajar dari buruh diwudjudkan, saja sebut Laba. Seluruh laba itu tidak dikantongi oleh sikapitalis-pengusaha. Monopoli tanah memungkinkan tuantanah untuk mengambil sebagian dari nilai-lebih, dengan nama sewa, apakah tanah dipakai untuk pertanian, bangunan² atau djalan kereta-api, atau untuk maksud produktif lainnja. Dilain pihak, kenjataan bahwa pemilikan perkakas kerdja memungkinkan kapitalis-pengusaha untuk memproduksi nilai-lebih, atau, apa jang pada hakekatnja sama, untuk merampas baginja djumlah tertentu dari kerdja tidak berbajar, memungkinkan pemilik dari alat² kerdja, jang ia pindjamkan seluruhnja atau sebagian kepada kapitalis-pengusaha-memungkinkan, ringkasnja, kapitalis pelepas-uang, untuk menuntut bagi dirinja dengan nama bunga sebagian lain dari nilai-lebih itu, sehingga akan tertinggal bagi kapitalis-pengusaha hanja bagian itu sadja jang dinamakan laba industri atau perdagangan.
Dengan hukum² apa pembagian djumlah total nilai-lebih diantara ketiga golongan orang itu diatur adalah soal jang samasekali asing bagi pokok persoalan kita. Tetapi sebanjak ini adalah akibat daripada apa jang telah dikatakan.
Sewa, Bunga, dan Laba Industri hanja merupakan nama-nama berlainan untuk bagian² berlainan dari nilai-lebih barangdagangan, atau kerdja tidak berbajar jang terkandung didalamnja dan kesemuanja sama² diperoleh dari sumber ini, dan hanja dari sumber ini sadja. Hal tsb. Tidak diperoleh dari tanah seperti itu atau dari kapital seperti itu, akan tetapi tanah dan kapital memungkinkan para pemiliknja untuk mendapatkan bagian masing² dari nilai-lebih jang diperas oleh kapitalis-pengusaha dari buruh. Bagi buruh sendiri adalah soal jang bukan-pokok apakah nilai-lebih itu, hasil daripada kerdja-lebihnja, atau kerdja tidak berbajar, seluruhnja dikantongi oleh kapitalis-pengusaha, atau apakah jang belakangan terpaksa membajarkan bagian² daripadanja, dengan nama sewa dan bunga, kepada pihak² ketiga. Misalkan kapitalis-pengusaha hanja memakai kapitalnja sendiri dan mendjadi tuantanahnja sendiri, maka seluruh nilai-lebih akan masuk dalam kantongnja.
Adalah kapitalis-pengusaha jang langsung memeras dari buruh nilai-lebih ini, biar bagian apapun daripadanja achirnja ia dapat menahan untuk dirinja sendiri. Maka, atas hubungan inilah, hubungan antara kapitalis-pengusaha dengan buruh-upahan, tergantung seluruh sistim upah dan seluruh sistim produksi jang sekarang. Karenanja, beberapa dari saudara² jang mengambil bagian dalam perdebatan kita, adalah keliru ketika mereka berusaha memaniskan soal² dan memperlakukan hubungan asasi ini antara kapitalis-pengusaha dengan buruh sebagai soal nomor dua, meskipun mereka benar dalam menjatakan bahwa, dalam keadaan tertentu, kenaikan harga bisa djadi mengenai kapitalis-pengusaha, tuantanah, kapitalis beruang, dan, djika saudara menghendaki, pemungut padjak, dalam ukuran jang sangat ber-beda².
Konsekwensi jang lain tumbuh daripada apa jang telah dinjatakan.
Bagian dari nilai barangdagangan jang hanja mewakili nilai dari bahan² mentah, mesin², singkatnja, nilai dari alat² produksi jang terpakai, samasekali bukan merupakan penghasilan, akan tetapi hanja menggantikan kapital. Akan tetapi, lain daripada itu, adalah keliru mengatakan bahwa bagian lain dari nilai barangdagangan jang merupakan penghasilan, atau boleh dibajarkan dalam bentuk upah, laba, sewa, bunga, adalah dibentuk oleh nilai upah, nilai sewa, nilai laba, dan sebagainja. Pada tingkat pertama, kita akan mengesampingkan upah, dan hanja membahas laba industri, bunga dan sewa.
Kita baru sadja melihat, bahwa nilai-lebih jang terkandung didalam barangdagangan atau bagian dari nilai barangdagangan dalam mana kerdja tidak berbajar diwudjudkan, memisah diri dalam berbagai petjahan, dengan memakai tiga nama jang berlainan. Akan tetapi adalah samasekali kebalikan dari kebenaran untuk mengatakan, bahwa nilainja tersusun atau terbentuk dengan pendjumlahan dari nilai² jang berdiri sendiri dari ketiga unsur ini.
Djika sedjam kerdja mewudjudkan diri dalam nilai enam pence, djika hari kerdja buruh meliputi duabelas djam, djika separuh dari waktu ini merupakan kerdja tidak berbajar, maka kerdja-lebih itu akan menambahkan kepada barangdagangan nilai-lebih sebanjak tiga shilling, jaitu, nilai untuk mana tidak dibajar suatu ekivalen. Nilai-lebih sebanjak tiga shilling ini merupakan seluruh dana jang oleh kapitalis-pengusaha bisa dibagikan, dalam perbandingan apapun, dengan tuantanah dan pelepas-uang. Nilai tiga shilling ini merupakan batas dari nilai jang mereka harus bagikan diantara mereka. Akan tetapi bukanlah kapitalis-pengusaha jang menambahkan kepada nilai barangdagangan suatu nilai semau-maunja sebagai labanja, jang padanja ditambahkan nilai jang lain bagi tuantanah, dan seterusnja, sehingga pendjumlahan nilai² jang ditetapkan setjara semau-maunja ini akan merupakan nilai total. Maka saudara melihat kekeliruan pikiran umum, jang mentjampur-adukkan peruraian nilai tertentu mendjadi tiga bagian, dengan pembentukan nilai itu dari pendjumlahan tiga nilai jang berdiri sendiri, dengan demikian mengubah nilai keseluruhan itu, dari mana sewa, laba, dan bungan diperoleh, mendjadi djumlah jang sekehendak hati.
Djika laba total jang direalisasi oleh seorang kapitalis sama dengan £100, kita namakan djumlah ini, dipandang sebagai besaran mutlak, banjaknja laba. Akan tetapi djika kita menghitung perbandingan dengan mana djumlah £100 itu berbanding dengan kapital jang dibajarkan terlebih dahulu, kita namakan besaran relatif ini, tingkat laba. Adalah djelas bahwa tingkat laba ini bisa dinjatakan dengan tjara dua.
Misalkanlah £100 itu kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah. Djika nilai-lebih jang ditjiptakan adalah djuga £100-dan ini akan menundjukkan kepada kita bahwa separuh dari hari kerdja buruh terdiri atas kerdja tidak berbajar-dan djika kita mengukur laba ini dengan nilai kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah, kita seharusnja mengatakan bahwa tingkat laba berdjumlah seratus persen, oleh sebab nilai jang dibajarkan terdahulu akan sama dengan seratus dan nilai jang direalisasi akan sebesar duaratus.
Djika, dilain pihak, kita bukan sadja mempertimbangkan kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah, akan tetapi kapital total jang dibajarkan terlebih dahulu, katakanlah, umpamanja, £500, dari mana £400 mewakili nilai bahan² mentah, mesin², dan sebagainja, kita haruslah mengatakan, bahwa tingkat laba hanja sebesar duapuluh persen, oleh sebab laba seratus hanja akan merupakan bagian seperlima dari kapital total jang dibajarkan terlebih dahulu.
Tjara pertama untuk menjatakan tingkat laba hanja satu-satunja jang menundjukkan kepada saudara perbandingan sesungguhnja antara kerdja berbajar dan tidak berbajar, deradjat sesungguhnja dari exploitation (saudara haruslah membolehkan saja menggunakan perkataan Perantjis ini) kerdja. Tjara menjatakan jang lainnja adalah apa jang sudah umum terpakai, dan adalah, memang, sesuai untuk tudjuan² tertentu. Se-tidak²nja, ia adalah sangat berguna untuk menutupi deradjat sikapitalis memeras kerdja tjuma-tjuma dari buruh.
Dalam keterangan² jang masih harus saja berikan, saja akan memakai perkataan Laba untuk seluruh djumlah nilai-lebih jang diperas oleh kapitalis tanpa mengindahkan pembagian nilai-lebih itu diantara berbagai pihak, dan dalam memakai perkataan² Tingkat Laba, saja akan selalu mengukur laba dengan nilai kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah.

XII Hubungan Umum Antara Laba, Upah dan Harga

Kurangkanlah dari nilai barangdagangan nilai jang menggantikan nilai dari bahan² mentah dan alat² produksi lainnja jang terpakai didalamnja, artinja, kurangkanlah nilai jang mewakili kerdja terdahulu jang terkandung di dalamnja, dan sisa dari nilainja akan memisah djadi kwantitet kerdja jang ditambahkan oleh buruh jang dipekerdjakan terachir. Djika buruh itu bekerdja duabelas djam sehari, djika duabelas djam kerdja rata² mengkristalisasi diri dalam sedjumlah emas sebesar enam shilling, nilai tambahan sebesar enam shilling ini adalah nilai satu-satunja jang ditjiptakan oleh kerdjanja. Nilai tertentu ini, jang ditentukan oleh masa kerdjanja, adalah dana satu-satunja dari mana baik ia dan sikapitalis harus menarik bagian atau dividen masing², nilai satu-satunja untuk dibagikan kedalam upah dan laba. Adalah djelas bahwa nilai ini sendiri tidak akan berubah oleh perbandingan jang ber-ubah² dalam mana ia bisa dibagikan antara kedua belah pihak. Djuga tidak akan ada jang berubah djika ditempat seorang buruh ditempatkan seluruh penduduk pekerdja, duabelas djuta hari kerdja, umpamanja, dan bukan satu hari kerdja.
Oleh karena kapitalis dan buruh hanja dapat membagikan nilai terbatas ini, artinja, jang diukur dengan kerdja total dari buruh, maka semakin banjak jang satu mendapat akan semakin kurang lainnja mendapat, dan sebaliknja. Bilamana ada suatu djumlah tertentu, sebagian daripadanja akan bertambah dalam perbandingan sebaliknya dengan berkurangnja bagian lainnja. Djika upah berubah, laba akan berubah dalam djurusan jang bertentangan. Djika upah djatuh, laba akan naik; dan djika upah naik, laba akan djatuh. Djika buruh, pada tjontoh kita jang pertama, mendapat tiga shilling, sama dengan separuh nilai jang ia tjiptakan, atau djika seluruh hari kerdja kerdjanja terdiri atas kerdja jang separuh berbajar, separuh tidak berbajar, maka tingkat laba akan sebesar 100 persen, oleh sebab sikapitalis djuga akan mendapat tiga shilling. Djika buruh hanja menerima dua shilling, atau hanja bekerdja sepertiga dari seluruh hari kerdja untuk dirinja, sikapitalis akan mendapat empat shilling, dan tingkat laba akan mendjadi 200 persen. Djika buruh menerima empat shilling, sikapitalis hanja akan menerima dua, dan tingkat laba akan merosot djadi 50 persen, akan tetapi segala variasi ini tidak akan mengenai nilai barangdagangan. Kenaikan umum upah, karenanja, akan berakibat djatuhnja tingkat umum dari laba, akan tetapi tidak mempengaruhi nilai.
Akan tetapi meskipun nilai² barangdagangan, jang pada achirnja mesti mengatur harga² pasarnja, semata-mata ditentukan oleh kwantitet total kerdja jang tertetapkan didalamnja, dan tidak oleh pembagian kwantitet itu mendjadi kerdja berbajar dan tidak berbajar, ini se-kali² tidak berarti, bahwa nilai² barangdagangan itu satu per satu, atau dari banjak barangdagangan, jang diproduksi selama duabelas djam, misalnja, akan tetap konstan. Djumlah atau massa barangdagangan jang diproduksi dalam waktu kerdja tertentu, atau dengan kwantitet kerdja tertentu, tergantung pada daja produktif dari kerdja jang dipakai, dan tidak pada lama atau pandjangnja. Dengan suatu deradjat daja produktif dari kerdja pemintalan, umpamanja, hari kerdja dari duabelas djam bisa memproduksi duabelas pon benang, dengan deradjat daja produktif jang lebih ketjil hanja dua pon. Maka djika duabelas djam kerdja rata² terwudjud dalam nilai enam shilling, dalam hal jang satu, benang duabelas pon akan berharga enam shilling, dalam hal jang lain benang jang dua pon djuga akan berharga enam shilling. Maka satu pon benang akan berharga enam pence dalam hal jang satu, dan tiga shilling dalam hal lainnja. Perbedaan harga ini berasal dari perbedaan dalam daja produktif dari kerdja jang dipakai. Satu djam kerdja akan terwudjud dalam satu pon benang dengan daja produktif jang lebih besar itu, sedang dengan daja produktif jang lebih ketjil, enam djam kerdja akan terwudjud dalam satu pon benang. Harga satu pon benang dalam hal jang satu hanja enam pence, meskipun upah adalah relatif tinggi dan tingkat laba rendah; ia akan berdjumlah tiga shilling dalam hal lainnja, meskipun upah adalah rendah dan tingkat laba tinggi. Ini akan demikian, oleh sebab harga se-pon benang diatur oleh djumlah total dari kerdja jang terolahkan didalamnja, dan tidak oleh pembagian proporsionil dari djumlah total itu dalam kerdja jang berbajar dan tidak berbajar. Kenjataan jang saja sebutkan sebelumnja, bahwa kerdja berharga-tinggi bisa memproduksi barangdagangan murah dan kerdja berharga-rendah bisa memproduksi barangdagangan jang mahal, karenanja, kehilangan rupanja jang paradoksal. Ia hanja merupakan pernjataan dari hukum umum, bahwa nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang terolahkan didalamnja, dan bahwa kwantitet kerdja jang terolahkan didalamnja tergantung samasekali pada daja produktif dari kerdja jang dipakai, dan, karenanja, akan berubah dengan setiap variasi dalam produktivitet kerdja.

XIII Peristiwa² Utama Tentang Usaha Menaikkan Upah Atau Melawan Penurunannja

Marilah kita sekarang sungguh² memperhatikan peristiwa-peristiwa utama dalam mana kenaikan upah diusahakan atau penurunan upah dilawan.
1. Kita telah melihat, bahwa nilai tenaga bekerdja, atau dalam bahasa jang lebih populer, nilai kerdja, ditentukan oleh nilai dari bahan² kebutuhan, atau kwantitet kerdja jang diperlukan untuk memproduksinja. Maka, djika, dalam suatu negeri tertentu nilai bahan² kebutuhan rata² sehari bagi buruh mewakili enam djam kerdja jang dinjatakan dalam tiga shilling, buruh akan harus bekerdja enam djam kerdja sehari untuk memproduksi ekivalen untuk pemeliharaannja sehari-hari. Djika seluruh hari kerdja berlangsung duabelas djam, sikapitalis akan membajar nilai kerdjanja kepadanja dengan membajarkan tiga shilling kepadanja. Separuh dari hari kerdja akan merupakan kerdja tidak berbajar, dan tingkat laba akan sama dengan 100 persen. Akan tetapi sekarang misalkan bahwa, sebagai akibat dari pengurangan produktivitet, lebih banjak kerdja dibutuhkan untuk memproduksi, katakanlah, djumlah hasilproduksi pertanian jang sama, sehingga harga dari bahan² kebutuhan se-hari² rata² naik dari tiga mendjadi empat shilling. Dalam hal itu nilai kerdja akan naik dengan sepertiga, atau 33½ persen. Delapan djam dari hari kerdja akan diperlukan untuk memproduksi ekivalen untuk pemeliharaan se-hari² dari buruh, menurut tingkat hidupnja jang lama. Maka kerdja-lebih akan merosot dari enam djam mendjadi empat djam, dan tingkat laba dari 100 mendjadi 50 persen. Akan tetapi dalam menuntut kenaikan upah, buruh hanja akan menuntut untuk mendapatkan tambahan nilai kerdjanja, seperti halnja dengan setiap pendjual barangdagangan lainnja, jang, oleh karena bertambahnja ongkos barangdagangannja, berusaha mendapatkan pembajaran untuk tambahan nilainja itu. Djika upah tidak naik, atau tidak tjukup naik, untuk mengimbangi pertambahan nilai² bahan kebutuhan, harga kerdja akan merosot dibawah nilai kerdja, dan tingkat hidup buruh akan bertambah buruk.
Akan tetapi suatu perubahan dapat djuga berlangsung dalam djurusan jang berlawanan. Berkat pertambahan produktivitet kerdja, djumlah jang sama dari bahan² kebutuhan se-hari² rata² bisa merosot dari tiga mendjadi dua shilling, atau hanja empat djam dari hari kerdja, dan bukan enam djam, diperlukan untuk memproduksi ekivalen untuk nilai dari bahan² kebutuhan se-hari². Buruh kini akan sanggup membeli dengan dua shilling bahan² kebutuhan sebanjak seperti dilakukannja sebelumnja dengan tiga shilling. Memang, nilai kerdja akan merosot, akan tetapi nilai jang berkurang itu akan menguasai djumlah barangdagangan jang sama seperti sebelumnja. Maka laba akan naik dari tiga mendjadi empat shilling, dan, tingkat laba dari 100 mendjadi 200 persen. Meskipun tingkat hidup mutlak dari buruh akan tetap tinggal sama, upah relatifnja, dan dengan itu kedudukan sosial relatif daripadanja, akan menurun djika dibandingkan dengan sikapitalis. Djika buruh menentang pengurangan upah relatif itu, ia hanja berusaha untuk mendapatkan sekedar bagian dalam pertambahan daja produktif dari kerdjanja sendiri, dan untuk memelihara kedudukan relatif sebelumnja dalam tangga masjarakat. Demikianlah, sesudah penghapusan Undang² Gandum, dan dengan pelanggaran jang menjolokmata atas djandji² jang paling chidmat jang diberikan selama agitasi anti-undang²-gandum, tuan² pabrik Inggris pada umumnja menurunkan upah dengan sepuluh persen. Perlawanan kaum buruh pada mulanja digagalkan, akan tetapi, sebagai akibat dari keadaan jang sekarang tidak dapat saja bahas, sepuluh persen jang hilang itu kemudian diperdapat kembali.
2. Nilai² bahan kebutuhan dan karenanja nilai kerdja, bisa tetap tinggal sama, akan tetapi suatu perubahan bisa terdjadi dalam harga² uang bahan² tersebut, sebagai akibat dari perubahan terdahulu dari nilai uang.
Dengan penemuan tambang² jang lebih kaja dan sebagainja, dua ons emas bisa, misalnja, membutuhkan tidak lebih banjak kerdja untuk memproduksinja daripada satu ons sebelumnja. Nilai emas karena itu akan berkurang dengan separuh, atau limapuluh persen. Oleh karena nilai dari segala barangdagangan lainnja akan dinjatakan dalam harga jang dua kali sebesar harga² uang sebelumnja, demikian djugalah halnja dengan nilai kerdja. Duabelas djam kerdja, jang sebelumnja dinjatakan dalam enam shilling, kini akan dinjatakan dalam duabelas shilling. Djika upah buruh tetap tinggal tiga shilling, harga uang dari kerdjanja hanja merupakan separuh dari nilai kerdjanja, dan tingkat hidupnja akan sangat merosot. Ini djuga akan terdjadi dalam ukuran jang lebih besar atau ketjil, djika upahnja naik tetapi tidak sebanding dengan djatuhnja nilai emas. Dalam hal jang demikian tidak ada jang akan berubah, baik dalam daja produktif dari kerdja, maupun dalam penawaran dan permintaan, atau dalam nilai². Tidak ada jang akan berubah ketjuali nama² uang dari nilai² itu. Mengatakan bahwa dalam hal jang begitu buruh semestinja djangan menuntut kenaikan proporsionil dari upah, adalah seperti mengatakan bahwa ia harus merasa puas dengan mendapat bajaran dengan nama, sebagai ganti daripada barang². Segala sedjarah jang lampau membuktikan, bahwa bilamana sadja terdjadi kemerosotan uang sematjam itu, maka kaum kapitalis berdjaga-djaga untuk mempergunakan kesempatan ini untuk menipu buruh. Suatu mazhab jang sangat besar dari ahli²-ekonomi politik menjatakan bahwa, sebagai akibat dari penemuan² tambang² emas jang baru, perbaikan pengusahaan tambang² perak, dan penjediaan airraksa jang lebih murah, maka nilai dari logam² berharga telah berkurang lagi. Ini mendjelaskan usaha² umum dan jang serentak di Daratan Eropa untuk kenaikan upah.
3. Kita hingga sekarang memisalkan, bahwa hari kerdja mempunjai batas² tertentu. Tetapi, hari kerdja, pada dirinja sendiri, tak mempunjai batas² jang tetap. Adalah ketjenderungan jang tetap dari kapital untuk meluaskannja sampai kepada batas kemungkinan djasmaniah, oleh sebab, dalam deradjat jang sama, kerdja-lebih, dan, sebagai akibatnja, laba jang timbul daripadanja, akan bertambah. Semakin berhasil kapital untuk memperpandjang hari kerdja, semakin besar djumlah kerdja orang² lain jang akan dirampasnja. Selama abad ketudjuhbelas dan malahan djuga selama bagian duapertiga jang pertama dari abad kedelapanbelas, hari kerdja sepuluh djam adalah hari kerdja jang lazim diseluruh Inggris. Selama perang anti-Jakobin, jang sesungguhnja merupakan perang jang dilakukan oleh baron² Inggris terhadap massa pekerdja Inggris, kapital berpesta pora, dan memperpandjang hari kerdja dari sepuluh mendjadi duabelas, empatbelas, delapanbelas djam. Malthus, jang samasekali tidak akan ditjurigai sebagai seorang jang gampang terharu, menjatakan dalam suatu selebaran, jang diterbitkan kira² tahun 1815, bahwa djika hal sematjam ini akan berlangsung terus, kehidupan nasion akan terserang pada sumbernja sendiri. Beberapa tahun sebelum pemakaian umum dari mesin² pendapatan-baru, kira² tahun 1765, suatu risalah terbit di Inggris dengan nama, Risalah tentang Perusahaan. Penulisnja, jang memakai nama samaran, dan jang merupakan musuh jang njata dari klas buruh, menjerukan perlunja memperluas batas² dari hari kerdja. Diantara tjara² lain untuk maksud ini, ia usulkan adanja rumah² kerdja, jang, katanja, semestinja merupakan "Rumah² Teror." Dan berapa lamanja hari kerdja jang ia adjukan untuk "Rumah² Teror" ini? Duabelas djam, waktu jang persis sama dengan apa jang dinjatakan dalam tahun 1832 oleh kaum kapitalis, ahli²-ekonomi politik, dan menteri² sebagai waktu kerdja jang tidak sadja sedang berlaku akan tetapi jang perlu untuk anak dibawah duabelas tahun.
Dengan mendjual tenaga bekerdjanja, dan ia harus berbuat demikian dalam sistim jang sekarang, buruh menjerahkan kepada kapitalis pemakaian dari tenaga itu, akan tetapi dalam batas² rasionil tertentu. Ia mendjual tenaga bekerdjanja untuk memeliharanja, terlepas daripada ausnja jang wadjar, akan tetapi tidak untuk menghantjurkannja. Dalam mendjual tenaga bekerdjanja menurut nilai harian atau mingguannja, diartikan bahwa dalam satu hari atau satu minggu tenaga bekerdja itu tidak akan dikenakan pemborosan atau pengausan dua hari atau dua minggu. Ambillah suatu mesin seharga £1.000. Djika ia habis terpakai dalam sepuluh tahun ia akan menambahkan £100 setahun kepada nilai barangdagangan jang dalam memproduksinja ia turut membantu. Djika ia terpakai habis dalam lima tahun ia akan menambahkan £200 setahun, atau nilai dari ausnja sadalah berbanding balik dengan waktu dalam mana ia terpakai. Akan tetapi ini memperbedakan manusia pekerdja dengan mesin. Mesin tidak mengaus dalam perbandingan jang persis sama dengan waktu dalam mana ia dipergunakan. Sebaliknja, manusia merosot dalam perbandingan jang lebih besar daripada apa jang nampak dengan penambahan kerdja dengan angka kerdja.
Dalam usaha² mereka untuk mengurangi hari kerdja sampai kepada ukuran rasionil sebelumnja, atau, dimana mereka tidak dapat memaksakan penetapan hukum tentang hari kerdja normal, dengan mentjegah kerdja lembur dengan kenaikan upah, jaitu suatu kenaikan jang bukan hanja sebanding dengan waktu-lebih jang diperas, akan tetapi dalam proporsi jang lebih besar, manusia² pekerdja hanja melakukan kewadjiban kepada diri mereka dan kepada ras mereka. Mereka hanja memberi batas kepada penghisapan sewenang-wenang dari kapital. Waktu adalah ruang untuk perkembangan manusua. Seseorang jang tidak mempunjai waktu jang terluang bagi dirinja sendiri, jang seluruh hidupnja, ketjuali penjelangan djasmaniah semata-mata oleh tidur, makan, dan sebagainja, adalah terserap oleh kerdjanjanja untuk sikapitalis, adalah kurang daripada kuda beban. Ia merupakan mesin semata-mata untuk memproduksi Kekajaan Asing, remuk dalam badan dan kasar dalam djiwa. Sekalipun demikian seluruh sedjarah industri modern menundjukkan, bahwa kapital, djika tidak ditjegah, setjara nekad dan kedjam berusaha melemparkan klas buruh kedalam keadaan jang se-hina²nja ini.
Dalam memperpandjang hari kerdja sikapitalis bisa membajar upah jang lebih tinggi namun masih menurunkan nilai kerdja, djika kenaikan upah tidak bersesuaian dengan bertambah banjaknja kerdja jang diperas, dan bertambah tjepatnja kemerosotan tenaga bekerdja jang diakibatkannja. Ini bisa dilakukan dengan djalan lain. Ahli²-statistik klas tengah akan menerangkan kepada saudara, umpamanja, bahwa upah rata² keluarga pekerdja pabrik di Lancashire telah meningkat. Mereka lupakan, bahwa sebagai ganti dari kerdja laki², kepala keluarga, isterinja dan mungkin tiga atau empat orang anak kini dilemparkan kebawah roda Djagatnath dari kapital, dan bahwa keseluruhan kerdja-lebih jang diperas dari keluarga itu.
Malahan djuga dengan batas² tertentu dari hari kerdja, seperti jang sekarang terdapat dalam segala tjabang industri jang tunduk kepada undang² pabrik, kenaikan upah bisa mendjadi perlu, sekalipun hanja untuk memelihara standar nilai kerdja jang lama. Dengan meninggikan intensitet kerdja, seseorang bisa disuruh mengeluarkan tenaga vital dalam satu djam sebanjak dalam dua djam dahulu. Sampai batas tertentu, ini telah dilakukan dalam tjabang² industri, jang ditempatkan dibawah Undang² Pabrik, dengan mempertjepat mesin², dan dengan semakin besarnja djumlah mesin² jang berdjalan jang kini harus diawasi oleh seseorang. Djika penambahan intensitet kerdja atau massa kerdja jang dikeluarkan dalam sedjam masih berada dalam perbandingan jang agak baik dengan pengurangan pandjangnja hari kerdja, buruh masih akan merupakan pemenang. Djika batas ini dilampaui, ia kehilangan dalam satu bentuk apa jang telah ia tjapai dalam bentuk lain, dan sepuluh djam kerdja bisa djadinja sama merusaknja seperti duabelas djam sebelumnja. Dalam mentjegah ketjenderungan kapital ini, dengan berdjuang untuk kenaikan upah jang bersesuaian dengan kenaikan intensitet kerdja, buruh hanja melawan pemerosotan kerdjanja dan pemerosotan rasnja.
4. Saudara sekalian tahu bahwa, karena sebab² jang sekarang tidak perlu saja terangkan, produksi kapitalis bergerak melalui cyclus periodik tertentu. Ia bergerak melalui keadaan tenang, bertambahnja kegesitan, kemakmuran, perdagangan berlebihan, krisis, dan kemandekan. Harga² pasar dari barangdagangan, dan tingkat laba di pasar, mengikuti fase² ini, kini merosot dibawah tingkat rata², nanti naik diatasnja. Dengan memperhatikan seluruh cyclus, saudara akan mendapatkan bahwa suatu penjimpangan dari harga pasar dikompensasikan oleh jang lain, dan bahwa, dengan mengambil rata² dari cyclus, harga² pasar dari barangdagangan adalah ditentukan oleh nilainja. Baik! Selama fase kemerosotan harga² pasar dan fase² krisis dan kemandekan, buruh, djika tidak terlempar samasekali dari pekerdjaan, akan pasti mengalami penurunan upah. Supaja djangan tertipu, ia harus, biarpun dengan adanja kedjatuhan harga² pasar itu, memperdebatkan dengan kapitalis dalam deradjat perbandingan jang bagaimana penurunan upah mendjadi perlu. Djika, selama fase kemakmuran, sewaktu laba berlebihan diperoleh, ia tidak memperdjuangkan kenaikan upah, ia, dengan mengambil rata² dari satu cyclus industri, malahan tidak akan menerima upah rata², atau nilai kerdjanja. Adalah puntjak ketololan untuk menuntut, bahwa sedang upahnja mestilah terkena oleh fase² djelek dari cyclus, ia harus mengasingkan diri daripada kompensasi selama fase² makmur dari cyclus itu. Pada umumnja, nilai² dari segala barangdagangan hanja direalisasi dengan kompensasi dari harga² pasar jang terusmenerus berubah, jang timbul dari naik turun terusmenerus dari permintaan dan penawaran. Atas dasar sistim jang sekarang, kerdja hanja merupakan suatu barangdagangan seperti lainnja. Makaitu ia harus melalui naik-turun jang sama untuk mendapatkan harga rata² jang bersesuaian dengan nilainja. Adalah gila memperlakukannja sebagai barangdagangan disatu pihak, dan dilain pihak menghendaki supaya ia dibebaskan dari hukum² jang mengatur harga barangdagangan. Budak menerima djumlah perbekalan hidup setjara permanen dan tertentu; tidak demikianlah halnja dengan buruh-upahan. Ia harus berusaha mendapatkan kenaikan upah dalam hal jang satu, kalaupun hanja untuk mendapat kompensasi untuk djatuhnja upah dalam hal jang lain. Djika ia bersabar untuk menerima kemauan, perintah² sikapitalis sebagai hukum ekonomi jang permanen, ia akan mengambil bagian dalam segala kesengsaraan dari budak, tanpa keamanan dari budak.
5. Dalam semua peristiwa jang telah saja tindjau, dan ini perupakan sembilanpuluh sembilan daripada seratus, saudara² telah melihat, bahwa perdjuangan untuk kenaikan upah hanja mengikuti djedjak dari perubahan² terdahulu, dan merupakan buah semestinja dari perubahan² terdahulu dalam djumlah produksi, daja produktif dari kerdja, nilai kerdja, nilai uang, banjaknja atau intensitet kerdja jang diperas, naik-turun harga² pasar, jang tergantung pada naik-turun permintaan dan penawaran, dan sesuai dengan berbagai fase dari cyclus industri, ringkasnja, sebagai reaksi dari kerdja terhadap tindakan sebelumnja dari kapital. Dengan memperlakukan perdjuangan untuk kenaikan upah terlepas dari segala keadaan ini, dengan hanja memandang kepada perubahan upah, dan tidak melihat segala perubahan lainnja darimana ia timbul, saudara bertolak dari dalil jang salah untuk mentjapai kesimpulan² jang salah.

XIV Perdjuangan Antara Kapital Dengan Kerdja dan Hasil-hasilnja

1. Sesudah menundjukkan bahwa perlawanan periodik dipihak kaum buruh menentang penurunan upah, dan usaha² mereka setjara periodik untuk mendapatkan kenaikan upah, adalah tiada terpisahkan dari sistim upah, dan ditetapkan oleh kenjataan disamakannja kerdja dengan barangdagangan, dan karenanja tunduk kepada hukum² jang mengatur gerakan umum dari harga²; sesudah, selandjutnja, menundjukkan, bahwa kenaikan umum dari laba, akan tetapi tidak mempengaruhi harga rata² dari barangdagangan, atau nilai²nja, maka soal jang kini pada achirnja timbul adalah, betapa djauh, dalam perdjuangan jang tiada henti-hentinja ini antara kapital dengan kerdja, jang belakangan ini mempunyai kemungkinan untuk berhasil.
Saja bisa mendjawab dengan suatu generalisasi, dan mengatakan bahwa, seperti halnja dengan segala barangdagangan lainnja, begitu djuga dengan kerdja, harga pasarnja, lama-kelamaan, akan menjesuaikan diri dengan nilainja; bahwa, karenanja, kendati segala gerak naik-turun, dan apapun jang diperbuatnja, buruh setjara rata² hanja akan menerima nilai dari kerdjanja, jang terwudjud dalam nilai tenaga bekerdjanja, jang ditentukan oleh nilai bahan² kebutuhan jang diperlukan untuk pemeliharaan dirinja dan untuk reproduksi dirinja, nilai bahan² kebutuhan mana pada achirnja ditentukan oleh kwantitet kerdja jang dibutuhkan untuk memproduksinja.
Akan tetapi ada beberapa tjiri chusus jang memperbedakan nilai tenaga bekerdja, atau nilai kerdja, dengan nilai segala barangdagangan lainnja. Nilai tenaga bekerdja dibentuk oleh dua unsur--jang satu hanja djasmaniah, jang lain historis atau sosial. Batasnja terachir ditentukan oleh unsur djasmaniah, artinja, untuk memelihara dan me-reproduksi diri, untuk melangsungkan kehidupan djasmaniahnja, klas buruh harus menerima bahan² kebutuhan jang tidak boleh tidak diperlukan untuk hidup dan berkembangbiak. Nilai bahan² kebutuhan itu, karenanja, merupakan batas terachir dari nilai kerdja. Dilain pihak, lamanja hari kerdja djuga dibatasi oleh batas² terachir, kendatipun jang sangat elastis. Batasnja jang terchir ditentukan oleh kekuatan djasmaniah dari buruh. Djika penghabisan kekuatan² vitalnja se-hari² melampaui ukuran tertentu, ia tidak dapat dikerahkan lagi, hari demi hari. Tetapi, seperti telah saja katakan, batas ini adalah sangat elastis. Susul-menjusul jang tjepat daripada angkatan² jang tidak sehat dan berumur pendek akan memenuhi kebutuhan pasar kerdja sama baiknja seperti serangkaian angkatan jang kuat dan berumur pandjang.
Ketjuali unsur djasmaniah se-mata² ini, nilai kerdja di-tiap² negeri ditentukan oleh tingkat hidup tradisionil. Ini bukan hanja kehidupan djasmaniah, akan tetapi adalah pemuasan dari kebutuhan² tertentu jang timbul dari keadaan masjarakat dalam mana manusia ditempatkan dan dibesarkan. Tingkat hidup Inggris bisa dikembalikan kepada tingkat hidup Irlandia; tingkat hidup petani Djerman kepada tingkat petani Livonia. Bagian penting jang dimainkan dalam hal ini oleh tradisi historis dan kebiasaan kemasjarakatan, dapat saudara peladjari dari karja Tn. Thornton tentang Penduduk-lebih, dimana ia menundjukkan bahwa upah rata² diberbagai daerah pertanian Inggris masa kini masih berbeda sedikit banjaknja sesuai dengan keadaan jang sedikit banjaknja menguntungkan dalam mana daerah² tersebut muntjul dari keadaan perhambaan.
Unsur historis atau sosial ini, jang masuk kedalam nilai kerdja, bisa diperluas, atau disusutkan, atau ditiadakan samasekali, sehingga tidak ada lagi jang tinggal ketjuali batas djasmaniah. Selama masa perang anti-Jakobin, jang dilangsungkan, seperti jang lazimnja dikatakan situa George Rose, itu tukang makan padjak dan tukang luntang-lantung jang tak dapat diperbaiki lagi, untuk menjelamatkan keenakan² agama kita jang sutji daripada serbuan orang² Perantjis jang tak beriman, maka petani Inggris jang djudjur, jang diperlakukan dengan begitu lembut dalam suatu bab kita jang terdahulu, menekan upah buruh pertanian malahan sampai dibawah minimum djasmaniah se-mata² itu, akan tetapi megembalikan melalui Undang² Miskin selebihnja jang diperlukan untuk kelangsungan djasmaniah dari rasnja. Ini adalah djalan jang agung untuk mengubah buruh-upahan mendjadi budak, dan tokoh pemilik tanah jang angkuh dari Shakespeare mendjadi fakir miskin.
Dengan membandingkan tingkat upah atau nilai kerdja diberbagai negeri dan dengan membandingkannja pada berbagai zaman sedjarah dalam negeri jang sama, saudara akan mendapatkan bahwa nilai kerdja itu sendiri bukanlah suatu besaran jang tetap, akan tetapi jang variabel, sekalipun dengan memisalkan nilai² segala barangdagangan lainnja sebagai jang tetap tinggal konstan.
Perbandingan jang sama akan membuktikan, bahwa bukan sadja tingkat pasar dari laba berubah, akan tetapi tingkat rata²nja.
Akan tetapi mengenai soal laba, tidaklah ada hukum jang menetapkan minimumnja. Kita tidak dapat mengatakan apa batas terachir dari pengurangannja. Dan mengapa kita tidak dapat menetapkan batas itu? Oleh sebab, meskipun kita dapat menetapkan minimum dari upah, kita tidak dapat menetapkan maksimumnja. Kita hanja dapat mengatakan bahwa, bila ada suatu penentuan dari batas² hari kerdja, maksimum laba bersesuaian dengan minimum djasmaniah dari upah; dan bahwa bila ada suatu penentuan dari upah, maksimum laba bersesuaian dengan perpandjangan hari kerdja dalam suatu ukuran jang dapat dipersesuaikan dengan kekuatan² djasmaniah dari buruh. Maka, maksimum laba, dibatasi oleh minimum djasmaniah dari upah dan maksimum djasmaniah dari hari kerdja. Adalah njata, bahwa antara kedua batas dari tingkat laba maksimum variasi dalam djumlah jang sangat besar adalah mungkin. Penentuan tingkat sesungguhnja hanja diselesaikan oleh perdjuangan jang terus-menerus antara kapital dengan kerdja, dimana sikapitalis senantiasa tjenderung kepada penurunan upah sampai kepada minimum djasmaniah, dan memperpandjang hari kerdja sampai kepada maksimum djasmaniah, sedang buruh senantiasa mendesak kearah jang bertentangan.
Masalah ini djadinja adalah soal kekuatan masing² dari pihak-pihak jang berlawanan itu.
2. Mengenai soal pembatasan hari kerdja di Inggris, seperti halnja disemua negeri lainnja, ini tidak pernah diselesaikan ketjuali dengan tjampurtangan perundang-undangan. Tanpa tekanan terus-menerus kaum buruh dari luar tjampurtangan itu tidak akan pernah berlangsung. Akan tetapi biar bagaimanapun, hasil tidak akan tertjapai dengan penjelesaian sendiri² antara buruh dengan kapitalis. Djustru kebutuhan akan adanja aksi politik umum ini memberi bukti, bahwa dalam aksinja ekonomi se-mata² kapital adalah pihak jang lebih kuat.
Mengenai batas² dari nilai kerdja, penjelesaian sesungguhnja selalu tergantung pada penawaran dan permintaan, saja maksud permintaan akan kerdja dari pihak kapital, dan penawaran kerdja oleh buruh. Di-negeri² kolonial hukum penawaran dan permintaan menguntungkan buruh. Makaitu terdapat tngkat upah jang relatif tinggi di Amerika Serikat. Kapital bisa disana berusaha sekeras-kerasnja. Ia tidak dapat menghindarkan pasar kerdja daripada pengosongan terus-menerus oleh perusahaan terus-menerus dari buruh-upahan mendjadi petani jang merdeka dan berdiri sendiri. Kedudukan buruh-upahan untuk bagian jang sangat besar dari orang Amerika hanja merupakan masa pertjobaan, jang pasti mereka tinggalkan dalam djangka-waktu jang lebih lama atau lebih pendek. Untuk memperbaiki keadaan kolonial ini, Pemerintah Inggris, sebagai bapak, menerima untuk beberapa waktu apa jang dinamakan teori kolonisasi modern, jang terdiri atas penetapan harga tinggi buatan atas tanah koloni, untuk menghindarkan pengubahan jang terlalu tjepat dari buruh-upahan mendjadi petani merdeka.
Akan tetapi sekarang marilah kita perhatikan negeri² beradab tua, dimana kapital menguasai seluruh proses produksi. Ambillah, misalnja, kenaikan upah pertanian di Inggris dari tahun 1849 sampai tahun 1859. Apa akibatnja? Kaum petani tidak dapat, seperti teman kita Weston mungkin akan menasehatkan kepada mereka, menaikkan nilai gandum, malahan djuga tidak harga² pasarnja. Sebaliknja, mereka harus mengalah kepada penurunannja. Akan tetapi selama sebelas tahun ini mereka memasukkan mesin² dari segala djenis, menggunakan tjara-tjara jang lebih ilmiah, mengubah sebagian dari tanah garapan mendjadi padang rumput, menambah besarnja perusahaan pertanian, dan beserta ini ukuran dari produksi, dan dengan proses ini dan jang lain mengurangi permintaan akan kerdja dengan memperbesar daja produktifnja, membuat penduduk agraria kembali berlebihan setjara relatif. Ini adalah tjara umum dengan mana berlangsung, dengan lebih tjepat atau lebih lambat, reaksi kapital terhadap kenaikan upah di-negeri² jang tua, dan menetap. Ricardo dengan tepat menjatakan, bahwa mesin² senantiasa bersaing dengan kerdja, dan kadang-kadang hanja dapat mulai dipergunakan bilamana harga kerdja telah mentjapai suatu puntjak tertentu, akan tetapi pemakaian mesin² hanja merupakan salah satu tindakan daripada banjak tjara untuk menambah daja produktif dari kerdja. Perkembangan jang sama ini djuga, jang membuat kerdja biasa berlebihan setjara relatif, menjederhanakan dilain pihak kerdja terlatih, dan dengan demikian menjusutkan harganja.
Hukum jang sama terdapat dalam bentuk jang lain. Dengan perkembangan daja produktif dari kerdja akumulasi kapital akan dipertjepat, malahan sekalipun ada tingkat upah jang relatif tinggi. Dari sini, orang bisa menarik kesimpulan, seperti Adam Smith, jang pada zamannja industri modern masih berada dalam masa kanak²nja, memang menjimpulkan, bahwa pertjepatan akumulasi kapital mesti mengubah imbangan untuk keuntungan buruh, dengan menimbulkan pertambahan permintaan akan kerdja. Dari pokok pendirian jang sama ini banjak penulis, jang hidup dalam waktu jang sama, merasa heran bahwa, mengingat pertumbuhan kapital Inggris selama duapuluh tahun belakangan ini jang begitu djauh lebih tjepat daripada pertumbuhan penduduk Inggris, upah tidak mendjadi lebih dipertinggi. Akan tetapi bersamaan dengan kemadjuan akumulasi suatu perubahan progresif berlangsung dalam komposisi kapital. Bagian dari keseluruhan kapital jang terdiri dari kapital-tetap, mesin², bahan² mentah, alat-alat produksi dalam segala matjam bentuk, bertambah setjara progresif djika dibandingkan dengan bagian lain dari kapital, jang diperuntukkan untuk upah atau untuk pembelian kerdja. Hukum ini telah dikemukakan dengan tjara jang agak tepat oleh Tuan Barton, Ricardo, Sismondi, Profesor Richard Jones, Profesor Ramsay, Vherbuliez, dan lain-lainnja.
Djika perbandingan dari kedua unsur kapital ini mulanja adalah satu lawan satu, ia akan mendjadi lima lawan satu, dan seterusnja, dalam kemadjuan industri. Djika dari keseluruhan kapital sebanjak 600, 300 adalah diperuntukkan untuk perkakas², bahan² mentah, dan sebagainja, dan 300 untuk upah, keseluruhan kapital hanja perlu dilipat-duakan untuk mentjiptakan permintaan akan 600 orang pekerdja sebagai ganti dari 300. Akan tetapi djika dari suatu kapital sebanjak 600, 500 adalah diperuntukkan untuk mesin², bahan-bahan, dan sebagainja, dan hanja 100 untuk upah, kapital jang sama harus bertambah dari 600 mendjadi 3.600 untuk mentjiptakan permintaan akan 600 orang pekerdja sebagai ganti dari 300. Maka dalam kemadjuan industri permintaan akan kerdja tidak sedjadjar dengan akumulasi kapital. Ia akan masih bertambah, akan tetapi bertambah dalam perbandingan jang senantiasa berkurang djika dibandingkan dengan pertambahan kapital.
Beberapa tjatatan ini tjukup untuk menundjukkan, bahwa perkembangan ini sendiri dari industri modern mestilah mengubah neratja setjara progresif untuk keuntungan kapitalis melawan buruh, dan bahwa sebagai akibatnja ketjenderungan umum dari produksi kapitalis bukanlah untuk menaikkan, akan tetapi untuk mendjatuhkan tingkat rata² dari upah, atau untuk mendesak nilai kerdja sedikit banjaknja kepada batas minimumnja. Dengan adanja ketjenderungan hal² seperti itu dalam sistim ini, apakah ini berarti bahwa klas buruh seharusnja melepaskan perlawanannja terhadap pelanggaran² dari kapital, dan meniadakan usaha² mereka untuk mempergunakan se-baik²nja kesempatan² sewaktu-waktu untuk perbaikan sementara bagi mereka? Djika mereka berbuat demikian, mereka akan merosot mendjadi satu massa tubuh² rosokan jang rata jang tak dapat diselamatkan lagi. Saja kira, bahwa saja telah menundjukkan, bahwa perdjuangan mereka untuk tingkat upah adalah kedjadian jang tak terpisahkan daripada seluruh sistim upah, bahwa dalam 99 hal dari 100, usaha² mereka untuk kenaikan upah, hanja merupakan usaha² untuk mempertahankan nilai kerdja tertentu, dan bahwa keharusan memperdebatkan harganja dengan kapitalis adalah terkandung dalam keadaan mereka jang seharusnja mendjual diri karena terpaksa, sebagai barangdagangan. Dengan setjara pengetjut menjerah dalam bentrokan mereka se-hari² melawan kapital, mereka pastilah akan membikin diri mereka tidak tjakap untuk memulai gerakan apapun jang lebih besar.
Bersamaan dengan itu, dan samasekali terlepas dari perhambaan umum jang terpaut dalam sistim upah, klas buruh seharusnja djangan membesar-besarkan bagi diri mereka kesudahan dari perdjuangan se-hari² ini. Mereka seharusnja djangan melupakan, bahwa mereka adalah berdjuang melawan akibat, akan tetapi tidak melawan sebab dari akibat itu; bahwa mereka memperlambat gerakan menurun, akan tetapi tidak mengubah arahnja; bahwa mereka menggunakan obat untuk meringankan penjakit, dan bukan untuk menjembuhkan penjakit. Maka mereka seharusnja djangan se-mata² tenggelam dalam perlawanan² gerilja jang tak terhindarkan ini, jang tiada putus-putusnja timbul dari pelanggaran² jang tiada henti-hentinja dari kapital atau perubahan² dari pasar. Mereka seharusnja memahami bahwa, dengan segala kesengsaraan jang ditimpakannja kepada mereka, sistim jang sekarang, bersamaan waktu, melahirkan sjarat² materiil dan bentuk² sosial jang diperlukan untuk pembangunan kembali ekonomi masjarakat. Sebagai ganti dari sembojan kolot, "Upah harian jang lajak untuk kerdja harian jang lajak!" mereka seharusnja melukiskan sembojan revolusioner, "Penghapusan sistim upah!" pada pandji mereka.
Sesudah uraian jang sangat pandjang dan, saja chawatir, mendjemukan ini jang terpaksa saja lakukan untuk memberi penghargaan sekedarnja kepada pokok pembitjaraan, saja akan menjudahi uraian saja ini dengan mengusulkan resolusi² sebagai berikut:
Pertama. Kenaikan umum dalam tingkat upah akan berakibat penurunan dari tingkat umum dari laba, akan tetapi, berbitjara setjara luas, tidak mempengaruhi harga² barangdagangan.
Kedua. Ketjenderungan umum dari produksi kapitalis bukanlah untuk menaikkan, tetapi untuk mendjatuhkan tingkat rata² dari upah.
Ketiga. Serikatburuh² bekerdja baik sebagai pusat-pusat perlawanan terhadap pelanggaran² dari kapital. Mereka gagal sebagian karena penggunaan jang tak bidjaksana dari tenaga mereka. Mereka gagal pada umumnja karena pembatasan diri mereka pada perang gerilja melawan akibat² dari sistim jang ada, dan bukan, bersamaan dengan itu, berusaha untuk mengubahnja, dan menggunakan kekuatan-kekuatan mereka jang terorganisasi sebagai pengungkit guna emansipasi terachir dari klas buruh, jaitu, penghapusan terachir daripada sistim upah.

Catatan

1) John Weston, seorang buruh Inggris, mempertahankan dalil-dalam Dewan Umum Perhimpunan Kaum Buruh Internasional-bahwa upah² jang lebih tinggi tidak akan dapat memperbaiki keadaan kaum buruh dan bahwa serikatburuh² haruslah dianggap mempunyai pengaruh jang merusak.-Red.
2) Mata-uang Inggris jalah: pound sterling (£), shilling (s) dan pence (d) £1 = 20 s dan 1s = 12d-Red. JP.
3) Dalam bahsa Inggris terdapat permainan kata: spoon = sendok; spoony = pandir, tolol-Red. JP.
4) Undang² Maksimum: Diberlakukan dalam tahun 1793, sewaktu revolusi burdjuis Perantjis, oleh Konvensi Jakobin. Didalamnja ditetapkan batas² harga tertentu untuk barangdagangan dan upah maksimum.-Red.
5) Suatu kesilapan dipihak Marx. Ia maksudkan ahli-ekonomi Inggris Newmarch-Red.
6) 1 quarter = 2,908 H.L.-Red J.P.
7) 1 bushel = 36.368 liter-Red. JP.
8) Adam Smith, The Wealth of Nations, Djilid I, Bab VII, hlm. 57, New York 1931-Red.
9) "Labouring Power"-dalam terdjemahan Kapital dalam bahasa Inggris jang diakui sah, dipergunakan perkataan "Labour Power" (tenagakerdja), -Red. J.P.
10) Lihat Kapital, D. I, Bab XXXIII, hlm. 765, tjatatan 1):
"Kita disini membitjarakan Koloni² sebenarnja, tanah² jang belum didjamah, jang dikolonisasi oleh pendatang² jang bebas. Amerika Serikat, setjara ekonomi, masih sadja merupakan suatu Koloni dari Eropa. Tambahan pula, kedalam golongan ini termasuk djuga sebangsa perkebunan² tua dimana penghapusan perbudakan telah mengubah samasekali keadaan sebelumnja." Semendjak tanah di-negeri² kolonial dimana-mana telah diubah dengan kekerasan mendjadi milik perseorangan, buruh-upahan disana telah dirampas kemungkinan untuk mendjadi produsen²> jang berdiri sendiri. -Red.