Saudara²,
Sebelum memulai dengan pokok persoalan, perkenankanlah saja mengemukakan beberapa keterangan pendahuluan.
Sekarang di Daratan Eropa sedang bersimaharadjalela wabah pemogokan
dan pekikan umum untuk kenaikan upah. Soal ini akan muntjul pada Kongres
kita. Saudara² sebagai pimpinan dari Perhimpunan Internasional ini,
seharusnja sudah menetapkan pendirian mengenai soal jang utama ini. Maka
bagi saja sendiri, saja anggap adalah kewadjiban saja untuk membahas
persoalan ini sepenuhnja, sekalipun dengan risiko akan membuat kesabaran
saudara² mengalami udjian jang berat.
Lagi suatu keterangan pendahuluan perlu saja sampaikan bertalian
dengan Saudara Weston. Dia tidak sadja mengusulkan pendapat² kepada
saudara², akan tetapi telah membelandjakan dimuka umum, pada sangkanja,
demi kepentingan klas pekerdja, dan jang diketahuinja akan sangat tidak
disukai oleh klas pekerdja.
Manifestasi keberanian moril sedemikian semestinjalah kita sekalian
hormati setingginja. Saja harap bahwa, kendati gaja jang tidak
di-bunga²I dari risalah saja ini, pada achir risalah ini Saudara Weston
akan mendapatkan saja bersesuaian dengan apa jang pada hemat saja
merupakan pikiran jang benar pada dasar dalil² Saudara Weston itu, akan
tetapi jang dalam bentuknja jang sekarang tidak boleh tidak saja anggap,
dalam teori, keliru dan dalam praktek, berbahaja.
Sekarang saja akan segera mulai dengan masalah jang kita hadapi.
I (Produksi dan Upah)
Alasan Saudara Weston sesungguhnja bersandar pada dua dalil: pertama, bahwa banjaknja produksi nasional adalah suatu hal jang tetap, suatu kwantitet atau besaran konstan, seperti jang mungkin dikatakan oleh ahli² ilmu pasti; kedua, bahwa banjaknja upah riil, jaitu, upah diukur dengan banjaknja barang² jang dapat dibelikannja, adalah djumlah jang tetap, suatu besaran jang konstan.
Sekarang, pertanjaannja jang bertama teranglah salah. Tahun demi
tahun saudara melihat, bahwa nilai dan banjaknja produksi bertambah,
bahwa daja peoduktif dari kerdja nasional bertambah, dan bahwa djumlah
uang jang diperlukan untuk memperedarkan produksi jang bertambah ini
selalu berubah. Apa jang benar pada achir tahun, dan pada berbagai tahun
diperbandingkan satu sama lain, adalah benar untuk setiap hari rata²
dalam tiap tahun. Djumlah atau besarnja produksi nasional selalu
berubah. Ia bukanlah suatu besaran jang konstan akan tetapi variabel, dan selain daripada perubahan² dalam penduduk, semestinjalah begitu, oleh sebab adanja perubahan jang terus-menerus dalam akumulasi kapital dan daja produktif dari kerdja. Adalah sama sekli benar, bahwa djika hari ini berlangsung kenaikan dalam tingkat umum upah, maka kenaikan tersebut, apapun akibatnja lebih djauh, pada sendirinja, tidaklah segera mengubah djumlah produksi. Ia, per-tama², akan bertolak pada keadaan jang sedang berlaku. Akan tetapi djika sebelum kenaikan upah produksi nasional adalah variabel, dan tidak tetap, maka ia akan terus variabel dan tidak tetap sesudah ada kenaikan upah.
Akan tetapi misalkan djumlah produksi nasional konstan dan bukan variabel.
Dalam hal inipun, apa jang dianggap teman kita Weston sebagai
kesimpulan jang logis masih tetap merupakan pernjataan jang tidak
beralasan. Djika saja mempunyai djumlah tertentu, misalnja delapan,
batas² absolut dari djumlah ini tidak menghalangi bagian-bagiannja untuk mengubah batas² relatif
bagian² itu. Djika laba enam dan upah dua, upah boleh bertambah
mendjadi enam dan laba berkurang mendjadi dua, dan djumlah seluruhnja
masih tetap delapan. Djadi djumlah tetap dari produksi sekali-kali tidak
membuktikan adanja djumlah upah jang tetap. Maka bagaimana teman kita
Weston membuktikan ketetapan ini? Dengan menjatakannja.
Akan tetapi sekalipun diterima pernjataannja, ini akan melipat kedua
djurusan, sedang dia hanja menekannja kesatu djurusan. Djika djumlah
upah merupakan besaran jang konstan, maka ia tak dapat dinaikkan atau
diturunkan. Maka, djika dalam memaksakan kenaikan upah sementara, kaum
buruh berlaku tolol, kaum kapitalis, dalam memaksakan turunnja upah
sementara, akan bertindak tidak kurang tololnja. Teman kita Weston tidak
membantah bahwa, dalam keadaan tertentu, kaum buruh dapat
memaksakan kenaikan upah, akan tetapi oleh sebab djumlahnja sudah
kodratnja tetap, maka mestilah ia disusul oleh suatu reaksi. Dilain
pihak, dia djuga tahu bahwa kaum kapitalis dapat memaksakan
turunnja upah, dan, sesungguhnja, selalu berusaha untuk memaksakannja.
Sesuai dengan prinsip ketetapan upah, maka suatu reaksi seharusnja
menjusul dalam hal ini, tidak kurang daripada dalam hal jang pertama.
Karena itu kaum buruh jang mengadakan reaksi terhadap usaha, atau
tindakan, penurunan upah, adalah bertindak tepat. Karena itu mereka akan
bertindak tepat dengan memaksakan kenaikan upah, oleh sebab setiap reaksi terhadap penurunan upah adalah aksi untuk kenaikan upah. Sesuai dengan prinsip Saudara Weston sendiri tentang ketetapan upah, maka kaum buruh, dalam keadaan tertentu, seharusnjalah bergabung dan berdjuang untuk kenaikan upah.
Djika dia membantah kesimpulan ini, maka dia melepaskan dalil, jang
menimbulkan kesimpulan ini. Dia tidak boleh mengatakan bahwa djumlah
upah adalah kwalitet konstan, akan tetapi bahwa, meskipun upah tidak dapat dan tidak boleh meningkat, upah dapat dan boleh turun,
bilamana kapital suka menurunkannja. Djika si kapitalis suka menjuruh
saudara makan kentang sebagai ganti dari daging, dan haver sebagai ganti
dari gandum, maka saudara harus menerima kemauannja sebagai hukum
ekonomi politik, dan tunduk kepadanja. Djika disesuatu negeri tingkat
upah lebih tinggi daripada dinegeri jang lain, umpamanja, di Amerika
Serikat lebih tinggi daripada di Inggris, maka saudara harus menerangkan
perbedaan tingkat upah ini oleh sebab adanja perbedaan antara kemauan
kapitalis Amerika dan kemauan kapitalis Inggris, suatu tjara jang pasti
sangat menjederhanakan bukan sadja studi tentang gedjala² ekonomi, akan
tetapi tentang segala gedjala lainnja.
Akan tetapi begitupun, kita masih bisa bertanja, mengapa
kemauan kapitalis Amerika berbeda dengan kemauan kapitalis Inggris? Dan
untuk mendjawab pertanjaan ini saudara harus melampaui wilajah kemauan.
Seorang pendeta bisa menerangkan kepadaku bahwa Tuhan mau sesuatu hal
di Perantjis, dan hal lain di Inggris. Djika saja minta kepadanja untuk
menerangkan keduaan kemauan ini, dia barangkali, dengan tiada malu, akan
mendjawab, bahwa Tuhan mau mempunjai satu kemauan di Perantjis dan satu
kemauan lain di Inggris. Akan tetapi teman kita Weston tentu bukan
orang jang akan mengadjukan alasan, jang begitu mengingkari samasekali
segala akal sehat.
Kemauan kapitalis sudah pasti adalah untuk mengambil sebanjak mungkin. Jang harus kita lakukan bukanlah membitjarakan kemauannja, akan tetapi menjelidiki kekuasaannja, batas² kekuasaan itu, dan watak dari batas² itu.
II (Produksi, Upah, Laba)
Piidato jang dibatjakan Saudara Weston kepada kita bisa diringkaskan dalam beberapa kalimat.
Segala alasan²nja pada pokoknja adalah sebagai berikut; Djika klas buruh memaksa klas kapitalis membajar lima shilling[2]
dan bukan empat shilling dalam bentuk upah uang, maka kaum kapitalis
akan membalas dengan nilai empat shilling dalam bentuk barangdagangan
dan bukan nilai lima shilling. Klas buruh akan harus membajar lima
shilling untuk sesuatu jang, sebelum kenaikan upah, mereka beli dengan
empat shilling. Akan tetapi mengapa begitu? Mengapa kaum kapitalis hanja
mengambalikan nilai empat shilling untuk lima shilling? Oleh sebab
djumlah upah adalah tetap. Akan tetapi mengapa ia tetap pada
barangdagangan senilai empat shilling? Mengapa tidak tiga, atau dua,
atau djumlah apa sadja jang lain? Djika batas djumlah upah ditetapkan
dengan hukum ekonomi, terlepas baik dari kemauan kapitalis maupun
kemauan buruh, soal pertama jang harus Saudara Weston lakukan adalah
menjatakan hukum itu dan membuktikannja. Dan lagi, dia harus membuktikan
bahwa djumlah upah jang sesungguhnja dibajarkan pada setiap waktu
senantiasa bersesuaian tepat dengan djumlah upah seharusnja, dan tidak
pernah menjimpang daripadanja. Djika, dilain pihak, batas tertentu dari
djumlah upah didasarkan pada kemauan se-mata² dari kapitalis,
atau batas² dari keserakahannja, maka ini adalah batas jang
sewenang-wenang. Tidak ada sesuatu keharusan apapun didalamnja. Ia boleh
diubah oleh kemauan kapitalis, dan karenanja boleh diubah bertentangan dengan kemauannja.
Saudara Weston mengilustrasikan teorinja dengan menerangkan kepada
saudara bahwa djika sebuah basi berisikan sup dalam kwantitet tertentu,
jang akan dimakan oleh sedjumlah orang tertentu, maka bertambah lebarnja
sendok² tidaklah akan menghasilkan bertambah banjaknja sup. Dia harus
membolehkan saja untuk menganggap gambaran ini sebagai sesuatu jang
terlalu diliputi oleh alam sendok.[3]
Ini mengingatkan saja agaknja kepada persamaan jang dipakai oleh
Manenius Agrippa. Sewaktu kaum plebejer Rumawi mogok terhadap kaum
patrisia Rumawi, patrisia Agrippa mengatakan kepada mereka, bahwa perut
patrisia memberi makan kepada anggota² plebejer dari tubuh politik.
Agrippa tidak menundjukkan, bahwa orang memberi makan kepada anggota²
tubuh seseorang dengan mengisi perut orang lain. Saudara Weston sendiri
melupakan, bahwa basi, darimana buruh mengambil makanan, teriti dengan
seluruh hasilproduksi kerdja nasional, dan bahwa apa jang menghalangi
mereka untuk mengambil lebih banjak daripadanja bukanlah sempitnja basi
ataupun kurangnja isinja, akan tetapi semata-mata ketjilnja sendok²
mereka.
Dengan akal bagaimanakan kapitalis dimungkinkan mengembalikan nilai
empat shilling untuk lima shilling? Dengan menaikkan harga
barangdagangan jang didjualnja. Sekarang, apakah kenaikan dan pada
umumnja perubahan dalam harga barangdagangan, apakah harga
barangdagangan itu sendiri, bergantung kepada kemauan melulu dari
kapitalis? Ataukah, sebaiknja, ada sjarat² tertentu diperlukan untuk
mewudjudkan kemauan itu? Djika tidak, turun-naik, pasang-surut jang
tiada putusnja dari harga² pasar, mendjadi teka-teki jang tak
terpetjahkan.
Karena kita misalkan, bahwa tidak ada perubahan apapun terdjadi, baik
dalam daja produktif kerdja, atau dalam djumlah kapital dan kerdja jang
dipakai, atau dalam nilai uang dalam mana nilai² baranghasil² diukur,
akan tetapi hanja ada perubahan dalam tingkat upah, bagaimana kenaikan upah itu bisa mempengaruhi harga² barangdagangan? Hanja dengan mempengaruhi perimbangan sesungguhnja antara permintaan akan, dan penawaran dari, barangdagangan tersebut.
Adalah benar samasekali bahwa, ditindjau setjara keseluruhan, klas
buruh membelandjakan, dan harus membelandjakan penghasilannja untuk bahan² kebutuhan. Kenaikan umum dalam tingkat upah djadinja akan menghasilkan kenaikan dalam permintaan akan, dan karenanja dalam harga² pasar dari, bahan² kebutuhan.
Kaum kapitalis jang memproduksi bahan² kebutuhan ini akan terganti
kerugiannja untuk kenaikan upah itu dengan naiknja harga² pasar dari
barangdagangan mereka. Akan tetapi bagaimana dengan kapitalis² lainnja,
jang tidak menghasilkan bahan² kebutuhan? Dan saudara djangan
sangka, bahwa mereka merupakan golongan jang ketjil. Djika saudara
perhatikan, bahwa dua pertiga dari hasilproduksi nasional dihabiskan
oleh seperlima dari penduduk-seorang anggota Dewan Perwakilan Rakjat
baru² ini menjatakan hanja sepertudjuh dari penduduk-saudara akan
mengerti betapa sangat besarnja bagian dari produksi nasional jang harus
dihasilkan dalam bentuk barang² mewah, atau ditukarkan untuk
barang² mewah, dan betapa sangat besarnja djumlah barang² kebutuhan
sendiri harus diboroskan untuk pelajan, kuda, kutjing dan sebagainja,
suatu pemborosan jang kita ketahui dari pengalaman mendjadi selalu
sangat terbatas dengan kenaikan harga bahan² kebutuhan.
Dan bagaimana djadinja dengan kedudukan itu kapitalis² jang tidak menghasilkan bahan² kebutuhan? Untuk penurunan tingkat laba, sebagai akibat dari kenaikan umum upah, mereka tidak bisa mendapat kompensasi dengan menaikkan harga barangdagangan mereka,
oleh sebab permintaan akan barangdagangan tersebut tidak bertambah.
Pendapatan mereka akan berkurang, dan dari pendapatan jang berkurang ini
mereka akan harus membajar lebih banjak untuk djumlah jang sama bahan²
kebutuhan jang berharga lebih tinggi. Akan tetapi ini belumlah semuanja.
Karena pendapatan mereka telah berkurang, mereka akan membelandjakan
lebih sedikit untuk barang² mewah, dan sebab itu permintaan timbal-balik
antara mereka akan barangdagangan masing² akan berkurang. Sebagai
akibat dari permintaan jang berkurang ini, maka harga² barangdagangan
mereka akan djatuh. Maka dalam tjabang² industri ini, tingkat laba akan djatuh,
bukan sadja dalam perbandingan sederhana terhadap kenaikan umum dari
tingkat upah, akan tetapi dalam perbandingan madjemuk terhadap kenaikan
umum upah, kenaikan harga bahan² kebutuhan, dan turunnja harga barang²
mewah.
Apakah jang djadi akibat dari perbedaan dalam tingkat² laba bagi kapital² jang dipakai dalam berbagai tjabang industri? Ja, akibat jang pada umumnja timbul bagaimana, dari sebab apapun, tingkat laba rata²
mendjadi berbeda diberbagai lapangan produksi. Kapital dan kerdja akan
dipindahkan dari tjabang² jang kurang menguntungkan ke-tjabang² jang
lebih menguntungkan; dan proses perpindahan ini akan berlangsung terus
sampai penawaran dalam bagian industri jang satu telah meningkat
sebanding dengan kenaikan permintaan, dan turun dalam bagian² lain
sesuai dengan turunnja permintaan. Dengan terdjadinja perubahan ini,
tingkat umum dari laba kembali merata didalam berbagai tjabang
industri. Oleh karena seluruh kegontjangan pada mulanja timbul dari
suatu perubahan sadja dalam perbandingan permintaan akan, dan penawaran
dari, berbagai barangdagangan, maka dengan berachirnja sebab, akibat
akan berachir, dan harga² akan kembali kepada tingkat dan keseimbangan sebelumnja. Daripada dibatasi pada beberapa tjabang industri, djatuhnja tingkat laba,
sebagai akibat dari kenaikan upah akan mendjadi umum. Sesuai dengan
pengumpamaan kita, tidak akan terdjadi perubahan dalam daja produktif
dari kerdja, djuga tidak dalam keseluruhan djumlah produksi, akan tetapi
djumlah produksi tertentu itu akan berubah bentuknja. Bagian
terbesar dari hasilproduksi akan terdapat dalam bentuk barang²
kebutuhan, sebagian ketjil dalam bentuk barang² mewah, atau, apa jang
pada hakekatnja sama, sebagian ketjil akan ditukarkan dengan barang²
mewah asing, dan dikonsumsikan dalam bentuk aslinja, atau, apa jang
hakekatnja sama lagi, sebagian besar dari hasilproduksi dalamnegeri akan
ditukarkan dengan bahan² kebutuhan asing sebagai ganti dari barang²
mewah. Maka kenaikan umum dalam tingkat upah, sesudah adanja gangguan
sementara terhadap harga² pasar, hanja berakibat turunnja tingkat laba
setjara umum tanpa adanja perubahan tetap dalam harga² barangdagangan.
Djika dikatakan kepada saja, bahwa dalam alasan sebelumnja saja
menganggap seluruh upah-lebih dibelandjakan untuk bahan² kebutuhan, saja
mendjawab, bahwa saja telah membuat pengumpamaan jang paling
menguntungkan bagi pendapat Saudara Weston. Djika upah-lebih
dibelandjakan untuk barang² jang sebelumnja tidak termasuk dalam
konsumsi kaum pekerdja, kenaikan riil dari dajabeli mereka tidaklah
membutuhkan pembuktian. Akan tetapi karena ini hanja diperdapat dari
adanja kemadjuan dari upah, kenaikan dajabeli mereka itu harus tepat
bersesuaian dengan penurunan dajabeli kaum kapitalis. Keseluruhan permintaan akan barangdagangan karenanja tidak akan meningkat, akan tetapi bagian² dari permintaan itu akan berubah.
Permintaan jang menaik disatu pihak akan diimbangi oleh permintaan jang
menurun dilain pihak. Djadi dengan tinggal tetapnja keseluruhan
permintaan, maka tidak ada perubahan sedikitpun akan berlangsung dalam
harga² pasar barangdagangan.
Maka saudara sampai kepada kemuskilan ini: Atau upah-lebih
dibelandjakan setjara rata pada semua barang² konsumsi-dan peluasan
permintaan dipihak klas buruh harus dikompensasi oleh merosotnja
permintaan dipihak kaum kapitalis-atau upah-lebih hanja dibelandjakan
kepada beberapa barang jang harga² pasarnja akan naik untuk sementara.
Maka sebagai akibatnja, kenaikan dalam tingkat laba dalam beberapa
tjabang industri, dan kemerosotan tingkat laba dalam tjabang² industri
lainnja akan menghasilkan perubahan dalam pembagian kapital dan kerdja,
jang berlangsung terus sampai persediaan dinaikkan sesuai dengan
kenaikan permintaan dalam suatu bagian industri, dan diturunkan sesuai
dengan berkurangnja permintaan dalam bagian² industri lainnja. Atas
pengumpamaan jang satu tidak akan terdjadi perubahan dalam harga²
barangdagangan. Atas pengumpamaan lainnja, sesudah beberapa kegojangan
harga² pasar, nilai²-penukaran barang-dagangan akan merosot ketingkat
sebelumnja. Atas kedua pengumpamaan tersebut kenaikan umum dalam tingkat
upah akan berkesudahan dengan tiada lain daripada penurunan umum
tingkat laba.
Untuk membangkitkan daja chajal saudara, Saudara Weston meminta
saudara untuk memikirkan kesukaran² jang akan dihasilkan oleh kenaikan
umum dari upah pertanian Inggris dari sembilan shilling mendjadi
delapanbelas shilling. Tjoba pikirkan, dia serukan, kenaikan hebat dalam
permintaan akan bahan² kebutuhan, dan sebagai akibatnja, kenaikan jang
menakutkan dalam harga² mereka. Sekarang, saudara sekalian tahu, bahwa
upah rata² dari buruh pertanian Amerika berdjumlah lebih dari dua lipat
daripada buruh pertanian Inggris, sekalipun harga² hasil pertanian lebih
rendah di Amerika Serikat daripada di Inggris, sekalipun hubungan² umum
dari kapital dan kerdja sama di Amerika Serikat dengan di Inggris, dan
sekalipun djumlah produksi tahunan djauh lebih ketjil di Amerika Serikat
daripada di Inggris. Djadi, mengapa teman kita itu membunjikan
lontjeng-tanda-bahaja ini? Semata-mata untuk menjingkirkan persoalan
sebenarnja jang dihadapan kita. Kenaikan tiba² upah dari sembilan
shilling mendjadi delapanbelas shilling akan merupakan kenaikan tiba²
sebanjak 100 persen. Sekarang, kita samasekali tidak membitjarakan soal
apakah tingkat umum dari upah di Inggris dapat tiba² dinaikkan dengan
100 persen. Kita samasekali tidak berurusan dengan besarnja
kenaikan, jang dalam setiap hal praktis mesti tergantung pada, dan
sesuai dengan, keadaan² tertentu. Kita hanja harus memeriksa bagaimana
kenaikan umum dalam tingkat upah, sekalipun djika terbatas pada satu
persen, akan berpengaruh.
Dengan mengabaikan kenaikan chajalan sebanjak 100 persen dari teman
Weston, saja akan meminta perhatian saudara kepada kenaikan upah
sesungguhnja jang berlangsung di Britania Raja dari tahun 1849 sampai
1859.
Saudara sekalian mengetahui Undang² Sepuluh Djam, atau djelasnja
Undang² Sepuluh Setengah Djam, jang diberlakukan sedjak tahun 1848. Ini
adalah salahsatu dari perubahan² ekonomi terbesar jang telah kita
saksikan. Ini merupakan kenaikan tiba² dan terpaksa dari upah, tidak
dalam beberapa tjabang industri lokal, akan tetapi dalam tjabang²
industri jang terutama, dengan mana Inggris menguasai pasar² dunia. Ini
adalah kenaikan upah dalam keadaan jang samasekali tidak baik. Dr. Ure,
Profesor Senior, dan semua djurubitjara ekonomi resmi lainnja dari klas
tengah membuktikan, dan saja harus berkata atas dasar² jang lebih
kuat daripada teman kita Weston, bahwa ini akan membunjikan lontjeng
tanda mati bagi industri Inggris. Mereka membuktikan, bahwa ini bukan
sadja berarti kenaikan sederhana dari upah, akan tetapi kenikan upah
jang dimulai oleh, dan didasarkan pada, berkurangnja djumlah kerdja jang
dipakai. Mereka menjatakan, bahwa djam duabelas jang saudara mau ambil
dari kapitalis adalah djustru djam satu-satunja darimana ia mempereoleh
laba. Mereka mengantjam, bahwa akan ada pengurangan akumulasi, kenaikan
harga², hilangnja pasar², pembatasan produksi, reaksi sebagai akibatnja
terhadap upah, dan achirnja keruntuhan. Sesungguhnja, mereka menjatakan
Undang² Maksimum[4]
Maksimilian Robespierre merupakan soal ketjil dibandingkan dengannja;
dan mereka benar dalam suatu artian tertentu. Dan, bagaimana hasilnja?
Jalah: Kenaikan upah uang dari pekerdja² pabrik, kendatipun ada
pembatasan harikerdja, pertambahan besar dalam djumlah tenaga pabrik
jang dipekerdjakan, penurunan terus-menerus dalam harga² hasil produksi
mereka, perkembangan jang menakdjubkan dalam daja produktif dari kerdja
mereka, perluasan progresif jang luarbiasa dari pasar² untuk
barangdagangan mereka. Di Manchester, dalam tahun 1860, pada rapat dari
Perhimpunan untuk Memadjukan Ilmu, saja dengan sendiri Tn. Newman
mengakui, bahwa dia, Dr. Ure, Senior, dan semua pemuka resmi ilmu
ekonomi lainnja adalah salah, sedang naluri rakjat adalah benar. Saja
sebut Tn. W. Newman,
bukan Profesor Francis Newman, karena dia menempati kedudukan mulia
dalam ilmu ekonomi, sebagai penjokong, dan penerbit dari, buku Tn.
Thomas Tooke Sedjarah Harga², karja jang bagus itu jang mengusut
sedjarah harga² dari tahun 1793 sampai 1856. Djika pikiran tetap dari
teman kita Weston tentang djumlah tetap upah, djumlah tetap produksi,
tingkat tetap daja produktif dari kerdja, kemauan tetap dan permanen
dari kaum kapitalis, dan semua hal² tetap dan pasti lainnja adalah
benar, maka ramalan jang muram dari Prosor Senior adalah benar, dan,
Robert Owen-jang sudah dalam tahun 1816 mengumumkan pembatasan umum dari
harikerdja sebagai langkah persiapan pertama menudju emansipasi klas
buruh dan njatanja, berlawanan dengan purbasangka umum, melaksanakannja
atas resiko sendiri dipabrik kapasnja di New Lanark-adalah salah.
Dalam masa jang sama, selama mana pemberlakuan Undang² Sepuluh Djam,
dan kenaikan upah sebagai akibatnja, berlangsung, maka terdjadilah di
Britania Raja, oleh karena sebab² jang tidaklah pada tempatnja untuk
disebutkan disini, kenaikan umum upah² pertanian.
Sesungguhpun tidak diperlukan untuk tudjuan saja jang terdekat, namun
untuk tidak menjesatkan saudara, saja akan memberikan beberapa
keterangan pendahuluan.
Djika seseorang mendapat upah mingguan dua shilling, dan djika upahnja naik mendjadi empat shilling, tingkat upah akan naik dengan 100 persen. Ini nampaknja merupakan suatu hal jang sangat bagus djika dinjatakan sebagai kenaikan tingkat upah, sekalipun djumlah upah sesungguhnja,
empat shilling seminggu, masih akan tetap merupakan upah jang membikin
orang sengsara, upah jang membikin orang mati kelaparan. Karenanja,
saudara djanganlah membiarkan diri saudara terseret oleh djumlah persen
jang kedengaran hebat mengenai tingkat upah. Saudara harus selalu bertanja, Berapa djumlah semula?
Dan lagi, saudara akan mengerti, bahwa djika ada sepuluh orang
masing² menerima 2s. seminggu, lima orang masing² menerima 5s., dan lima
orang menerima 11s. seminggu, keduapuluh orang itu ber-sama² akan
menerima 100s., atau £5, seminggu. Maka djika suatu kenaikan, umpamanja,
20 persen dari djumlah keseluruhan upah² mingguan mereka terdjadi, maka akan ada kenaikan dari £5 mendjadi £6. Setjara pukul rata, kita dapat berkata, bahwa tingkat umum upah telah
naik dengan 20 persen, sekalipun, sesungguhnja, upah dari sepuluh orang
tetap tidak berubah, upah dari sekumpulan lima orang meningkat dari 5s
sampai 6s sadja, dan upah dari kumpulan lima orang lainnja dari 55s.
mendjadi 70s. Separuh dari orang² itu samasekali tidak akan memperbaiki
kedudukannja, seperempat akan memperbaikinja dengan tingkat jang tipis
sekali, dan hanja seperempat akan sungguh² mengalami perbaikan. Namun,
dihitung setjara pukul rata, djumlah keseluruhan upah dari
keduapuluh orang itu akan bertambah dengan 20 persen, dan mengenai soal
kapital keseluruhannja jang mempekerdjakan mereka, dan harga²
barangdagangan jang mereka produksikan, itu akan persis sama seperti
dalam hal djika semua mempunjai bagian jang sama dalam kenaikan rata²
dari upah. Berkenaan dengan kerdja pertanian, karena tingkat upah sangat
berbeda diberbagai kabupaten di Inggris dan Skotlandia, kenaikan itu
mengenai mereka dengan sangat berbeda.
Achirnja, selama masa berlangsungnja kenaikan upah itu, pengaruh²
jang berlawanan bekerdja, seperti padjak² baru sebagai akibat dari
perang Rusia, pengrusakan setjara luas dari perumahan buruh pertanian,
dan sebagainja.
Setelah pendahuluan sebanjak itu, saja lalu menjatakan, bahwa dari tahun 1849 sampai 1859, telah berlangsung kenaikan sebanjak kira² 40 persen
dalam tingkat rata² dari upah pertanian di Britania Raja. Saja dapat
memberikan detail setjara luas sebagai bukti daripada pernjataan saja,
akan tetapi untuk maksud sekarang saja rasa tjukuplah menundjuk pada
karangan jang teliti dan kritis jang dibatjakan dalam tahun 1860 oleh
mendiang Tn. John C. Morton pada Perhimpunan Kebudajaan London mengenai Tenaga² Jang Dipakai dalam Pertanian.
Tn. Morton memberikan angka², dan rekening² dan dokumen-dokumen asli
lainnja, jang dikumpulkannja dari kira-kira seratus orang petani, jang
berdiam diduabelas kabupaten Skotlandia dan tigapuluhlima kabupaten
Inggris.
Sesuai dengan pendapat teman kita Weston, dan diambil ber-sama²
dengan kenaikan serentak dalam upah pekerdja² pabrik, seharusnja
berlangsung kenaikan hebat dalam harga-harga hasil pertanian selama masa
1849 sampai 1859. Akan tetapi apa kenjataan? Kendati ada perang Rusia,
dan panenan tak baik setjara ber-turut² dari tahun 1854 sampai 1856,
harga rata² dari gandum jang merupakan hasil pertanian utama dari
Inggris, djatuh dari kira² £3 per quarter
untuk tahun² 1838 sampai 1848 mendjadi kira² £2 10s. per quarter untuk
tahun² 1849 sampai 1859. Ini merupakan penurunan harga gandung sebanjak
lebih dari 16 persen, bersamaan dengan kenaikan rata² upah pertanian
sebanjak 40 persen. Selama masa jang sama, djika kita bandingkan
achirnja dengan awalnja, tahun 1859 dengan 1849, tampak berkurangnja
fakir-miskin tertjatat resmi dari angka 934.419 mendjadi 860.470, jaitu
dengan perbedaan sebanjak 73.949; saja akui, suatu pengurangan jang
sangat ketjil, dan jang kembali lenjap dalam tahun² berikutnja, namun
tetap suatu pengurangan.
Kiranja dapat dikatakan, bahwa menjusul penghapusan Undang² Gandum,
impor gandum luarnegeri lebih daripada lipat dua selama masa tahun 1849
sampai 1859, dibandingkan dengan masa tahun 1838 sampai 1848. Dan
bagaimana kalau memang begitu? Dari pendirian saudara Weston orang
kiranja akan mengharapkan, bahwa permintaan jang tiba², besar dan terus
bertambah ini, pada pasar² luarnegeri, semestinja melondjakkan harga²
hasil pertanian disana sampai ketingkat jang menakutkan, oleh karena
pengaruh kenaikan permintaan tetap tinggal sama, biar datangnja dari
luar atau dari dalam. Apa kenjataannja? Selain dari selama beberapa
tahun jang panennja gagal, selama seluruh masa itu kedjatuhan jang
sangat tjelaka dari harga gandum selalu merupakan pokok pembitjaraan di
Perantjis; orang² Amerika ber-kali² terpaksa membakar kelebihan
hasilproduksi mereka; dan Rusia, djika kita harus mempertjajai Tn.
Urquhart, mendorong petjahnja Perang Dalamnegeri di Amerika Serikat oleh
sebab ekspor hasil² pertaniannja dilumpuhkan oleh persaingan orang²
Amerika di-pasar² Eropa.
Dikembalikan pada bentuk abstrak, alasan² Saudara
Weston akan mendjadi sbb.: Setiap kenaikan permintaan selalu terdjadi
atas dasar djumlah produksi tertentu. Karenanja, ia tak pernah dapat memperbanjak persediaan barang² jang diminta, akan tetapi hanja dapat meninggikan harga²nja dalam mata-uang.
Sekarang tindjauan jang paling umum menundjukkan, bahwa pertambahan
permintaan, dalam beberapa hal, akan membiarkan harga² pasar dari
barangdagangan samasekali tak berubah, dan, dalam hal² lain, akan
menjebabkan kenaikan sementara harga² pasar diikuti oleh pertambahan
persediaan, diikuti oleh pengurangan harga² sampai kepada tingkatnja
jang semula, dan dalam banjak hal dibawah tingkatnja jang semula.
Apakah kenaikan permintaan bersumber pada upah-lebih, atau sesuatu
sebab lain, ini samasekali tidak mengubah sjarat² persoalan. Dari sudut
pendirian Saudara Weston gedjala umum sama sukarnja untuk didjelaskan
seperti gedjala jang terdjadi, dalam keadaan istimewa dengan adanja
kenaikan upah. Karenanja, alasannja tidak mempunyai hubungan chusus
apapun dengan soal jang kita perbintjangkan. Ini hanja menjatakan
kebingungannja untuk mendjelaskan hukum² dengan mana pertambahan
permintaan menghasilkan pertambahan persediaan, dan bukan achrnja
kenaikan harga² pasar.
III (Upah Dan Peredaran Uang)
Pada hari kedua dari perdebatan, teman kita Weston,
membungkus pernjataan²nja jang lama dalam bentuk² baru. Dia berkata:
Sebagai akibat kenaikan umum upah uang, akan dibutuhkan lebih banjak
mata-uang untuk membajar upah jang sama. Karena mata-uang sudah tetap,
bagaimana saudara dapat membajarkan pertambahan upah uang itu, dengan
mata-uang jang tetap ini? Pertama kali, kesukaran timbul dari djumlah
tetap barangdagangan jang tersedia bagi pekerdja, kendati adanja
kenaikan upahnja dalam uang; sekarang ia timbul dari pertambahan upah
uang, kendati adanja djumlah tertentu dari barangdagangan. Sudah barang
tentu, djika saudara menolak dogmanja jang semula, kesulitan²nja jang
timbul dari situ akan lenjap.
Tetapi, saja akan menundjukkan, bahwa soal mata-uang ini samasekali tidak ada sangkut-pautnja dengan persoalan jang kita hadapi.
Dinegeri saudara mekanisme pembajaran adalah djauh lebih sempurna
daripada disetiap negeri Eropa lainnja. Berkat luasnja dan terpusatnja
sistim bank, djauh lebih sedikit mata-uang dibutuhkan untuk mengedarkan
djumlah nilai jang sama, dan untuk melaksanakan perdagangan dengan
djumlah jang sama atau lebih banjak. Umpamanja, mengenai upah, pekerdja
pabrik Inggris membajarkan upahnja setjara mingguan kepada pemilik toko,
jang mengirimkannja setjara mingguan kepada bankir, jang
mengembalikannja setjara mingguan kepada pengusaha, jang kembali
membnajarkannja kepada pekerdja, dan seterusnja. Dengan tjara ini upah
tahunan seorang pekerdja, umpamanja £52, bisa dibajarkan dengan satu
mata-uang ponsterling jang berputar setiap minggu dalam lingkaran jang
sama. Dan di Inggris pun mekanisme pembajaran kurang sempurna daripada
di Skotlandia, dan tidak sama sempurnanja dimana-mana; maka itu,
umpamanja, kita dapati, bahwa dalam beberapa daerah pertanian,
dibandingkan dengan daerah² pabrik semata-mata, djauh lebih banjak
mata-uang dibutuhkan untuk mengedarkan djumlah nilai jang djauh lebih
ketjil.
Djika saudara menjeberangi Selat Inggris, saudara akan melihat, bahwa upah uang
adalah djauh lebih rendah daripada di Inggris, akan tetapi bahwa upah
ini diedarkan di Djerman, Italia, Swis, dan Perantjis dengan djumlah mata-uang jang djauh lebih banjak.
Mata-uang pon sterling jang sama tidaklah akan begitu tjepat tertampung
oleh bankir atau dikembalikan kepada kapitalis industri; dan,
karenanja, bukan satu mata-uang pon sterling jang mengedarkan uang
sebanjak £52 setahun, tapi saudara, barangkali, membutuhkan tiga
mata-uang pon sterling untuk mengedarkan upah tahunan sebanjak £25.
Djadi, dengan membandingkan negara² daratan Eropa dengan Inggris,
saudara akan segera melihat, bahwa upah uang jang rendah bisa
membutuhkan mata-uang jang djauh lebih banjak untuk pengedarannja
daripada upah uang jang tinggi, dan bahwa ini sesungguhnja hanjalah
suatu soal teknis, jang asing samasekali dari persoalan kita.
Menurut perkiraan terbaik jang saja ketahui, pendapatan tahunan kaum
buruh negeri ini boleh ditaksir sedjumlah £250.000.000. Djumlah jang
sangat banjak ini diedarkan dengan kira² £3.000.000. Umpamakanlah
terdjadi kenaikan upah sebanjak 50 persen. Maka, bukan £3.000.000
mata-uang, tapi £4.500.000 jang akan dibutuhkan. Oleh karena sebagian
jang sangat besar dari perbelandjaan se-hari² dari pekerdja dilunasi
dengan uang perak dan tembaga, artinja, hanja dengan tanda uang sadja,
jang nilai relatifnja terhadap emas ditentukan semau-maunja oleh
undang², seperti halnja uang kertas jang tak-datap-ditukarkan, maka
kenaikan upah uang dengan 50 persen, dalam keadaan ekstrim, akan
membutuhkan tambahan peredaran mata-uang pon sterling, umpamanja,
sebanjak satu djuta. Satu djuta, jang kini diam, dalam bentuk logam
murni atau mata-uang, dalam tempat penjimpanan Bank Inggris, atau
bankir² perseorangan, akan beredar. Akan tetapi djuga pengeluaran ketjil
jang disebabkan oleh penambahan pembuatan mata-uang atau penambahan aus
dari sedjuta itu dapat dihindarkan, dan sesungguhnja akan dihindarkan,
djika sesuatu geseran sampai terdjadi karena kekurangan mata-uang
tambahan. Saudara sekalian mengetahui, bahwa uang negeri ini terbagi
atas dua bagian jang besar. Satu matjam, terdiri atas uang-kertas-bank
dari berbagai ukuran, dipakai dalam transaksi² antara pedagang dengan
pedagang, dan dalam pembajaran² besar dari konsumen² kepada pedagang,
sedang matjam uang lainnja, mata-uang logam, beredar djuga dalam
pembajaran² jang lebih besar untuk segala djumlah² dibawah £5. Djika
besok uang kertas £4, atau uang-kertas £3, atau uang-kertas £2
dikeluarkan, maka emas jang mengisi saluran² peredaran ini akan segera
terhalau daripadanja, dan mengalir ke-saluran² dimana ia dibutuhkan
karena adanja kenaikan upah uang. Djadi, tambahan sedjuta jang
dibutuhkan oleh karena adanja kenaikan upah dengan 50 persen akan
disediakan tanpa penambahan satu mata-uang pon sterling pun. Hasil jang
sama dapat diwudjudkan, tanpa penambahan selembar uang-kertas-bank pun,
dengan penambahan peredaran wesel, seperti terdjadi di Lancashire untuk
waktu jang sangat lama.
Djika kenaikan umum dalam tingkat upah, umpamanja, sebanjak 100
persen, seperti jang diumpamakan oleh Saudara Weston terdjadi pada upah²
pertanian, akan menghasilkan kenaikan besar dalam harga² barang²
kebutuhan, dan, menurut pandangannja, membutuhkan tambahan djumlah uang
jang tak dapat diperoleh, maka penurunan umum dari upah mestilah
menghasilkan akibat jang sama, dalam ukuran jang sama, dalam djurusan
jang berlawanan. Nah, saudara sekalian tahu, bahwa tahun² 1858 sampai
1860 merupakan tahun² jang paling makmur untuk industri kapas, dan bahwa
chususnja tahun 1860 berdiri, dalam hal ini, sebagai tahun jang tak ada
bandingannja dalam riwajat perdagangan, sedang sementara itu semua
tjabang² industri lainnja sangat berkembang. Upah pekerdja² kapas dan
semua pekerdja lainnja jang berhubungan dengan lapangan-kerdja mereka,
pada tahun 1960, adalah lebih tinggi daripada waktu kapanpun sebelumnja.
Krisis Amerika muntjul, dan upah² itu keseluruhannja tiba² diturunkan
sampai kepada seperempat djumlahnja jang semula. Ini akan merupakan
kenaikan 300 persen djika berlaku dalam djurusan jang berlawanan. Djika
upah naik dari lima menjadi duapuluh, kita mengatakan, bahwa ia naik
dengan 300 persen; djika ia djatuh dari duapuluh mendjadi lima, kita
katakan, bahwa ia djatuh dengan 75 persen, akan tetapi djumlah kenaikan
dalam hal jang satu dan djumlah penurunan dalam hal jang lain akan sama,
jaitu, limabelas shilling. Pada waktu itu, ini merupakan perubahan
se-konjong² dalam tingkat upah jang belum pernah terdjadi sebelumnja,
dan bersamaan dengan itu meluas meliputi sedjumlah pekerdja jang, djika
kita hitung semua pekerdja jang bukan sadja langsung bekerdja dalam,
akan tetapi setjara tak langsung tergantung kepada industri kapas,
adalah lebih besar dengan separuh daripada djumlah buruh pertanian.
Apakah harga gandum djatuh? Ia naik, dari angka rata² tahunan
sebanjak 47s.8d. per quarter selama tiga tahun 1858-'60, sampai keangka
rata² tahunan sebanjak 55s.10d. per quarter selama tiga tahun 1861-1863.
Mengenai uang, dibuat mata-uang dalam tahun 1861, sebanjak £8.673.232
berlainan dengan £3.378.102 dalam tahun 1860. Adalah benar, bahwa
peredaran uang-kertas-bank dalam tahun 1861 kurang sebanjak £1.319.000
daripada ditahun 1860. Potonglah ini. Maka akan tinggal kelebihan uang
untuk tahun 1861, dibandingkan dengan tahun kemakmuran, 1860, sebanjak
£3.976.130, atau kira² £4.000.000; akan tetapi tjadangan emas dalam Bank
Inggris bersamaan dengan itu berkurang, tidak dalam perbandingan jang
sama benar, akan tetapi dalam ukuran jang berdekatan.
Bandingkanlah tahun 1862 dengan 1842. Selain daripada kenaikan jang
sangat besar dalam nilai dan djumlah barangdagangan jang diedarkan,
dalam tahun 1862 kapital jang dibajarkan dalam transaksi² teratur untuk
saham², pindjaman², dsb., untuk kereta-api di Inggris dan Wales sadja
berdjumlah £320.000.000, suatu djumlah jang nampaknja akan menakdjubkan
dalam tahun 1842. Namun, djumlah keseluruhan dari mata-uang dalam tahun
1862 dan 1842 hampir² sama sadja, dan umumnja saudara akan mendapatkan
ketjenderungan akan pengurangan mata-uang setjara progresif dihadapan
nilai jang bertambah dengan sangat besar, bukan sadja dari
barangdagangan, akan tetapi dari transaksi² moneter umumnja. Dari
pendirian teman kita Wetson, ini merupakan teka-teki jang tak
terpetjahkan.
Dengan memandang kedalam masalah ini agak lebih dalam, ia akan
mendapatkan bahwa, terpisah samasekali dari upah, dan mengumpamakan upah
itu sebagai hal jang tetap, nilai dan massa barangdagangan jang
diedarkan, dan umumnja djumlah transaksi² moneter jang dilaksanakan,
berbeda saban hari; bahwa djumlah pembajaran² jang direalisasi tanpa
perantaraan uang, dengan pemakaian wesel, tjek, buku kredit, lembaga
clearing, berbeda se-hari²; bahwa, mengenai uang logam jang sesungguhnja
dibutuhkan, perimbangan antara mata-uang dalam peredaran dengan
mata-uang dan logam murni dalam tjadangan atau jang menggeletak dalam
tempat² penjimpanan bank berbeda saban hari; bahwa djumlah logam murni
jang diserap oleh peredaran nasional dan djumlah jang dikirim
keluarnegeri untuk peredaran internasional berbeda saban hari. Ia akan
mendapatkan, bahwa dogma²nja tentang uang jang tetap adalah kekeliruan
jang sangat besar, bertentangan dengan gerakan se-hari². Ia akan
menjelidiki hukum² jang memungkinkan mata-uang menjesuaikan diri kepada
keadaan jang begitu berubah terus-menerus, dan bukan mendjadikan
salahpengertiannja tentang hukum² mata-uang sebagai alasan untuk
menentang kenaikan upah.
IV (Penawaran Dan Permintaan)
Teman kita Weston menerima peribahasa Latin, bahwa
repetitio est mater studiorum, jang berarti, bahwa pengulangan adalah
ibu dari studi, dan karenanja ia mengulangi dogmanja jang semula kembali
dalam bentuk baru bahwa penjusutan uang, jang diakibatkan oleh kenaikan
upah, akan menjebabkan berkurangnja kapital, dan sebagainja. Sesudah
mengupas pikirannja jang aneh tentang uang itu, saja anggap samasekali
tidak perlu untuk membahas akibat² chajalan jang dichajalkannja sebagai
hal² jang muntjul dari ketjelakaan mata-uang jang dichajalkannja. Saja
segera akan terus mengembalikan dogmanja jang satu dan itu djuga, jang diulangi dalam begitu banjak bentuk jang ber-beda², pada bentuk teorinja jang paling sederhana.
Tjaranja jang tidak kritis dengan mana ia memperlakukan masalahnja
akan mendjadi djelas dari satu tjatatan sadja. Ia mengemukakan
pendirian, melawan kenaikan upah, atau melawan upah jang tinggi sebagai
akibat dari kenaikan itu. Sekarang, saja tanja kepadanja, Apa itu upah
jang tinggi dan apa upah rendah? Mengapa, umpamanja, lima shilling
seminggu upah jang tinggi? Djika lima adalah rendah dibandingkan dengan
duapuluh, duapuluh adalah lebih rendah lagi dibandingkan dengan
duaratus. Djika seseorang akan mengadjarkan tentang termometer, dan
mulai dengan berpidato tentang deradjat tinggi dan rendah, ia tidak akan
memberi pengetahuan apapun. Ia harus pertama-tama menerangkan kepadaku
bagaimana titik-beku didapat, dan bagaimana titik-didih, dan bagaimana
titik² standar ini ditetapkan oleh hukum² alam, bukan oleh chajal
pedagang atau pembuat termometer. Sekarang, mengenai upah dan laba,
Saudara Weston bukan sadja gagal untuk menjimpulkan titik² standar
seperti itu dan hukum² ekonomi, akan tetapi ia malahan tidak merasa
kebutuhan untuk memperhatikannja. Dia memuaskan dirinja dengan
penerimaan istilah² pasaran populer tentang rendah dan tinggi sebagai
sesuatu jang mempunjai arti tetap, sekalipun adalah terang-benderang,
bahwa upah hanja dapat dikatakan tinggi atau rendah djika dibandingkan
dengan suatu standar dengan mana dapat diukur besarnja.
Ia tidak akan sanggup menerangkan kepadaku mengapa djumlah uang
tertentu diberikan untuk djumlah kerdja tertentu. Djika dia sekiranja
mendjawab saja, "Ini ditetapkan oleh hukum penawaran dan permintaan",
saja akan tanjakan kepadanja, per-tama², dengan hukum apa penawaran dan
permintaan itu sendiri diatur. Dan, djawaban sedemikian akan segera
membuatnja tak berdaja. Hubungan antara penawaran dan permintaan kerdja
senantiasa mengalami perubahan, dan beserta itu harga² pasar kerdja.
Djika permintaan melampaui permintaan upah djatuh, meskipun dalam
keadaan seperti itu mungkin perlu untuk mengudji keadaan
sebenarnja dari permintaan dan penawaran, umpamanja, dengan suatu
pemogokan atau dengan tjara lain. Aka tetapi djika saudara menerima
penawaran dan permintaan sebagai hukum jang mengatur upah, adalah sama
kanak-kanaknja dan sia-sianja untuk mengangkat suara menentang kenaikan
upah, oleh sebab, menurut hukum tertinggi jang saudara djadikan
sandaran, kenaikan upah periodik adalah sama perlunja dan sahnja seperti
penurunan upah periodik. Djika saudara tidak menerima penawaran
dan permintaan sebagai hukum jang mengatur upah, saja kembali mengulangi
pertanjaan, mengapa djumlah uang tertentu diberikan untuk djumlah
kerdja tertentu?
Akan tetapi untuk menindjau persoalan setjara lebih luas: Saudara
akan samasekali keliru mengirakan, bahwa nilai kerdja atau
barangdagangan apapun lainnja pada achirnja ditetapkan oleh penawaran
dan permintaan. Penawaran dan permintaan tidak mengatur apa² ketjuali turun-naiknja
sementara harga² pasar. Ia akan mendjelaskan kepada saudara mengapa
harga pasar sesuatu barangdagangan naik diatas atau turun dibawah nilainja,, akan tetapi ia tidak akan pernah dapat mendjelaskan nilai
itu sendiri. Umpamakan bahwa penawaran dan permintaan seimbang, atau,
seperti dikatakan oleh para ahli-ekonomi saling menutupi satu sama lain.
Nah, pada saat kekuatan² jang bertentangan ini mendjadi sama, keduanja
melumpuhkan satu sama lain, dan berhenti bekerdja dalam djurusan jang
sama atau lainnja. Pada ketika penawaran dan permintaan mengimbangi satu
sama lain, dan karenanja berhenti bekerdja, harga pasar sesuatu barangdagangan bertepatan dengan nilai sebenarnja, dengan harga standar disekitar mana harga² pasarnja bergojang. Maka dalam menjelidiki sifat dari nilai
itu, kita samasekali tidak ada keperluan dengan akibat² sementara dari
penawaran dan permintaan atas harga² pasar. Hal jang sama berlaku bagi
upah dan harga semua barangdagangan lainnja.
V (Upah Dan Harga)
Dikembalikan pada pertanjaan teoritisnja jang paling sederhana, semua alasan teman kita itu tersimpul dalam satu dogma ini: "Harga barangdagangan ditentukan atau diatur oleh upah."
Saja bisa minta sokongan dari pengamatan praktis untuk memberi
penjaksian terhadap pandangan keliru jang sudah kuno dan hantjur itu.
Saja bisa menerangkan kepada saudara, bahwa pekerdja² pabrik, buruh
tambang, buruh pembuatan kapal Inggris, dan sebagainja, jang kerdjanja
dihargai agak tinggi, oleh karena murahnja hasilproduksi maka mereka
mendjual dibawah harga semua bangsa lain; sedang buruh pertanian
Inggris, umpamanja, jang kerdjanja agak dihargai rendah, mendjual diatas
harga pada hampir setiap bangsa lainnja oleh sebab mahalnja
hasilproduksinja. Dengan membandingkan barang demi barang didalam negeri
jang sama, dan barangdagangan dari berbagai negeri, saja bisa
menundjukkan, selain dari beberapa pengetjualian jang lebih banjak
nampaknja sadja daripada sesungguhnja begitu, bahwa rata² kerdja jang
berharga-tinggi menghasilkan barangdagangan berharga-rendah, dan kerdja
berharga-rendah menghasilkan barangdagangan berharga-tinggi. Ini, sudah
barang tentu tidak akan membuktikan bahwa harga tinggi kerdja dalam
tjontoh jang pertama dan harganja jang rendah dalam tjontoh jang lain,
masing² merupakan sebab² dari akibat² jang bertentangan diametral itu,
akan tetapi biar bagaimanapun djuga ia akan membuktikan bahwa harga
barangdagangan tidak ditetapkan oleh harga kerdja. Namun, adalah
samasekali berlebihan bagi kita untuk memakai tjara empiris ini.
Barangkali bisa disangkal bahwa Saudara Weston pernah mengadjukan dogma: "Harga barangdagangan ditetapkan atau diatur oleh upah."
Sesungguhnja, ia tak pernah merumuskannja demikian. Sebaliknja ia
berkata, bahwa laba dan sewa djuga merupakan bagian²-penjusun dari
harga² barangdagangan, oleh karena dari harga² barangdaganganlah harus
dibajarkan tidak sadja upah pekerdja, akan tetapi djuga laba kapitalis
dan sewa bagi tuantanah. Tetapi, bagaimana pada pendapatnja harga²
dibentuk? Pertama-tama dengan upah. Kemudian suatu tambahan presentase
digabungkan kepada harga atas nama kapitalis, dan suatu tambahan
presentase lagi atas nama tuantanah. Umpamakan upah kerdja jang
dipekerdjakan dalam produksi barangdagangan adalah sepuluh. Djika
tingkat lama 100 persen, maka kepada upah jang dibajarkan, sikapitalis
akan menambahkan sepuluh, dan djika tingkat sewa adalah djuga 100 persen
dari upah, maka akan ditambahkan sepuluh lagi, dan harga keseluruhan
dari barangdagangan itu akan berjumlah tigapuluh. Akan tetapi penetapan
harga sedemikian hanjalah merupakan penetapannja se-mata² dengan upah.
Djika upah dalam tjontoh tersebut naik mendjadi duapuluh, harga
barangdagangan itu akan naik mendjadi enampuluh, dan begitu seterusnja.
Karenanja semua penulis jang semestinja sudah diberi pensiun, tentang
ekonomi politik, jang mengemukakan dogma, bahwa upah mengatur harga,
telah mentjoba membuktikannja dengan memperlakukan laba dan sewa hanja sebagai tambahan presentase atas upah.
Sudah barang tentu, seorangpun dari mereka tidak sanggup mengembalikan
batas² persentase² itu pada sesuatu hukum ekonomi. Sebaliknja, mereka
nampaknja mengira bahwa laba ditentukan oleh tradisi, kebiasaan, kemauan
dari sikapitalis, atau se-wenang². Djika mereka menjatakan, bahwa ia
ditentukan oleh persaingan antara kaum kapitalis, mereka tidak
menerangkan apa-apa. Persaingan itu nistjaja menjama-ratakan berbagai
tingkat laba dalam berbagai lapangan pekerdjaan, atau mengembalikannja
pada satu tingkat rata², akan tetapi ia tidak akan dapat menentukan
tingkat itu sendiri, atau tingkat umum dari laba.
Apa jang kita maksudkan dengan mengatakan bahwa harga barangdagangan
ditetapkan oleh upah? Karena upah hanja merupakan nama bagi harga
kerdja, kita maksudkan bahwa harga barangdagangan ditentukan oleh harga
kerdja. Oleh karena "harga" adalah nilai-penukaran-dan dalam berbitjara tentang nilai saja selalu berbitjara tentang nilai-penukaran-adalah nilai-penukaran dinjatakan dalam uang, soalnja berudjud seperti ini, bahwa "nilai barangdagangan ditetapkan oleh nilai kerdja", atau bahwa, "nilai kerdja adalah ukuran umum bagi nilai".
Akan tetapi bagaimana "nilai kerdja" itu sendiri ditetapkan?
Disini kita tiba pada djalan buntu. Sudah barang tentu, djalan buntu
djika kita berusaha berpikir setjara logis. Tetapi para pengusul doktrin
itu berbuat gampang sadja terhadap keberatan² logis. Ambillah umpamanja
teman kita Weston. Pertama-tama ia terangkan kepada kita, bahwa upah
menentukan harga barangdagangan dan bahwa karenanja bila upah naik harga
mesti naik. Kemudian ia berputar untuk menundjukkan kepada kita, bahwa
kenaikan upah tidak akan baik oleh sebab harga barangdagangan telah
meningkat, dan oleh sebab upah memang diukur oleh harga barangdagangan²
untuk mana ia dibelandjakan. Djadi kita mulai dengan mengatakan, bahwa
nilai barangdagangan menentukan nilai kerdja. Djadi kita bergerak kian
kemari dalam lingkaran jang tak berudjung pangkal, dan samasekali tidak
mentjapai kesimpulan apa-apa.
Pada keseluruhannja njatalah, bahwa dengan membuat nilai sesuatu
barangdagangan, misalnja kerdja, gandum, atau barangdagangan lainnja,
mendjadi ukuran umum dan pengatur nilai, kita hanja menggeserkan
kesulitan, oleh karena kita menetapkan suatu nilai dagangan dengan jang
lain, jang dirinja sendiri perlu ditetapkan.
Dogma bahwa "upah menentukan harga barangdagangan", dinjatakan dalam
pengertian paling abstrak, berhakekat demikian bahwa "nilai ditentukan
oleh nilai", dan pengulangan jang tak berguna ini berarti bahwa,
sesungguhnja, kita sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang nilai.
Dengan menerima dalil ini, segala pembitjaraan mengenai hukum² umum
ekonomi politik mendjadi obrolan belaka. Maka adalah djasa besar dari
Ricardo bahwa dalam karjanja Prinsip² Ekonomi Politik,
diterbitkan dalam tahun 1817, ia setjara fundamentil menghantjurkan
pikiran keliru jang tua, umum dan usang bahwa "upah menentukan harga",
suatu pikiran keliru jang ditolak oleh Adam Smith dan pendahulu²nja di
Perantjis dalam bagian² jang sungguh ilmiah dari penjelidikan² mereka,
akan tetapi jang mereka reproduksikan dalam bab² mereka jang lebih
bersifat populer dan vulger.
VI (Nilai Dan Kerdja)
Saudara², saja sekarang tiba pada titik dimana saja harus
membahas perkembangan sesungguhnja dari persoalan. Saja tidak dapat
mendjandjikan akan melakukannja dengan tjara jang sangat memuaskan,
sebab itu akan mengharuskan saja untuk mendjeladjah seluruh lapangan
ekonomi politik. Saja hanja dapat, seperti kata orang Perantjis,
effleurer la questio, menjentuh soal² pokok.
Pertanjaan pertama jang harus kita adjukan adalah: Apa nilai barangdagangan? Bagaimana ia menentukan?
Selajang-pandang nampaknja, bahwa nilai sesuatu barangdagangan adalah sesuatu jang sama sekali relatif,
dan tidak akan terpetjahkan tanpa mempertimbangkan sesuatu
barangdagangan dalam hubungannja dengan segala barangdagangan lainnja.
Sesungguhnja, berbitjara tentang nilai, nilai penukaran sesuatu
barangdagangan, kita maksudkan kwantitet² proporsionil dalam mana ia
ditukarkan dengan segala barangdagangan lainnja. Akan tetapi kini timbul
pertanjaan: Bagaimana perbandingan dalam mana barangdagangan ditukarkan
satu sama lain diatur?
Kita mengetahui dari pengalaman, bahwa perbandingan² ini ber-beda²
dengan tiada batasnja. Dengan mengambil satu barangdagangan, umpamanja
gandum, kita akan melihat, bahwa satu quarter gandum dapat ditukarkan
dengan berbagai barangdagangan dalam variasi perbandingan jang hampir
tidak terbilang. Tetapi, karena nilainja selalu tetap tinggal sama,
baik dinjatakan dalam sutera, emas, atau tiap barangdagangan lainnja,
ia mesti merupakan sesuatu jang lain daripada, dan terlepas daripada berbagai ukuran pertukaran ini
dengan berbagai barang. Haruslah mungkin untuk menjatakan, dalam bentuk
jang sangat berbeda, berbagai persamaan ini dengan berbagai
barangdagangan.
Tambahan pula, djika saja mengatakan bahwa satu quarter gandum
ditukarkan dengan besi dalam perbandingan tertentu, atau nilai satu
quarter gandum dinjatakan dalam djumlah tertentu besi, saja mengatakan
bahwa nilai gandum dan ekivalennja dalam besi adalah sama dengan suatu jang ketiga,
jang bukan gandum ataupun besi, oleh sebab saja menganggap barang² tsb.
Menjatakan besaran jang sama dalam dua bentuk jang berlainan. Salah
satu daripadanja, gandum atau besi, karenanja harus, terlepas dari jang
lain, dapat dikembalikan pada sesuatu jang ketiga ini jang merupakan
ukuran bersama dari keduanja.
Untuk mendjelaskan hal ini saja akan mengingatkan kepada suatu
ilustrasi jang sangat sederhana dari ilmu ukur. Dalam membandingkan luas
dari segitiga² dari segala matjam bentuk dan besarnja, atau
membandingkan segitiga² dengan segiempat, atau lukisan-bergaris-lurus
lainnja, bagaimana kita bertindak? Kita mengembalikan luas setiap
segitiga pada sesuatu pernjataan jang samasekali berbeda dengan
bentuknja jang njata. Sesudah mendapatkan dari sifat segitiga bahwa
luasnja adalah sama dengan separuh dari hasilkali alas dengan tingginja,
maka kita dapat membandingkan berbagai nilai dari segala matjam
segitiga, dan dari segala lukisan-bergaris-lurus manapun, oleh sebab
semuanja dapat diuraikan dalam sedjumlah segitiga tertentu.
Tjara jang sama mesti berlaku dengan nilai² dari barangdagangan. Kita
mesti sanggup mengembalikan semuanja pada suatu pernjataan jang umum
bagi semuanja, dan membedakannja hanja dengan perbandingan² dalam mana
barang² tersebut mengandung ukuran jang sama itu.
Karena nilai² penukaran dari barangdagangan hanja merupakan fungsi sosial dari barang² itu, dan samasekali tidak punja hubungan apa² dengan sifat² alamiahnja, kita pertama-tama harus bertanja, Apakah zat sosial umum dari segala barangdagangan? Ia adalah Kerdja.
Untuk memproduksi sesuatu barangdagangan sedjumlah kerdja tertentu
harus dikenakan kepadanja, atau diolah kedalamnja. Dan saja mengatakan
bukan sadja Kerdja, akan tetati kerdja Kemasjarakatan. Seseorang jang memproduksi barang untuk keperluan segera bagi dirinja sendiri, untuk mengkonsumsikannja sendiri, mentjiptakan baranghasil, akan tetapi bukan barangdagangan. Sebagai produsen jang memenuhi kebutuhan sendiri ia tidak punja urusan apa² dengan masjarakat.
Akan tetapi untuk memproduksi barangdagangan, seseorang bukan sadja mesti memproduksi barang jang memenuhi sesuatu kebutuhan kemasjarakatan,
tetapi kerdjanja sendiri mesti merupakan bagian jang tak terpisahkan
dari djumlah keseluruhan kerdja jang dihasilkan oleh masjarakat. Ia
mesti tunduk kepada Pembagian Kerdja didalam Masjarakat. Ia tidak merupakan apa-apa tanpa pembagian kerdja lainnja, dan pada pihak dia sendiri diperlukan untuk melengkapi jang lain itu.
Djika kita memandang barangdagangan sebagai nilai, kita memandangnja semata-mata dari satu sudut sebagai kerdja kemasjarakatan jang diwudjudkan, ditetapkan, atau, djika saudara menghendaki, jang terkristalisasi. Dari segi ini barang² tersebut hanja dapat berbeda
oleh karena mewakili kwantitet kerdja jang lebih besar atau lebih
ketjil, seperti, umpamanja, djumlah kerdja jang lebih besar bisa
terkandung dalam suatu saputangan sutera daripada dalam sepotong
batubata. Akan tetapi bagaimana orang mengukur kwantitet² kerdja? Dengan waktu jang kerdja itu berlangsung,
dengan mengukur kerdja dengan djam, hasil dan sebagainja. Sudah barang
tentu, untuk mempergunakan ukuran ini, segala matjam kerdja dikembalikan
pada kerdja rata² atau sederhana sebagai satuannja.
Maka kita tiba pada kesimpulan ini. Barangdagangan mempunjai nilai, oleh sebab ia merupakan suatu kristalisasi kerdja kemasjarakatan. Besarnja nilai barang itu, besarnja nilai relatifnja,
tergantung pada besar-ketjilnja kwantitet zat kemasjarakatan itu jang
terkandung didalamnja; artinja, pada massa relatif kerdja jang
dubutuhkan untuk produksinja. Nilai² relatif barangdagangan², karenanja, ditentukan oleh kwantitet² atau djumlah² kerdja, jang masing² terolah, terwudjudkan, tertetapkan didalamnja. Kwantitet² bandingan dari barangdagangan² jang dapat diproduksi dalam waktu kerdja jang sama adalah sama.
Atau nilai sesuatu barangdagangan berbanding dengan nilai
barangdagangan lainnja sebagai kwantitet kerdja jang tertetapkan dalam
jang satu terhadap kwantitet kerdja jang tertetapkan dalam lainnja.
Saja menduga, bahwa banjak diantara saudara akan bertanja, Maka
sesungguhnja, adakah perbedaan jang begitu besar, atau sesuatu perbedaan
apapun, antara penetapan nilai barangdagangan oleh upah, dengan penetapannja oleh kwantitet relatif kerdja jang diperlukan untuk memproduksinja? Tetapi saudara mesti menjadari, bahwa gandjaran untuk kerdja, dan kwantitet kerdja, adalah hal² jang samasekali berlainan. Tjoba umpamakan, bahwa kwantitet² kerdja jang sama
ditetapkan dalam satu quarter gandum dan dalam satu ons emas. Saja
mengambil tjontoh ini oleh sebab ia dipergunakan oleh Benjamin Franklin
dalam Risalahnja jang pertama, jang diterbitkan dalam tahun 1729 dan
berkepala, Penjelidikan Sederhana terhadap Sifat dan Keharusan Uang Kertas,
dimana ia, satu dari jang pertama, menemukan sifat sebenarnja dari
nilai. Nah. Kita umpamakanlah, bahwa satu quarter gandum dan satu ons
emas adalah nilai² jang sama atau ekivalen, oleh sebab keduanja merupakan kristalisasi dari djumlah jang sama kerdja rata²,
dari sekian hari atau sekian minggu kerdja jang masing² diwudjudkan
didalamnja. Dengan demikian menentukan nilai² relatif dari emas dan
gandum, apakah kita ada sedikitpun menjinggung upah dari buruh pertanian dan buruh tambang? Samasekali tidak. Kita samasekali membiarkan tak-tentu bagaimana
kerdja harian atau mingguan mereka dibajar, atau malahan apakah ada
dipergunakan kerdja-upahan samasekali. Djika ja, upah² akan sangatlah
tak-samanja. Buruh jang kerdjanja diwudjudkan dalam satu quarter gandum
itu mungkin hanja akan menerima dua bushel[7]
sadja, dan buruh jang bekerdja dalam tambang mungkin menerima setengah
dari satu ons emas itu. Atau, umpamakan upah mereka sama, upah ini bisa
menjimpang dalam segala matjam perbandingan dari nilai² barangdagangan
jang mereka hasilkan. Ia bisa berdjumlah setengah, sepertiga,
seperempat, seperlima, atau bagian perbandingan lainnja dari satu
quarter gandum atau satu ons emas itu. Upah mereka, sudah barang tentu, tidak dapat melampaui, tidak dapat melebihi nilai² barangdagangan jang mereka hasilkan, akan tetapi upah² tersebut dapat kurang pada segala matjam tingkat. Upah² mereka akan dibatasi oleh nilai² hasilproduksi, akan tetapi nilai² hasilproduksi mereka
tidak akan dibatasi oleh upah. Dan diatas segalanja, nilai², nilai²
relatif dari gandum dan emas, umpamanja, akan terbentuk tanpa perhatian
apapun terhadap nilai kerdja jang dipakai, artinja, upah. Maka untuk menentukan nilai² barangdagangan dengan Kwantitet relatif dari kerdja jang diwudjudkan didalamnja,
adalah sesuatu hal jang berlainan sekali dengan tjara pengulangan untuk
menentukan nilai² barangdagangan dengan nilai kerdja, atau dengan upah. Tetapi hal ini akan didjelaskan lebih landjut dalam kelandjutan penjelidikan kita ini.
Dalam menghitung nilai-penukaran barangdagangan kita mesti menambahkan kepada kwantitet kerdja jang dipakai terachir kwantitet kerdja jang sebelumnja
diolah kedalam bahan mentah barangdagangan itu, dan kerdja jang
dikenakan kepada alat², perkakas, mesin², dan gedung², dengan mana
kerdja itu dibantu. Umpamanja, nilai dari sedjumlah benang-kapas adalah
kristalisasi dari kwantitet kerdja jang ditambahkan kepada kapas selama
proses pemintalan, kwantitet kerdja jang sebelumnja diwudjudkan dalam
kapas itu sendiri, kwantitet kerdja jang diwudjudkan dalam batubara,
minjak, dan zat² tambahan lainnja jang terpakai, kwantitet kerdja jang
tertetapkan dalam mesin-uap, gelendong², gedung pabrik, dan sebagainja.
Perkakas² produksi jang sebetulnja disebut begitu, seperti alat²,
mesin², gedung², berulang-ulang dipakai untuk masa jang lebih pandjang
atau lebih pendek selama proses² jang ber-ulang² dalam produksi. Djika
mereka terpakai habis sekaligus, seperti halnja dengan bahan mentah,
nilai seluruhnja akan segera dipindahkan kebarangdagangan jang
dibantunja dalam memproduksikannja. Akan tetapi karena misalnja
gelendong hanja aus dengan berangsur-angsur, perhitungan rata² diadakan,
jang didasarkan kepada waktu rata² ia tahan, dan ausnja rata² selama
masa tertentu, katakanlah sehari. Dengan demikian kita memperhitungkan
berapa banjak nilai gelendong itu dipindahkan kebenang jang dipintal
se-hari², dan karenanja berapa banjak daripada djumlah seluruh kerdja
jang diwudjudkan dalam satu pon benang adalah berkat kwantitet kerdja
jang sebelumnja diwudjudkan dalam gelendong itu. Untuk tudjuan kita jang
sekarang tidaklah perlu untuk lebih lama berkisar pada soal ini.
Mungkin kelihatannja bahwa djika nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang ditjurahkan kepada produksinja,
maka semakin malas orang, atau semakin kaku orang, semakin bernilai
barangdagangannja, oleh sebab semakin banjak waktu kerdja jang
diperlukan untuk menjelesaikan barangdagangan itu. Tetapi ini akan
merupakan kekeliruan jang menjedihkan. Saudara akan mengingat, bahwa
saja menggunakan perkataan "kerdja Kemasjarakatan", dan banjak soal terpaut dalam kwalifikasi "Kemasjarakatan" ini. Dalam mengatakan, bahwa nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang tertjurah atau terkristalisasi didalamnja, kita maksudkan kwantitet kerdja jang diperlukan
untuk memproduksinja dalam keadaan masjarakat tertentu,dibawah sjarat²
rata² kemasjarakatan tertentu dari produksi, dengan intensitet rata²
kemasjarakatan tertentu, dan ketjakapan rata² dari kerdja jang
digunakan. Sewaktu, di Inggris, perkakas-tenun mesin mulai bersaing
dengan perkakas-tenun tangan, hanja separuh dari waktu kerdja sebelumnja
dibutuhkan untuk mengubah sedjumlah benang tertentu mendjadi satu yard
katun atau kain. Penenun perkakas-tangan jang kasihan itu kini bekerdja
tudjuhbelas atau delapanbelas djam sehari, bukan lagi sembilan atau
sepuluh djam kerdja jang ia lakukan sebelumnja. Namun hasil dari
duapuluh djam kerdjanja kini hanja mewakili sepuluh djam kerdja
kemasjarakatan, atau sepuluh djam kerdja jang diperlukan setjara
kemasjarakatan untuk pengubahan sedjumlah benang tertentu mendjadi bahan
tekstil. Hasil dia dari duapuluh djam itu karenanja tidak mempunjai
nilai lebih daripada hasil dia dahulu dari sepuluh djam.
Maka djika kwantitet kerdja, jang diperlukan setjara kemasjarakatan,
jang diwudjudkan dalam barangdagangan mengatur nilai-penukarannja,
setiap kenaikan kwantitet kerdja jang dibutuhkan untuk menghasilkan
sesuatu barangdagangan mesti memperbesar nilainja, seperti setiap
pengurangan mesti memperketjilnja.
Djika masing² kwantitet kerdja jang diperlukan untuk memproduksi
masing² barangdagangan itu tinggal konstan, maka nilai² relatifnja djuga
akan konstan. Akan tetapi tidak demikianlah halnja. Kwantitet kerdja
jang diperlukan untuk memproduksi sesuatu barangdagangan terus-menerus
berubah dengan adanja perubahan dalam daja produktif dari kerja jang
digunakan. Semakin besar daja produktif kerdja, semakin banjak
hasilproduksi jang diselesaikan dalam waktu kerdja tertentu, dan semakin
ketjil daja produktif kerdja, semakin sedikit hasilproduksi jang
diselesaikan dalam waktu jang sama. Djika, umpamanja, dengan pertambahan
penduduk telah mendjadi perlu untuk mengerdjakan tanah jang kurang
subur, maka djumlah hasilproduksi jang sama hanja akan dapat ditjapai
dengan penggunaan kerdja jang lebih besar, dan nilai hasilproduksi
pertanian djadinja akan naik. Dilain pihak, djika dengan alat² produksi
modern, seorang pemintal mengubah mendjadi benang, selama sehari kerdja,
berapa ribu kali daripada djumlah kapas jang ia dapat pintal selama
waktu jang sama dengan djentera pemintal, maka teranglah bahwa tiap pon
katun akan menjerap beberapa ribu kali lebih sedikit kerdja pemintalan
daripada sebelumnja, dan karenanja nilai jang ditambahkan oleh
pemintalan kepada setiap pon katun akan mendjadi beribu kali lebih
sedikit daripada sebelumnja. Nilai benang akan merosot sesuai dengan
itu.
Selain daripada perbedaan kekuatan² alamiah, dan kemampuan bekerdja
jang telah diperoleh pada berbagai bangsa, daja produktif kerdja
terutama mesti tergantung pada hal² sebagai berikut:
Pertama. Pada sjarat² alamiah dari kerdja, seperti kesuburan tanah, tambang, dan sebagainja;
Kedua. Pada perbaikan madju Kekuatan² Kemasjarakatan dari Kerdja,
seperti jang diperoleh dari produksi setjara besar-besaran, konsentrasi
kapital dan kombinasi kerdja, pembagian lebih ketjil dari kerdja,
mesin², perbaikan tjara², penggunaan alat² kimia dan alat² alamiah
lainnja, perpendekan waktu dan djarak dengan djalan perhubungan dan
pengangkutan, dan tiap pendapatan lainnja dengan mana ilmu mendesak
alat² alamiah untuk melajani kebutuhan kerdja, dan dengan mana watak
kemasjarakatan atau koperatif dari kerdja dikembangkan. Semakin besar
daja produktif dari kerdja, semakin sedikit kerdja jang ditjurahkan pada
sedjumlah hasil produksi tertentu; oleh karena itu semakin ketjil nilai
hasilproduksi ini. Semakin ketjil daja produktif dari kerdja, semakin
banjak kerdja jang ditjurahkan pada djumlah hasilproduksi jang sama;
oleh karena itu semakin besar nilainja. Maka sebagai hukum umum dapat
ditetapkan, bahwa:
Nilai² barangdagangan berbanding langsung dengan waktu
kerdja jang terpakai dalam memproduksinja, dan berbanding-balik dengan
daja produktif dari kerdja jang terpakai.
Sesudah hingga kini hanja berbitjara tentang Nilai, maka saja akan menambahkan beberapa kata tentang Harga, jang merupakan bentuk istimewa dari nilai.
Harga, pada dirinja sendiri, tiada lain daripada pernjataan nilai dalam uang.
Nilai segala barangdagangan negeri ini, misalnja, dinjatakan dalam
harga emas, sedang di Daratan Eropah terutama dinjatakan dalam harga
perak. Nilai emas atau perak, seperti halnja dengan segala
barangdagangan lainnja, ditentukan oleh kwantitet kerdja jang perlu
untuk menperdapatnja. Saudara² menukarkan djumlah tertentu dari
hasilproduksi nasional saudara, dalam mana djumlah tertentu kerdja
nasional saudara² terkristalisasi, dengan hasilproduksi dari negara²
penghasil emas dan perak, dalam mana djumlah tertentu dari kerdja mereka
terkristalisasi. Adalah dengan djalan ini, memang dengan tukar-menukar,
bahwa orang beladjar menjatakan dalam emas dan perak nilai² dari segala
barangdagangan, jaitu masing² kwantitet kerdja jang ditjurahkan
kedalamnja. Dengan memeriksa pernjataan nilai dalam uang setjara
agak lebih dekat, atau apa jang sesungguhnja sama, jaitu pengubahan
nilai mendjadi harga, orang akan mendapatkan, bahwa ini adalah suatu
proses dengan mana orang memberi suatu bentuk jang berdiri-sendiri dan homogen
kepada nilai segala barangdagangan, atau dengan mana orang
menjatakannja sebagai kwantitet² kerdja kemasjarakatan jang sama.
Sedjauh ia hanja merupakan pernjataan nilai dalam uang, harga telah
dinamakan "natural price" (harga wajar) oleh Adam Smith, "prix nécessaire" (harga perlu) oleh kaum fisiokrat Perantjis.
Maka apakah hubungan antara nilai dengan harga pasar, atau antara harga wadjar dengan harga pasar? Saudara semua mengetahui, bahwa harga pasar adalah sama
untuk segala barangdagangan jang sedjenis, betapapun sjarat² produksi
mungkin berbeda bagi produsen setjara seorang². Harga pasar hanja
menjatakan djumlah rata² kerdja kemasjarakatan jang
diperlukan, dibawah sjarat rata² dari produksi, untuk menjediakan massa
tertentu dari barang tertentu bagi pasar. Ia diperhitungkan pada seluruh
djumlah barangdagangan dari djenis tertentu.
Hingga disini harga pasar barangdagangan bertepatan dengan nilainja.
Dilain pihak, gojangan harga² pasar, kadang² melampaui, kadang² merosot
dibawah nilai atau harga wadjar, tergantung pada pasang-surut dari
penawaran dan permintaan. Penjimpangan harga pasar daripada nilai
berlangsung tiada putusnja, akan tetapi seperti Adam Smith berkata:
"Harga wadjar …. Adalah harga sentral, terhadap mana harga segala
barangdagangan senantiasa tjenderung. Berbagai peristiwa bisa kadang²
membikin harga berangdagangan menggantung djauh diatas harga wadjar, dan
kadang² memaksanja malahan agak dibawah harga wadjar. Akan tetapi
apapun jang mendjadi rintangan jang menghalangnja menetap pada pusat
ketenangan dan kediaman itu harga barangdagangan itu senantiasa
tjenderung kepadanja."
Saja sekarang tidak dapat meneliti hal ini. Tjukuplah dikatakan bahwa djika
penawaran dan permintaan berimbang, harga pasar dari barangdagangan²
akan bersesuaian dengan harga wadjarnja, artinja, dengan nilainja,
seperti jang ditentukan oleh masing² kwantitet kerdja jang dibutuhkan
untuk memproduksikannja. Akan tetapi penawaran dan permintaan mesti
senantiasa tjenderung kepada mengimbangi satu sama lain, sekalipun
keduanja melakukannja hanja dengan membalas pergojangan jang satu dengan
jang lain, suatu kenaikan dengan suatu penurunan, dan sebaliknja.
Djika daripada hanja memperhatikan gelombang se-hari², saudara
menganalisa gerakan harga² pasar selama masa jang lebih pandjang,
seperti misalnja Tn. Tooke lakukan dalam karangannja Sedjarah Harga²,
saudara akan melihat, bahwa pergojangan harga² pasar, penjimpangannja
dari nilai, naik-turunnja, saling melumpuhkan dan balas-membalas;
sehingga terlepas dari akibat monopoli² dan beberapa hal pembatas
lainnja jang harus saja lewati sekarang, segala djenis barangdagangan,
pukul rata, didjual menurut nilai atau harga wadjar masing². Masa
rata² selama mana pergojangan harga² pasar saling balas-membalas adalah
berbeda untuk berbagai matjam barangdagangan, oleh sebab dengan djenis
jang satu adalah lebih mudah untuk menjesuaikan penawaran kepada
permintaan daripada dengan djenis jang lain.
Djika, berbitjara setjara luas, dan meliputi masa jang agak lebih
lama, segala djenis barangdagangan terdjual menurut nilainja masing²,
maka adalah omong-kosong untuk menganggap bahwa laba, bukan dalam hal²
ter-sendiri², akan tetapi laba konstan dan jang biasa dari berbagai
lapangan-kerdja, berasal dari penambahan pada harga² barangdagangan, atau dari mendjualnja menurut harga jang melampaui dan mengatasi nilainja.
Ketidakmasukakalan pengertian ini akan njata djika ia digeneralisasi.
Apa jang senantiasa diperoleh sebagai untung oleh seseorang sebagai
pendjual akan senantiasa pula terlepas sebagai rugi baginja sebagai
pembeli. Tidak ada gunanja untuk mengatakan, bahwa ada orang jang
merupakan pembeli tanpa mendjadi pendjual, atau konsumen tanpa mendjadi
produsen. Apa jang orang² seperti ini bajarkan kepada kaum produsen,
harus mereka perdapat pertama-tama dari produsen² itu dengan
tjuma-tjuma. Djika seseorang pertama-tama mengambil uang saudara dan
kemudian mengembalikan uang itu sewaktu membeli barangdagangan saudara,
saudara tidak akan memperkaja diri saudara dengan mendjual
barangdagangan saudara terlalu mahal kepada orang jang itu djuga.
Djual-beli sematjam ini bisa mengurangi kerugian, akan tetapi tidak
pernah akan membantu dalam mewudjudkan laba.
Maka untuk mendjelaskan sifat umum dari laba, saudara harus bertolak dari dalil bahwa, rata², barangdagangan didjual menurut nilai sebenarnja, dan bahwa laba diperoleh dari pendjualannja menurut nilainja,
jaitu, sebanding dengan kwantitet kerdja jang diwudjudkan didalamnja.
Djika saudara tidak dapat mendjelaskan laba atas dasar persangkaan ini,
saudara tidak akan dapat mendjelaskannja sama sekali. Ini kelihatannja
suatu paradoks dan bertentangan dengan pengamatan se-hari². Adalah djuga
paradoks, bahwa dunia bergerak sekitar matahari, dan bahwa air terdiri
dari dua matjam gas jang sangat mudah menjala. Kebenaran ilmiah selalu
merupakan paradoks, djika dipandang dari pengalaman se-hari², jang hanja
menangkap wudjud jang mengitju dari hal-ihwal.
VII Tenaga Bekerdja
Sesudah kini, sedjauh apa jang dapat dilakukan setjara sepintas lalu, menganalisa sifat dari Nilai, dari Nilai barangdagangan apapun, kita harus mengalihkan perhatian kita kepada, Nilai chusus dari Kerja.
Dan disini kembali saja harus mengedjutkan saudara dengan sesuatu jang
nampak sebagai paradoks. Saudara sekalian merasa pasti, bahwa apa jang
mereka djual se-hari² adalah Kerdja mereka; bahwa, karenanja, Kerdja
mempunyai Harga, dan bahwa, karena harga barangdagangan hanja merupakan
pernjataan nilainja dengan uang, maka haruslah pasti ada sesuatu hal
seperti Nilai Kerdja. Tetapi, tidak ada sesuatu apa sematjam Nilai Kerdja
dalam penerimaan umum dari perkataan itu. Kita telah melihat, bahwa
djumlah kerdja-perlu jang terkristalisasi dalam barangdagangan merupakan
nilainja. Sekarang, dalam mempraktekkan pengertian tentang nilai ini,
bagaimanakah kita dapat menentukan, katakanlah, nilai dari hari-kerdja
sepuluh-djam? Berapa banjak kerdja jang terkandung dalam hari itu?
Kerdja sepuluh djam. Mengatakan bahwa nilai sehari-kerdja sepuluh-djam
adalah sama dengan kerdja sepuluh djam, atau dengan kwantitet kerdja
jang terkandung didalamnja, akan merupakan pernjataan pengulangan jang
tak berguna dan; tambahan pula, pernjataan omongkosong. Sudah barang
tentu, sesudah sekali mendapatkan arti sebenarnja, tetapi jang
tersembunji, daripada perkataan "Nilai Kerdja" kita akan sanggup
menafsirkan pentrapan nilai jang irrasionil, dan jang kelihatannja
mustahil itu, dengan tjara jang sama seperti, sesudah sekali memastikan
gerakan sebenarnja dari benda² langit, kita akan sanggup mendjelaskan
gerakan²nja jang nampak atau jang hanja merupakan penglihatan
pantjaindera.
Apa jang didjual buruh bukanlah langsung Kerdjanja, tetapi Tenaga Bekerdjanja,
jang pemakaiannja sementara diserahkannja kepada sikapitalis. Ini
adalah sedemikian rupa sehingga, saja tidak mengetahui apakah oleh
undang² Inggris akan tetapi pasti oleh beberapa undang² di Daratan
Eropa, waktu maksimum ditetapkan untuk mana seseorang dibolehkan
mendjual tenaga bekerdjanja. Djika diperbolehkan untuk berbuat demikian
untuk masa jang tak terbatas, maka perbudakan akan segera dipulihkan.
Pendualan sedemikian, djika misalnja meliputi seumur hidupnja, akan
segera membikinnja budak seumur hidup dari madjikannja.
Salah seorang ahli-ekonomi jang tertua dan ahli-filsafat jang paling
orisinil dari negeri Inggris-Thomas Hobbes-telah setjara naluri
mendapati hal ini, dalam karangannja Leviathan, hal mana tiada terlihat oleh semua pengganti²nja. Ia berkata: "Nilai atau harkat seseorang adalah, seperti dengan semua hal lainnja, harganja: jaitu, sebanjak apa jang akan diberikan untuk Penggunaan Tenaganja".
Dengan bertolak dari dasar ini, kita akan sanggup menentukan Nilai Kerdja seperti halnja dengan segala barangdagangan lainnja.
Akan tetapi sebelum berbuat demikian, kita bisa bertanja, bagaimana
gedjala jang gandjil ini muntjul, bahwa kita mendapatkan dipasar
segolongan pembeli, jang memiliki tanah, mesin², bahan² mentah, dan
alat² penghidupan, jang kesemuanja, ketjuali tanah dalam keadaan liar,
merupakan hasil kerdja, dan dilain pihak, segolongan pendjual
jang tidak mempunyai apa-apa untuk didjual ketjuali tenaga bekerdja
mereka, tangan dan otak mereka jang bekerdja? Bahwa golongan jang satu
terus-menerus membeli untuk membikin laba dan memperkaja mereka, sedang
golongan lainnja terus-menerus mendjual untuk memperoleh nafkah hidup?
Penjelidikan kedalam soal ini akan merupakan penjelidikan kedalam apa
jang oleh ahli²-ekonomi disebut "Akumulasi Sebelumnja atau Mula²" akan tetapi jang seharusnja disebut Perampasan Mula². Kita akan mendapatkan bahwa apa jang dinamakan Akumulasi Mula² ini tiada lain berarti daripada suatu rangkaian proses² historis, jang mengakibatkan Peruraian Persatuan Mula²
jang ada antara Manusia Bekerdja dengan Perkakas Kerdjanja. Tetapi
penjelidikan seperti itu berada diluar pagar pokok-persoalan saja jang
sekarang. Pemisahan antara Manusia Kerdja dengan Perkakas Kerdja
sekali ditetapkan, maka keadaan seperti itu akan memelihara diri dan
memproduksi diri sendiri dalam ukuran jang senantiasa bertambah, sampai
suatu revolusi baru dan asasi dalam tjara produksi akan menumbangkannja
lagi, dan memulihkan persatuan mula² dalam bentuk historis jang baru.
Maka apakah itu Nilai Tenaga Bekerdja?
Seperti halnja dengan tiap barangdagangan lainnja, nilainja
ditentukan oleh kwantitet Kerdja jang perlu untuk memproduksinja. Tenaga
bekerdja seseorang hanja ada dalam kepribadiannja jang hidup. Suatu
djumlah tertentu bahan² kebutuhan hidup harus dikonsumsikan oleh
seseorang supaja tumbuh dan memelihara hidupnja. Akan tetapi manusia,
seperti mesin, akan aus, dan harus digantikan oleh orang lain. Disamping
djumlah bahan² kebutuhan hidup jang diperlukan untuk pemeliharaan dirinja sendiri,
ia menghendaki sedjumlah bahan² kebutuhan lainnja untuk mengasuh
sedjumlah anak² tertentu jang akan menggantikannja dipasar kerdja dan
untuk mengekalkan ras kaum buruh. Tambahan pula, untuk mengembangkan
tenaga bekerdjanja, dan memperoleh ketjakapan tertentu, sedjumlah nilai²
lainnja harus dibelandjakan. Untuk tudjuan kita tjukuplah untuk hanja
mempertimbangkan kerdja rata², jang ongkos² pendidikan dan
perkembangannja merupakan besaran² jang tiada tetap. Namun saja harus
mempergunakan kesempatan ini untuk menjatakan bahwa, oleh karena ongkos
memproduksi tenaga² bekerdja dari berbagai kwalitet berbeda, nilai²
tenaga bekerdja jang dipakai dalam berbagai lapangan-kerdja haruslah
berbeda. Teriakan untuk persamaan upah, karenanja, beralas pada suatu kekeliruan dan merupakan suatu keinginan jang gila
jang tidak akan pernah terkabulkan. Ia adalah buah dari radikalisme
jang palsu dan dangkal jang menerima dalil² dan berusaha menghindari
kesimpulan². Atas dasar sistim upah nilai tenaga bekerdja ditentukan
seperti halnja dengan tiap barangdagangan lainnja; dan oleh karena
djenis berlainan dari tenaga bekerdja mempunjai nilai jang berlainan,
atau membutuhkan kwantitet² jang berlainan dari kedja untuk
memproduksinja, djenis² itu harus memperoleh harga² jang berlainan dipasar kerdja. Berteriak untuk gandjaran jang sama atau adil atas dasar sistim upah adalah seperti berteriak untuk kemerdekaan
atas dasar sistim perbudakan. Apa jang saudara anggap benar atau adil
adalah diluar persoalan. Soalnja adalah: Apa jang perlu dan tak
terhindarkan dengan sistim produksi tertentu?
Sesudah apa jang telah dikatakan, akan terlihatlah, bahwa nilai tenaga bekerdja adalah ditentukan oleh nilai bahan² kebutuhan jang diperlukan untuk memproduksi, mengembangkan, memelihara, dan mengekalkan tenaga bekerdja.
VIII Produksi Nilai-Lebih
Sekarang misalkan, bahwa djumlah rata² bahan² kebutuhan se-hari² bagi seorang buruh memerlukan enam djam kerdja rata²
untuk memproduksinja. Tambahan pula, misalkan, bahwa enam djam kerdja
rata² djuga diwjudjudkan dalam kwantitet emas jang sama dengan 3 s. Maka
3 s. akan merupakan Harga, atau pernjataan setjara uang dari Nilai Sehari daripada Tenaga Bekerdja orang
itu. Djika ia bekerdja enam djam sehari ia akan menghasilkan sehari
suatu nilai jang tjukup untuk membeli djumlah rata² bahan² kebutuhannja
se-hari², atau untuk memelihara dirinja sebagai manusia pekerdja.
Akan tetapi orang kita ini adalah buruh-upahan. Karenanja, ia harus
mendjual tenaga bekerdjanja kepada seorang kapitalis. Djika ia
mendjualnja untuk 3 s. sehari, atau 18 s. seminggu, ia mendjualnja
menurut nilainja. Misalkanlah ia seorang pemintal. Djika ia bekerdja
enam djam sehari ia akan menambahkan nilai sebanjak 3 s. sehari kepada
kapas. Nilai ini, jang saban hari ditambahkannja, akan merupakan
ekivalen jang persis untuk upah, atau harga tenaga bekerdjanja, jang
diterima saban hari. Akan tetapi dalam hal itu tidak ada nilai-lebih atau hasil-lebih apapun akan pergi kekapitalis. Dan disinilah kita tersandung kepada batunja.
Dalam membeli tenaga bekerdja dari buruh, dan mebajar nilainja,
sikapitalis, seperti tiap pembeli lainnja, telah mendapatkan hak untuk
mengkonsumsi atau menggunakan barangdagangan jang telah dibeli. Orang
mengkonsumsi atau menggunakan sesuatu mesin dengan mendjalankannja.
Dengan membajar nilai harian atau mingguan dari tenaga bekerdja buruh,
maka sikapitalis memperoleh hak untuk menggunakan atau menjuruh tenaga
bekerdja itu bekerdja selama seluruh hari atau minggu. Hari kerdja atau minggu kerdja tentu sadja mempunjai batas² tertentu, akan tetapi ini akan kita periksa lebih teliti kemudian.
Untuk waktu sekarang saja hendak mengalihkan perhatian saudara kepada satu hal jang menentukan.
Nilai tenaga bekerdja ditentukan oleh kwantitet kerdja jang perlu untuk memelihara atau mereproduksinja, akan tetapi penggunaan tenaga bekerdja itu hanja dibatasi oleh daja aktif dan kekuatan djasmaniah buruh. Nilai harian
atau mingguan dari tenaga bekerdja adalah samasekali berbeda daripada
pemakaian tenaga itu untuk sehari atau seminggu, seperti halnja makanan
jang dibutuhkan oleh kuda dan lamanja ia dapat mengangkut penaik kuda
berbeda samasekali. Kwantitet kerdja dengan mana nilai tenaga
bekerdja buruh dibatasi, samasekali bukan merupakan batas kepada
kwantitet kerdja jang bisa dilakukan oleh tenaga bekerdjanja. Ambillah
tjontoh pemintal kita itu. Kita telah melihat bahwa, untuk mereproduksi
tenaga bekerdjanja se-hari², ia harus se-hari² mereproduksi nilai dari
tiga shilling, jang akan dilakukannja dengan bekerdja enam djam sehari.
Akan tetapi ini bukan tidak memungkinkan untuk bekerdja sepuluh atau
duabelas djam atau lebih sehari. Akan tetapi dengan membajar nilai
harian atau mingguan dari tenaga bekerdja pemintal itu, sikapitalis
telah mendapatkan hak untuk menggunakan tenaga bekerdja itu selama seluruh hari atau minggu. Maka ia akan menjuruhnja bekerdja, katakanlah, duabelas djam sehari. Diatas dan melampaui enam djam jang diperlukan untuk menggantikan upahnja, atau nilai tenaga bekerdjanja, karenanja, ia akan mesti bekerdja enam djam lagi, jang akan saja sebut djam² kerdja-lebih, kerdja-lebih mana akan merealisasi diri dalam nilai-lebih dan hasil-lebih.
Djika misalnja pemintal kita itu, dengan kerdjanja selama enam djam
sehari, menambahkan nilai tiga shilling kepada kapas, suatu nilai yang
merupakan ekivalen jang persis sama dengan upahnja, ia akan menambahkan
nilai enam shilling kepada kapas selama duabelas djam, dan memproduksi kelebihan benang setjara sebanding.
Oleh karena ia telah mendjual tenaga bekerdjanja kepada sikapitalis,
seluruh nilai-hasilproduksi jang ditjiptakannja adalah kepunjaan
sikapitalis, pemilik sementara dari tenaga bekerdjanja. Dengan
membajar terlebih dahulu tiga shilling, sikapitalis, karenanja, akan
merealisasi nilai sebanjak enam shilling, oleh sebab, dengan membajar
terlebih dahulu suatu nilai dalam mana terkristalisasi enam djam kerdja,
ia akan menerima kembali suatu nilai dalam mana terkristalisasi
duabelas djam kerdja. Dengan mengulangi proses jang sama saban hari,
sikapitalis saban hari, sikapitalis saban hari akan membajar terlebih
dahulu tiga shilling dan saban hari mengantongi enam shilling, separuh
daripadanja akan keluar lagi untuk membajar upah baru, dan jang separuh
lagi akan merupakan nilai-lebih, untuk mana sikapitalis tidak membajar pengimbang apa-apa. Pertukaran antara kapital dengan kerdja sematjam
inilah jang mendjadi dasar dari produksi kapitalis, atau sistim upah,
dan jang selalu harus berakibat dengan pe-reproduksi-an buruh sebagai
buruh, dan kapitalis sebagai kapitalis.
Tingkat nilai-lebih, bilamana semua keadaan lainnja tetap
tinggal sama, akan bergantung pada perbandingan antara bagian hari
kerdja jang perlu untuk mereproduksi nilai tenaga bekerdja dengan waktu-lebih atau kerdja-lebih jang dilakukan untuk sikapitalis. Maka ia akan tergantung pada perbandingan dalam mana hari kerdja diperpandjang diatas dan melebihi ukuran, dengan mengerdjakan mana buruh hanja akan memproduksi nilai tenaga bekerdjanja, atau mengganti upahnja.
IX Nilai-Kerdja
Kita sekarang harus kembali kepada pernjataan, "Nilai atau Harga Kerdja".
Kita telah melihat bahwa, sesungguhnja, ia hanja merupakan nilai dari
tenaga bekerdja, diukur dengan nilai² barangdagangan jang perlu untuk
pemeliharaannja. Akan tetapi oleh karena buruh menerima upahnja sesudah
kerdjanja dilaksanakan, dan tambahan pula mengetahui, bahwa apa jang
sesungguhnja ia berikan kepada sikapitalis adalah kerdjanja, nilai atau
harga tenaga bekerdjanja mestilah nampak baginja sebagai harga atau nilai dari kerdjanja sendiri.
Djika harga tenaga bekerdjanja tiga shilling, dalam mana diwudjudkan
enam djam kerdja, dan djika ia bekerdja duabelas djam, ia mestilah
menganggap tiga shilling ini sebagai nilai atau harga duabelas djam
kerdja, meskipun duabelas djam kerdja ini mewudjudkan dirinja dalam
nilai enam shilling. Dua matjam akibat jang timbul dari sini.
Pertama. Nilai atau harga dari tenaga bekerdja memakai rupa sebagai harga atau nilai dari kerdja itu sendiri, meskipun, bitjara setjara teliti, nilai dan harga kerdja adalah istilah² tanpa arti.
Kedua. Meskipun sebagian sadja dari kerdja harian buruh itu dibajar, sedang bagian lainnja tidak dibajar, dan sedangkan kerdja jang tidak dibajar atau kerdja-lebih itu djustru merupakan dana dari mana nilai-lebih atau laba dibentuk, nampaknja seolah-olah kerdja kesemuanja adalah kerdja jang dibajar.
Rupa jang palsu ini membedakan kerdja-upahan dari bentuk² kerdja historis lainnja. Atas dasar sistim upah kerdja tiada berbajar pun nampak sebagai kerdja berbajar. Sebaliknja, dengan budak,
bagian dari kerdjanja jang dibajar pun kelihatannja sebagai tiada
berbajar. Sudah barang tentu, supaja dapat bekerdja budak harus hidup,
dan sebagian dari hari kerdjanja dipakai untuk menggantikan nilai dari
pemeliharaan dirinja sendiri. Akan tetapi oleh karena tidak ada
dilakukan tawar-menawar antara dia dan tuannja, dan tidak ada tindakan²
djual-beli berlangsung antara kedua pihak, maka seluruh kerdjanja
nampaknja seperti diberikan begitu sadja dengan tjuma-tjuma.
Dilain pihak, ambillah tani hamba, seperti jang bisa saja katakan,
sampai hari kemarin terdapat diseluruh bagian Timur dari Eropa. Petani
ini bekerdja, misalnja, tiga hari untuk dirinja atas tanahnja sendiri
atau tanah jang dibagikan kepadanja, dan tiga hari berikutnja ia
melakukan kerdja paksa dan pertjuma diatas tanah tuannja. Djadi, disini,
bagian² kerdja jang berbajar dan tidak berbajar dipisah setjara njata,
terpisah dalam waktu dan ruang; dan kaum Liberal kita meluap dengan
keberangan moril terhadap faham jang mustahil ini untuk menjuruh orang
bekerdja dengan tjuma-tjuma.
Tetapi, sesungguhnja, apakah seseorang bekerdja tiga hari seminggu
untuk dirinja atas tanahnja sendiri dan tiga hari dengan tjuma-tjuma
atas tanah tuannja, atau apakah ia bekerdja dalam pabrik atau bengkel
enam djam sehari untuk dirinja dan enam djam untuk madjikannja, pada
hakekatnja sama sadja, meskipun dalam hal belakangan bagian² kerdja jang
berbajar dan tidak berbajar satu sama lain bertjampur tak-terpisahkan,
dan hakekat seluruh transaksi sepenuhnja diselubungi oleh adanja perantaraan sesuatu perdjandjian kerdja dan bajaran
jang diterima pada achir minggu. Kerdja tjuma-tjuma kelihatannja
seperti diberikan setjara sukarela dalam tjontoh jang satu, dan setjara
paksaan didalam tjontoh lainnja. Inilah jang mendjadi segala perbedaan.
Dalam menggunakan perkataan "nilai-kerdja", saja hanja akan menggunakannja sebagai istilah pasaran populer untuk "nilai tenaga bekerdja".
X Laba Dibikin Dengan Mendjual Barang-Dagangan Menurut Nilainja
Misalkanlah satu djam kerdja rata² terwudjudkan dalam
suatu nilai jang sama dengan enam pence, atau duabelas djam kerdja rata²
dapat diwudjudkan dalam enam shilling. Selandjutnja, misalkanlah, bahwa
nilai kerdja sama dengan tiga shilling atau hasil enam djam kerdja.
Dan, djika, dalam bahan mentah, mesin, dan sebagainja, jang terhabiskan
dalam sesuatu barangdagangan, duapuluhempat djam kerdja rata² terwudjud,
maka nilainja akan berdjumlah duabelas shilling. Djika, tambahan pula,
buruh jang dipekerdjakan oleh sikapitalis menambahkan duabelas djam
kerdja kepada alat² produksi itu, duabelas djam kerdja ini akan
diwudjudkan dalam nilai tambahan sebanjak enam shilling. Maka, nilai
total baranghasil itu, akan sebesar tigapuluhenam djam kerdja
terlaksana, dan akan sama dengan delapanbelas shilling. Akan tetapi oleh
karena nilai kerdja, atau upah jang dibajarkan kepada buruh, hanja akan
berdjumlah tiga shilling, tidak ada ekivalen akan dibajarkan oleh
sikapitalis untuk enam djam kerdja lebih jang dilakukan oleh buruh, dan
jang diwudjudkan dalam nilai barangdagangan itu. Dengan mendjual
barangdagangan ini menurut nilainja sebesar delapanbelas shilling,
sikapitalis, karenanja, akan merealisasi nilai sebesar tiga shilling,
untuk mana ia tak membajarkan ekivalen. Tiga shilling ini akan merupakan
nilai-lebih atau laba jang dikantonginja. Djadi sikapitalis akan
mewudjudkan laba sebanjak tiga shilling, bukan dengan mendjual
barangdagangannja dengan harga jang melebihi dan mengatasi nilainja, akan tetapi dengan mendjualnja menurut nilai sebenarnja.
Nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet total dari kerdja jang
terkandung didalamnja. Akan tetapi sebagian dari kwantitet kerdja itu
diwudjudkan dalam nilai, untuk mana suatu ekivalen telah dibajarkan
dalam bentuk upah; sebagian daripadanja diwudjudkan dalam nilai untuk
mana tidak ada dibajarkan suatu ekivalen. Sebagian dari kerdja jang terkandung didalam barangdagangan adalah kerdja berbajar; sebagian adalah kerdja tidak berbajar. Maka, dengan mendjual barangdagangan itu menurut nilainja, jaitu, sebagai kristalisasi kwantitet total kerdja jang
ditjurahkan kepadanja, sikapitalis mestilah mendjualnja dengan mendapat
laba. Ia bukan sadja mendjual apa jang dibajarnja dengan suatu
ekivalen, tetapi ia djuga mendjual sesuatu untuk mana ia tidak membajar
apa-apa, meskipun ini berarti ada pengeluaran kerdja bagi buruhnja.
Ongkos barangdagangan bagi sikapitalis dan ongkosnja jang sebenarnja
adalah hal² jang berlainan. Makaitu, saja ulangi, bahwa laba biasa dan
rata² diwudjudkan dengan mendjual barangdagangan tidak diatas, tetapi menurut nilainja sebenarnja.
XI Berbagai Bagian Dalam Mana Nilai-Lebih Teruraikan
Nilai-lebih, atau bagian dari nilai total barangdagangan dalam mana kerdja-lebih atau kerdja tiada berbajar dari buruh diwudjudkan, saja sebut Laba.
Seluruh laba itu tidak dikantongi oleh sikapitalis-pengusaha. Monopoli
tanah memungkinkan tuantanah untuk mengambil sebagian dari nilai-lebih, dengan nama sewa,
apakah tanah dipakai untuk pertanian, bangunan² atau djalan kereta-api,
atau untuk maksud produktif lainnja. Dilain pihak, kenjataan bahwa
pemilikan perkakas kerdja memungkinkan kapitalis-pengusaha untuk memproduksi nilai-lebih, atau, apa jang pada hakekatnja sama, untuk merampas baginja djumlah tertentu dari kerdja tidak berbajar,
memungkinkan pemilik dari alat² kerdja, jang ia pindjamkan seluruhnja
atau sebagian kepada kapitalis-pengusaha-memungkinkan, ringkasnja,
kapitalis pelepas-uang, untuk menuntut bagi dirinja dengan nama bunga sebagian lain dari nilai-lebih itu, sehingga akan tertinggal bagi kapitalis-pengusaha hanja bagian itu sadja jang dinamakan laba industri atau perdagangan.
Dengan hukum² apa pembagian djumlah total nilai-lebih diantara ketiga
golongan orang itu diatur adalah soal jang samasekali asing bagi pokok
persoalan kita. Tetapi sebanjak ini adalah akibat daripada apa jang
telah dikatakan.
Sewa, Bunga, dan Laba Industri hanja merupakan nama-nama berlainan untuk bagian² berlainan dari nilai-lebih barangdagangan, atau kerdja tidak berbajar jang terkandung didalamnja dan kesemuanja sama² diperoleh dari sumber ini, dan hanja dari sumber ini sadja. Hal tsb. Tidak diperoleh dari tanah seperti itu atau dari kapital seperti
itu, akan tetapi tanah dan kapital memungkinkan para pemiliknja untuk
mendapatkan bagian masing² dari nilai-lebih jang diperas oleh
kapitalis-pengusaha dari buruh. Bagi buruh sendiri adalah soal jang
bukan-pokok apakah nilai-lebih itu, hasil daripada kerdja-lebihnja, atau
kerdja tidak berbajar, seluruhnja dikantongi oleh kapitalis-pengusaha,
atau apakah jang belakangan terpaksa membajarkan bagian² daripadanja,
dengan nama sewa dan bunga, kepada pihak² ketiga. Misalkan
kapitalis-pengusaha hanja memakai kapitalnja sendiri dan mendjadi
tuantanahnja sendiri, maka seluruh nilai-lebih akan masuk dalam
kantongnja.
Adalah kapitalis-pengusaha jang langsung memeras dari buruh
nilai-lebih ini, biar bagian apapun daripadanja achirnja ia dapat
menahan untuk dirinja sendiri. Maka, atas hubungan inilah, hubungan
antara kapitalis-pengusaha dengan buruh-upahan, tergantung seluruh
sistim upah dan seluruh sistim produksi jang sekarang. Karenanja,
beberapa dari saudara² jang mengambil bagian dalam perdebatan kita,
adalah keliru ketika mereka berusaha memaniskan soal² dan memperlakukan
hubungan asasi ini antara kapitalis-pengusaha dengan buruh sebagai soal
nomor dua, meskipun mereka benar dalam menjatakan bahwa, dalam keadaan
tertentu, kenaikan harga bisa djadi mengenai kapitalis-pengusaha,
tuantanah, kapitalis beruang, dan, djika saudara menghendaki, pemungut
padjak, dalam ukuran jang sangat ber-beda².
Konsekwensi jang lain tumbuh daripada apa jang telah dinjatakan.
Bagian dari nilai barangdagangan jang hanja mewakili nilai dari
bahan² mentah, mesin², singkatnja, nilai dari alat² produksi jang
terpakai, samasekali bukan merupakan penghasilan, akan tetapi hanja menggantikan kapital. Akan tetapi, lain daripada itu, adalah keliru mengatakan bahwa bagian lain dari nilai barangdagangan jang merupakan penghasilan, atau boleh dibajarkan dalam bentuk upah, laba, sewa, bunga, adalah dibentuk oleh
nilai upah, nilai sewa, nilai laba, dan sebagainja. Pada tingkat
pertama, kita akan mengesampingkan upah, dan hanja membahas laba
industri, bunga dan sewa.
Kita baru sadja melihat, bahwa nilai-lebih jang terkandung didalam barangdagangan atau bagian dari nilai barangdagangan dalam mana kerdja tidak berbajar diwudjudkan,
memisah diri dalam berbagai petjahan, dengan memakai tiga nama jang
berlainan. Akan tetapi adalah samasekali kebalikan dari kebenaran untuk
mengatakan, bahwa nilainja tersusun atau terbentuk dengan pendjumlahan dari nilai² jang berdiri sendiri dari ketiga unsur ini.
Djika sedjam kerdja mewudjudkan diri dalam nilai enam pence, djika
hari kerdja buruh meliputi duabelas djam, djika separuh dari waktu ini
merupakan kerdja tidak berbajar, maka kerdja-lebih itu akan menambahkan
kepada barangdagangan nilai-lebih sebanjak tiga shilling, jaitu, nilai untuk mana tidak dibajar suatu ekivalen. Nilai-lebih sebanjak tiga shilling ini merupakan seluruh dana jang
oleh kapitalis-pengusaha bisa dibagikan, dalam perbandingan apapun,
dengan tuantanah dan pelepas-uang. Nilai tiga shilling ini merupakan
batas dari nilai jang mereka harus bagikan diantara mereka. Akan tetapi
bukanlah kapitalis-pengusaha jang menambahkan kepada nilai
barangdagangan suatu nilai semau-maunja sebagai labanja, jang padanja
ditambahkan nilai jang lain bagi tuantanah, dan seterusnja, sehingga
pendjumlahan nilai² jang ditetapkan setjara semau-maunja ini akan
merupakan nilai total. Maka saudara melihat kekeliruan pikiran umum,
jang mentjampur-adukkan peruraian nilai tertentu mendjadi tiga bagian, dengan pembentukan nilai itu dari pendjumlahan tiga nilai jang berdiri sendiri,
dengan demikian mengubah nilai keseluruhan itu, dari mana sewa, laba,
dan bungan diperoleh, mendjadi djumlah jang sekehendak hati.
Djika laba total jang direalisasi oleh seorang kapitalis sama dengan £100, kita namakan djumlah ini, dipandang sebagai besaran mutlak, banjaknja laba.
Akan tetapi djika kita menghitung perbandingan dengan mana djumlah £100
itu berbanding dengan kapital jang dibajarkan terlebih dahulu, kita
namakan besaran relatif ini, tingkat laba. Adalah djelas bahwa tingkat laba ini bisa dinjatakan dengan tjara dua.
Misalkanlah £100 itu kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah.
Djika nilai-lebih jang ditjiptakan adalah djuga £100-dan ini akan
menundjukkan kepada kita bahwa separuh dari hari kerdja buruh terdiri
atas kerdja tidak berbajar-dan djika kita mengukur laba ini
dengan nilai kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah, kita
seharusnja mengatakan bahwa tingkat laba berdjumlah seratus
persen, oleh sebab nilai jang dibajarkan terdahulu akan sama dengan
seratus dan nilai jang direalisasi akan sebesar duaratus.
Djika, dilain pihak, kita bukan sadja mempertimbangkan kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah, akan tetapi kapital total jang
dibajarkan terlebih dahulu, katakanlah, umpamanja, £500, dari mana £400
mewakili nilai bahan² mentah, mesin², dan sebagainja, kita haruslah
mengatakan, bahwa tingkat laba hanja sebesar duapuluh persen, oleh sebab laba seratus hanja akan merupakan bagian seperlima dari kapital total jang dibajarkan terlebih dahulu.
Tjara pertama untuk menjatakan tingkat laba hanja satu-satunja jang
menundjukkan kepada saudara perbandingan sesungguhnja antara kerdja
berbajar dan tidak berbajar, deradjat sesungguhnja dari exploitation (saudara haruslah membolehkan saja menggunakan perkataan Perantjis ini) kerdja.
Tjara menjatakan jang lainnja adalah apa jang sudah umum terpakai, dan
adalah, memang, sesuai untuk tudjuan² tertentu. Se-tidak²nja, ia adalah
sangat berguna untuk menutupi deradjat sikapitalis memeras kerdja
tjuma-tjuma dari buruh.
Dalam keterangan² jang masih harus saja berikan, saja akan memakai perkataan Laba untuk
seluruh djumlah nilai-lebih jang diperas oleh kapitalis tanpa
mengindahkan pembagian nilai-lebih itu diantara berbagai pihak, dan
dalam memakai perkataan² Tingkat Laba, saja akan selalu mengukur laba dengan nilai kapital jang dibajarkan terlebih dahulu dalam upah.
XII Hubungan Umum Antara Laba, Upah dan Harga
Kurangkanlah dari nilai barangdagangan nilai jang
menggantikan nilai dari bahan² mentah dan alat² produksi lainnja jang
terpakai didalamnja, artinja, kurangkanlah nilai jang mewakili kerdja terdahulu jang
terkandung di dalamnja, dan sisa dari nilainja akan memisah djadi
kwantitet kerdja jang ditambahkan oleh buruh jang dipekerdjakan terachir.
Djika buruh itu bekerdja duabelas djam sehari, djika duabelas djam
kerdja rata² mengkristalisasi diri dalam sedjumlah emas sebesar enam
shilling, nilai tambahan sebesar enam shilling ini adalah nilai satu-satunja jang
ditjiptakan oleh kerdjanja. Nilai tertentu ini, jang ditentukan oleh
masa kerdjanja, adalah dana satu-satunja dari mana baik ia dan
sikapitalis harus menarik bagian atau dividen masing², nilai
satu-satunja untuk dibagikan kedalam upah dan laba. Adalah djelas bahwa
nilai ini sendiri tidak akan berubah oleh perbandingan jang ber-ubah²
dalam mana ia bisa dibagikan antara kedua belah pihak. Djuga tidak akan
ada jang berubah djika ditempat seorang buruh ditempatkan seluruh
penduduk pekerdja, duabelas djuta hari kerdja, umpamanja, dan bukan satu
hari kerdja.
Oleh karena kapitalis dan buruh hanja dapat membagikan nilai terbatas
ini, artinja, jang diukur dengan kerdja total dari buruh, maka semakin
banjak jang satu mendapat akan semakin kurang lainnja mendapat, dan sebaliknja.
Bilamana ada suatu djumlah tertentu, sebagian daripadanja akan
bertambah dalam perbandingan sebaliknya dengan berkurangnja bagian
lainnja. Djika upah berubah, laba akan berubah dalam djurusan jang
bertentangan. Djika upah djatuh, laba akan naik; dan djika upah naik,
laba akan djatuh. Djika buruh, pada tjontoh kita jang pertama, mendapat
tiga shilling, sama dengan separuh nilai jang ia tjiptakan, atau djika
seluruh hari kerdja kerdjanja terdiri atas kerdja jang separuh berbajar,
separuh tidak berbajar, maka tingkat laba akan sebesar 100
persen, oleh sebab sikapitalis djuga akan mendapat tiga shilling. Djika
buruh hanja menerima dua shilling, atau hanja bekerdja sepertiga dari
seluruh hari kerdja untuk dirinja, sikapitalis akan mendapat empat
shilling, dan tingkat laba akan mendjadi 200 persen. Djika buruh
menerima empat shilling, sikapitalis hanja akan menerima dua, dan
tingkat laba akan merosot djadi 50 persen, akan tetapi segala variasi
ini tidak akan mengenai nilai barangdagangan. Kenaikan umum upah,
karenanja, akan berakibat djatuhnja tingkat umum dari laba, akan tetapi
tidak mempengaruhi nilai.
Akan tetapi meskipun nilai² barangdagangan, jang pada achirnja mesti
mengatur harga² pasarnja, semata-mata ditentukan oleh kwantitet total
kerdja jang tertetapkan didalamnja, dan tidak oleh pembagian kwantitet
itu mendjadi kerdja berbajar dan tidak berbajar, ini se-kali² tidak
berarti, bahwa nilai² barangdagangan itu satu per satu, atau dari banjak barangdagangan, jang diproduksi selama duabelas djam, misalnja, akan tetap konstan. Djumlah atau massa barangdagangan jang diproduksi dalam waktu kerdja tertentu, atau dengan kwantitet kerdja tertentu, tergantung pada daja produktif dari kerdja jang dipakai, dan tidak pada lama atau
pandjangnja. Dengan suatu deradjat daja produktif dari kerdja
pemintalan, umpamanja, hari kerdja dari duabelas djam bisa memproduksi
duabelas pon benang, dengan deradjat daja produktif jang lebih ketjil
hanja dua pon. Maka djika duabelas djam kerdja rata² terwudjud dalam
nilai enam shilling, dalam hal jang satu, benang duabelas pon akan
berharga enam shilling, dalam hal jang lain benang jang dua pon djuga
akan berharga enam shilling. Maka satu pon benang akan berharga enam
pence dalam hal jang satu, dan tiga shilling dalam hal lainnja.
Perbedaan harga ini berasal dari perbedaan dalam daja produktif dari
kerdja jang dipakai. Satu djam kerdja akan terwudjud dalam satu pon
benang dengan daja produktif jang lebih besar itu, sedang dengan daja
produktif jang lebih ketjil, enam djam kerdja akan terwudjud dalam satu
pon benang. Harga satu pon benang dalam hal jang satu hanja enam pence,
meskipun upah adalah relatif tinggi dan tingkat laba rendah; ia akan
berdjumlah tiga shilling dalam hal lainnja, meskipun upah adalah rendah
dan tingkat laba tinggi. Ini akan demikian, oleh sebab harga se-pon
benang diatur oleh djumlah total dari kerdja jang terolahkan didalamnja, dan tidak oleh pembagian proporsionil dari djumlah total itu dalam kerdja jang berbajar dan tidak berbajar.
Kenjataan jang saja sebutkan sebelumnja, bahwa kerdja berharga-tinggi
bisa memproduksi barangdagangan murah dan kerdja berharga-rendah bisa
memproduksi barangdagangan jang mahal, karenanja, kehilangan rupanja
jang paradoksal. Ia hanja merupakan pernjataan dari hukum umum, bahwa
nilai barangdagangan ditentukan oleh kwantitet kerdja jang terolahkan
didalamnja, dan bahwa kwantitet kerdja jang terolahkan didalamnja
tergantung samasekali pada daja produktif dari kerdja jang dipakai, dan,
karenanja, akan berubah dengan setiap variasi dalam produktivitet
kerdja.
XIII Peristiwa² Utama Tentang Usaha Menaikkan Upah Atau Melawan Penurunannja
Marilah kita sekarang sungguh² memperhatikan
peristiwa-peristiwa utama dalam mana kenaikan upah diusahakan atau
penurunan upah dilawan.
1. Kita telah melihat, bahwa nilai tenaga bekerdja, atau dalam bahasa jang lebih populer, nilai kerdja,
ditentukan oleh nilai dari bahan² kebutuhan, atau kwantitet kerdja jang
diperlukan untuk memproduksinja. Maka, djika, dalam suatu negeri
tertentu nilai bahan² kebutuhan rata² sehari bagi buruh mewakili enam
djam kerdja jang dinjatakan dalam tiga shilling, buruh akan harus
bekerdja enam djam kerdja sehari untuk memproduksi ekivalen untuk
pemeliharaannja sehari-hari. Djika seluruh hari kerdja berlangsung
duabelas djam, sikapitalis akan membajar nilai kerdjanja kepadanja
dengan membajarkan tiga shilling kepadanja. Separuh dari hari kerdja
akan merupakan kerdja tidak berbajar, dan tingkat laba akan sama dengan
100 persen. Akan tetapi sekarang misalkan bahwa, sebagai akibat dari
pengurangan produktivitet, lebih banjak kerdja dibutuhkan untuk
memproduksi, katakanlah, djumlah hasilproduksi pertanian jang sama,
sehingga harga dari bahan² kebutuhan se-hari² rata² naik dari tiga
mendjadi empat shilling. Dalam hal itu nilai kerdja akan naik
dengan sepertiga, atau 33½ persen. Delapan djam dari hari kerdja akan
diperlukan untuk memproduksi ekivalen untuk pemeliharaan se-hari² dari
buruh, menurut tingkat hidupnja jang lama. Maka kerdja-lebih akan
merosot dari enam djam mendjadi empat djam, dan tingkat laba dari 100
mendjadi 50 persen. Akan tetapi dalam menuntut kenaikan upah, buruh
hanja akan menuntut untuk mendapatkan tambahan nilai kerdjanja,
seperti halnja dengan setiap pendjual barangdagangan lainnja, jang, oleh
karena bertambahnja ongkos barangdagangannja, berusaha mendapatkan
pembajaran untuk tambahan nilainja itu. Djika upah tidak naik, atau
tidak tjukup naik, untuk mengimbangi pertambahan nilai² bahan kebutuhan,
harga kerdja akan merosot dibawah nilai kerdja, dan tingkat hidup buruh akan bertambah buruk.
Akan tetapi suatu perubahan dapat djuga berlangsung dalam djurusan
jang berlawanan. Berkat pertambahan produktivitet kerdja, djumlah jang
sama dari bahan² kebutuhan se-hari² rata² bisa merosot dari tiga
mendjadi dua shilling, atau hanja empat djam dari hari kerdja, dan bukan
enam djam, diperlukan untuk memproduksi ekivalen untuk nilai dari
bahan² kebutuhan se-hari². Buruh kini akan sanggup membeli dengan dua
shilling bahan² kebutuhan sebanjak seperti dilakukannja sebelumnja
dengan tiga shilling. Memang, nilai kerdja akan merosot, akan
tetapi nilai jang berkurang itu akan menguasai djumlah barangdagangan
jang sama seperti sebelumnja. Maka laba akan naik dari tiga mendjadi
empat shilling, dan, tingkat laba dari 100 mendjadi 200 persen. Meskipun
tingkat hidup mutlak dari buruh akan tetap tinggal sama, upah relatifnja, dan dengan itu kedudukan sosial relatif daripadanja,
akan menurun djika dibandingkan dengan sikapitalis. Djika buruh
menentang pengurangan upah relatif itu, ia hanja berusaha untuk
mendapatkan sekedar bagian dalam pertambahan daja produktif dari
kerdjanja sendiri, dan untuk memelihara kedudukan relatif sebelumnja
dalam tangga masjarakat. Demikianlah, sesudah penghapusan Undang²
Gandum, dan dengan pelanggaran jang menjolokmata atas djandji² jang
paling chidmat jang diberikan selama agitasi anti-undang²-gandum, tuan²
pabrik Inggris pada umumnja menurunkan upah dengan sepuluh persen.
Perlawanan kaum buruh pada mulanja digagalkan, akan tetapi, sebagai
akibat dari keadaan jang sekarang tidak dapat saja bahas, sepuluh persen
jang hilang itu kemudian diperdapat kembali.
2. Nilai² bahan kebutuhan dan karenanja nilai kerdja, bisa tetap tinggal sama, akan tetapi suatu perubahan bisa terdjadi dalam harga² uang bahan² tersebut, sebagai akibat dari perubahan terdahulu dari nilai uang.
Dengan penemuan tambang² jang lebih kaja dan sebagainja, dua ons emas
bisa, misalnja, membutuhkan tidak lebih banjak kerdja untuk
memproduksinja daripada satu ons sebelumnja. Nilai emas karena itu akan berkurang dengan separuh, atau limapuluh persen. Oleh karena nilai dari segala barangdagangan lainnja akan dinjatakan dalam harga jang dua kali sebesar harga² uang sebelumnja, demikian djugalah halnja dengan nilai kerdja.
Duabelas djam kerdja, jang sebelumnja dinjatakan dalam enam shilling,
kini akan dinjatakan dalam duabelas shilling. Djika upah buruh tetap
tinggal tiga shilling, harga uang dari kerdjanja hanja merupakan separuh dari nilai kerdjanja,
dan tingkat hidupnja akan sangat merosot. Ini djuga akan terdjadi dalam
ukuran jang lebih besar atau ketjil, djika upahnja naik tetapi tidak
sebanding dengan djatuhnja nilai emas. Dalam hal jang demikian tidak ada
jang akan berubah, baik dalam daja produktif dari kerdja, maupun dalam
penawaran dan permintaan, atau dalam nilai². Tidak ada jang akan berubah
ketjuali nama² uang dari nilai² itu. Mengatakan bahwa dalam hal
jang begitu buruh semestinja djangan menuntut kenaikan proporsionil dari
upah, adalah seperti mengatakan bahwa ia harus merasa puas dengan
mendapat bajaran dengan nama, sebagai ganti daripada barang². Segala
sedjarah jang lampau membuktikan, bahwa bilamana sadja terdjadi
kemerosotan uang sematjam itu, maka kaum kapitalis berdjaga-djaga untuk
mempergunakan kesempatan ini untuk menipu buruh. Suatu mazhab jang
sangat besar dari ahli²-ekonomi politik menjatakan bahwa, sebagai akibat
dari penemuan² tambang² emas jang baru, perbaikan pengusahaan tambang²
perak, dan penjediaan airraksa jang lebih murah, maka nilai dari logam²
berharga telah berkurang lagi. Ini mendjelaskan usaha² umum dan jang
serentak di Daratan Eropa untuk kenaikan upah.
3. Kita hingga sekarang memisalkan, bahwa hari kerdja mempunjai
batas² tertentu. Tetapi, hari kerdja, pada dirinja sendiri, tak
mempunjai batas² jang tetap. Adalah ketjenderungan jang tetap dari
kapital untuk meluaskannja sampai kepada batas kemungkinan djasmaniah,
oleh sebab, dalam deradjat jang sama, kerdja-lebih, dan, sebagai
akibatnja, laba jang timbul daripadanja, akan bertambah. Semakin
berhasil kapital untuk memperpandjang hari kerdja, semakin besar djumlah
kerdja orang² lain jang akan dirampasnja. Selama abad ketudjuhbelas dan
malahan djuga selama bagian duapertiga jang pertama dari abad
kedelapanbelas, hari kerdja sepuluh djam adalah hari kerdja jang lazim
diseluruh Inggris. Selama perang anti-Jakobin, jang sesungguhnja
merupakan perang jang dilakukan oleh baron² Inggris terhadap massa
pekerdja Inggris, kapital berpesta pora, dan memperpandjang hari kerdja
dari sepuluh mendjadi duabelas, empatbelas, delapanbelas djam. Malthus,
jang samasekali tidak akan ditjurigai sebagai seorang jang gampang
terharu, menjatakan dalam suatu selebaran, jang diterbitkan kira² tahun
1815, bahwa djika hal sematjam ini akan berlangsung terus, kehidupan
nasion akan terserang pada sumbernja sendiri. Beberapa tahun sebelum
pemakaian umum dari mesin² pendapatan-baru, kira² tahun 1765, suatu
risalah terbit di Inggris dengan nama, Risalah tentang Perusahaan.
Penulisnja, jang memakai nama samaran, dan jang merupakan musuh jang
njata dari klas buruh, menjerukan perlunja memperluas batas² dari hari
kerdja. Diantara tjara² lain untuk maksud ini, ia usulkan adanja rumah² kerdja, jang, katanja, semestinja merupakan "Rumah² Teror." Dan berapa lamanja hari kerdja jang ia adjukan untuk "Rumah² Teror" ini? Duabelas djam,
waktu jang persis sama dengan apa jang dinjatakan dalam tahun 1832 oleh
kaum kapitalis, ahli²-ekonomi politik, dan menteri² sebagai waktu
kerdja jang tidak sadja sedang berlaku akan tetapi jang perlu untuk anak
dibawah duabelas tahun.
Dengan mendjual tenaga bekerdjanja, dan ia harus berbuat demikian
dalam sistim jang sekarang, buruh menjerahkan kepada kapitalis pemakaian
dari tenaga itu, akan tetapi dalam batas² rasionil tertentu. Ia
mendjual tenaga bekerdjanja untuk memeliharanja, terlepas daripada
ausnja jang wadjar, akan tetapi tidak untuk menghantjurkannja. Dalam
mendjual tenaga bekerdjanja menurut nilai harian atau mingguannja,
diartikan bahwa dalam satu hari atau satu minggu tenaga bekerdja itu
tidak akan dikenakan pemborosan atau pengausan dua hari atau dua minggu.
Ambillah suatu mesin seharga £1.000. Djika ia habis terpakai dalam
sepuluh tahun ia akan menambahkan £100 setahun kepada nilai
barangdagangan jang dalam memproduksinja ia turut membantu. Djika ia
terpakai habis dalam lima tahun ia akan menambahkan £200 setahun, atau
nilai dari ausnja sadalah berbanding balik dengan waktu dalam mana ia
terpakai. Akan tetapi ini memperbedakan manusia pekerdja dengan mesin.
Mesin tidak mengaus dalam perbandingan jang persis sama dengan waktu
dalam mana ia dipergunakan. Sebaliknja, manusia merosot dalam
perbandingan jang lebih besar daripada apa jang nampak dengan penambahan
kerdja dengan angka kerdja.
Dalam usaha² mereka untuk mengurangi hari kerdja sampai kepada ukuran
rasionil sebelumnja, atau, dimana mereka tidak dapat memaksakan
penetapan hukum tentang hari kerdja normal, dengan mentjegah kerdja
lembur dengan kenaikan upah, jaitu suatu kenaikan jang bukan hanja
sebanding dengan waktu-lebih jang diperas, akan tetapi dalam proporsi
jang lebih besar, manusia² pekerdja hanja melakukan kewadjiban kepada
diri mereka dan kepada ras mereka. Mereka hanja memberi batas kepada
penghisapan sewenang-wenang dari kapital. Waktu adalah ruang untuk
perkembangan manusua. Seseorang jang tidak mempunjai waktu jang terluang
bagi dirinja sendiri, jang seluruh hidupnja, ketjuali penjelangan
djasmaniah semata-mata oleh tidur, makan, dan sebagainja, adalah
terserap oleh kerdjanjanja untuk sikapitalis, adalah kurang daripada
kuda beban. Ia merupakan mesin semata-mata untuk memproduksi Kekajaan
Asing, remuk dalam badan dan kasar dalam djiwa. Sekalipun demikian
seluruh sedjarah industri modern menundjukkan, bahwa kapital, djika
tidak ditjegah, setjara nekad dan kedjam berusaha melemparkan klas buruh
kedalam keadaan jang se-hina²nja ini.
Dalam memperpandjang hari kerdja sikapitalis bisa membajar upah jang lebih tinggi namun masih menurunkan nilai kerdja,
djika kenaikan upah tidak bersesuaian dengan bertambah banjaknja kerdja
jang diperas, dan bertambah tjepatnja kemerosotan tenaga bekerdja jang
diakibatkannja. Ini bisa dilakukan dengan djalan lain. Ahli²-statistik
klas tengah akan menerangkan kepada saudara, umpamanja, bahwa upah rata²
keluarga pekerdja pabrik di Lancashire telah meningkat. Mereka lupakan,
bahwa sebagai ganti dari kerdja laki², kepala keluarga, isterinja dan
mungkin tiga atau empat orang anak kini dilemparkan kebawah roda
Djagatnath dari kapital, dan bahwa keseluruhan kerdja-lebih jang diperas
dari keluarga itu.
Malahan djuga dengan batas² tertentu dari hari kerdja, seperti jang
sekarang terdapat dalam segala tjabang industri jang tunduk kepada
undang² pabrik, kenaikan upah bisa mendjadi perlu, sekalipun hanja untuk
memelihara standar nilai kerdja jang lama. Dengan meninggikan intensitet kerdja,
seseorang bisa disuruh mengeluarkan tenaga vital dalam satu djam
sebanjak dalam dua djam dahulu. Sampai batas tertentu, ini telah
dilakukan dalam tjabang² industri, jang ditempatkan dibawah Undang²
Pabrik, dengan mempertjepat mesin², dan dengan semakin besarnja djumlah
mesin² jang berdjalan jang kini harus diawasi oleh seseorang. Djika
penambahan intensitet kerdja atau massa kerdja jang dikeluarkan dalam
sedjam masih berada dalam perbandingan jang agak baik dengan pengurangan
pandjangnja hari kerdja, buruh masih akan merupakan pemenang. Djika
batas ini dilampaui, ia kehilangan dalam satu bentuk apa jang telah ia
tjapai dalam bentuk lain, dan sepuluh djam kerdja bisa djadinja sama
merusaknja seperti duabelas djam sebelumnja. Dalam mentjegah
ketjenderungan kapital ini, dengan berdjuang untuk kenaikan upah jang
bersesuaian dengan kenaikan intensitet kerdja, buruh hanja melawan
pemerosotan kerdjanja dan pemerosotan rasnja.
4. Saudara sekalian tahu bahwa, karena sebab² jang
sekarang tidak perlu saja terangkan, produksi kapitalis bergerak melalui
cyclus periodik tertentu. Ia bergerak melalui keadaan tenang,
bertambahnja kegesitan, kemakmuran, perdagangan berlebihan, krisis, dan
kemandekan. Harga² pasar dari barangdagangan, dan tingkat laba di pasar,
mengikuti fase² ini, kini merosot dibawah tingkat rata², nanti naik
diatasnja. Dengan memperhatikan seluruh cyclus, saudara akan mendapatkan
bahwa suatu penjimpangan dari harga pasar dikompensasikan oleh jang
lain, dan bahwa, dengan mengambil rata² dari cyclus, harga² pasar dari
barangdagangan adalah ditentukan oleh nilainja. Baik! Selama fase
kemerosotan harga² pasar dan fase² krisis dan kemandekan, buruh, djika
tidak terlempar samasekali dari pekerdjaan, akan pasti mengalami
penurunan upah. Supaja djangan tertipu, ia harus, biarpun dengan adanja
kedjatuhan harga² pasar itu, memperdebatkan dengan kapitalis dalam
deradjat perbandingan jang bagaimana penurunan upah mendjadi perlu.
Djika, selama fase kemakmuran, sewaktu laba berlebihan diperoleh, ia
tidak memperdjuangkan kenaikan upah, ia, dengan mengambil rata² dari
satu cyclus industri, malahan tidak akan menerima upah rata², atau nilai kerdjanja.
Adalah puntjak ketololan untuk menuntut, bahwa sedang upahnja mestilah
terkena oleh fase² djelek dari cyclus, ia harus mengasingkan diri
daripada kompensasi selama fase² makmur dari cyclus itu. Pada umumnja, nilai²
dari segala barangdagangan hanja direalisasi dengan kompensasi dari
harga² pasar jang terusmenerus berubah, jang timbul dari naik turun
terusmenerus dari permintaan dan penawaran. Atas dasar sistim jang
sekarang, kerdja hanja merupakan suatu barangdagangan seperti lainnja.
Makaitu ia harus melalui naik-turun jang sama untuk mendapatkan harga
rata² jang bersesuaian dengan nilainja. Adalah gila memperlakukannja
sebagai barangdagangan disatu pihak, dan dilain pihak menghendaki supaya
ia dibebaskan dari hukum² jang mengatur harga barangdagangan. Budak
menerima djumlah perbekalan hidup setjara permanen dan tertentu; tidak
demikianlah halnja dengan buruh-upahan. Ia harus berusaha mendapatkan
kenaikan upah dalam hal jang satu, kalaupun hanja untuk mendapat
kompensasi untuk djatuhnja upah dalam hal jang lain. Djika ia bersabar
untuk menerima kemauan, perintah² sikapitalis sebagai hukum ekonomi jang
permanen, ia akan mengambil bagian dalam segala kesengsaraan dari
budak, tanpa keamanan dari budak.
5. Dalam semua peristiwa jang telah saja tindjau, dan ini
perupakan sembilanpuluh sembilan daripada seratus, saudara² telah
melihat, bahwa perdjuangan untuk kenaikan upah hanja mengikuti djedjak
dari perubahan² terdahulu, dan merupakan buah semestinja dari
perubahan² terdahulu dalam djumlah produksi, daja produktif dari kerdja,
nilai kerdja, nilai uang, banjaknja atau intensitet kerdja jang
diperas, naik-turun harga² pasar, jang tergantung pada naik-turun
permintaan dan penawaran, dan sesuai dengan berbagai fase dari cyclus
industri, ringkasnja, sebagai reaksi dari kerdja terhadap tindakan
sebelumnja dari kapital. Dengan memperlakukan perdjuangan untuk kenaikan
upah terlepas dari segala keadaan ini, dengan hanja memandang kepada
perubahan upah, dan tidak melihat segala perubahan lainnja darimana ia
timbul, saudara bertolak dari dalil jang salah untuk mentjapai
kesimpulan² jang salah.
XIV Perdjuangan Antara Kapital Dengan Kerdja dan Hasil-hasilnja
1. Sesudah menundjukkan bahwa perlawanan periodik dipihak
kaum buruh menentang penurunan upah, dan usaha² mereka setjara periodik
untuk mendapatkan kenaikan upah, adalah tiada terpisahkan dari sistim
upah, dan ditetapkan oleh kenjataan disamakannja kerdja dengan
barangdagangan, dan karenanja tunduk kepada hukum² jang mengatur gerakan
umum dari harga²; sesudah, selandjutnja, menundjukkan, bahwa kenaikan
umum dari laba, akan tetapi tidak mempengaruhi harga rata² dari
barangdagangan, atau nilai²nja, maka soal jang kini pada achirnja timbul
adalah, betapa djauh, dalam perdjuangan jang tiada henti-hentinja ini
antara kapital dengan kerdja, jang belakangan ini mempunyai kemungkinan
untuk berhasil.
Saja bisa mendjawab dengan suatu generalisasi, dan mengatakan bahwa,
seperti halnja dengan segala barangdagangan lainnja, begitu djuga dengan
kerdja, harga pasarnja, lama-kelamaan, akan menjesuaikan diri dengan nilainja;
bahwa, karenanja, kendati segala gerak naik-turun, dan apapun jang
diperbuatnja, buruh setjara rata² hanja akan menerima nilai dari
kerdjanja, jang terwudjud dalam nilai tenaga bekerdjanja, jang
ditentukan oleh nilai bahan² kebutuhan jang diperlukan untuk
pemeliharaan dirinja dan untuk reproduksi dirinja, nilai bahan²
kebutuhan mana pada achirnja ditentukan oleh kwantitet kerdja jang
dibutuhkan untuk memproduksinja.
Akan tetapi ada beberapa tjiri chusus jang memperbedakan nilai tenaga bekerdja, atau nilai kerdja,
dengan nilai segala barangdagangan lainnja. Nilai tenaga bekerdja
dibentuk oleh dua unsur--jang satu hanja djasmaniah, jang lain historis
atau sosial. Batasnja terachir ditentukan oleh unsur djasmaniah,
artinja, untuk memelihara dan me-reproduksi diri, untuk melangsungkan
kehidupan djasmaniahnja, klas buruh harus menerima bahan² kebutuhan jang
tidak boleh tidak diperlukan untuk hidup dan berkembangbiak. Nilai bahan² kebutuhan itu, karenanja, merupakan batas terachir dari nilai kerdja.
Dilain pihak, lamanja hari kerdja djuga dibatasi oleh batas² terachir,
kendatipun jang sangat elastis. Batasnja jang terchir ditentukan oleh
kekuatan djasmaniah dari buruh. Djika penghabisan kekuatan² vitalnja
se-hari² melampaui ukuran tertentu, ia tidak dapat dikerahkan lagi, hari
demi hari. Tetapi, seperti telah saja katakan, batas ini adalah sangat
elastis. Susul-menjusul jang tjepat daripada angkatan² jang tidak sehat
dan berumur pendek akan memenuhi kebutuhan pasar kerdja sama baiknja
seperti serangkaian angkatan jang kuat dan berumur pandjang.
Ketjuali unsur djasmaniah se-mata² ini, nilai kerdja di-tiap² negeri ditentukan oleh tingkat hidup tradisionil.
Ini bukan hanja kehidupan djasmaniah, akan tetapi adalah pemuasan dari
kebutuhan² tertentu jang timbul dari keadaan masjarakat dalam mana
manusia ditempatkan dan dibesarkan. Tingkat hidup Inggris bisa
dikembalikan kepada tingkat hidup Irlandia; tingkat hidup petani Djerman
kepada tingkat petani Livonia. Bagian penting jang dimainkan dalam hal
ini oleh tradisi historis dan kebiasaan kemasjarakatan, dapat saudara
peladjari dari karja Tn. Thornton tentang Penduduk-lebih, dimana
ia menundjukkan bahwa upah rata² diberbagai daerah pertanian Inggris
masa kini masih berbeda sedikit banjaknja sesuai dengan keadaan jang
sedikit banjaknja menguntungkan dalam mana daerah² tersebut muntjul dari
keadaan perhambaan.
Unsur historis atau sosial ini, jang masuk kedalam nilai kerdja, bisa
diperluas, atau disusutkan, atau ditiadakan samasekali, sehingga tidak
ada lagi jang tinggal ketjuali batas djasmaniah. Selama masa
perang anti-Jakobin, jang dilangsungkan, seperti jang lazimnja dikatakan
situa George Rose, itu tukang makan padjak dan tukang luntang-lantung
jang tak dapat diperbaiki lagi, untuk menjelamatkan keenakan² agama kita
jang sutji daripada serbuan orang² Perantjis jang tak beriman, maka
petani Inggris jang djudjur, jang diperlakukan dengan begitu lembut
dalam suatu bab kita jang terdahulu, menekan upah buruh pertanian
malahan sampai dibawah minimum djasmaniah se-mata² itu, akan
tetapi megembalikan melalui Undang² Miskin selebihnja jang diperlukan
untuk kelangsungan djasmaniah dari rasnja. Ini adalah djalan jang agung
untuk mengubah buruh-upahan mendjadi budak, dan tokoh pemilik tanah jang
angkuh dari Shakespeare mendjadi fakir miskin.
Dengan membandingkan tingkat upah atau nilai kerdja diberbagai negeri
dan dengan membandingkannja pada berbagai zaman sedjarah dalam negeri
jang sama, saudara akan mendapatkan bahwa nilai kerdja itu
sendiri bukanlah suatu besaran jang tetap, akan tetapi jang variabel,
sekalipun dengan memisalkan nilai² segala barangdagangan lainnja sebagai
jang tetap tinggal konstan.
Perbandingan jang sama akan membuktikan, bahwa bukan sadja tingkat pasar dari laba berubah, akan tetapi tingkat rata²nja.
Akan tetapi mengenai soal laba, tidaklah ada hukum jang menetapkan minimumnja.
Kita tidak dapat mengatakan apa batas terachir dari pengurangannja. Dan
mengapa kita tidak dapat menetapkan batas itu? Oleh sebab, meskipun
kita dapat menetapkan minimum dari upah, kita tidak dapat menetapkan maksimumnja. Kita hanja dapat mengatakan bahwa, bila ada suatu penentuan dari batas² hari kerdja, maksimum laba bersesuaian dengan minimum djasmaniah dari upah; dan bahwa bila ada suatu penentuan dari upah, maksimum laba bersesuaian
dengan perpandjangan hari kerdja dalam suatu ukuran jang dapat
dipersesuaikan dengan kekuatan² djasmaniah dari buruh. Maka, maksimum
laba, dibatasi oleh minimum djasmaniah dari upah dan maksimum djasmaniah
dari hari kerdja. Adalah njata, bahwa antara kedua batas dari tingkat laba maksimum variasi
dalam djumlah jang sangat besar adalah mungkin. Penentuan tingkat
sesungguhnja hanja diselesaikan oleh perdjuangan jang terus-menerus
antara kapital dengan kerdja, dimana sikapitalis senantiasa tjenderung
kepada penurunan upah sampai kepada minimum djasmaniah, dan
memperpandjang hari kerdja sampai kepada maksimum djasmaniah, sedang
buruh senantiasa mendesak kearah jang bertentangan.
Masalah ini djadinja adalah soal kekuatan masing² dari pihak-pihak jang berlawanan itu.
2. Mengenai soal pembatasan hari kerdja di Inggris, seperti halnja disemua negeri lainnja, ini tidak pernah diselesaikan ketjuali dengan tjampurtangan perundang-undangan.
Tanpa tekanan terus-menerus kaum buruh dari luar tjampurtangan itu
tidak akan pernah berlangsung. Akan tetapi biar bagaimanapun, hasil
tidak akan tertjapai dengan penjelesaian sendiri² antara buruh dengan
kapitalis. Djustru kebutuhan akan adanja aksi politik umum ini memberi bukti, bahwa dalam aksinja ekonomi se-mata² kapital adalah pihak jang lebih kuat.
Mengenai batas² dari nilai kerdja, penjelesaian
sesungguhnja selalu tergantung pada penawaran dan permintaan, saja
maksud permintaan akan kerdja dari pihak kapital, dan penawaran kerdja
oleh buruh. Di-negeri² kolonial hukum penawaran dan permintaan
menguntungkan buruh. Makaitu terdapat tngkat upah jang relatif tinggi di
Amerika Serikat. Kapital bisa disana berusaha sekeras-kerasnja. Ia
tidak dapat menghindarkan pasar kerdja daripada pengosongan
terus-menerus oleh perusahaan terus-menerus dari buruh-upahan mendjadi
petani jang merdeka dan berdiri sendiri. Kedudukan buruh-upahan untuk
bagian jang sangat besar dari orang Amerika hanja merupakan masa
pertjobaan, jang pasti mereka tinggalkan dalam djangka-waktu jang lebih
lama atau lebih pendek.
Untuk memperbaiki keadaan kolonial ini, Pemerintah Inggris, sebagai
bapak, menerima untuk beberapa waktu apa jang dinamakan teori kolonisasi
modern, jang terdiri atas penetapan harga tinggi buatan atas tanah
koloni, untuk menghindarkan pengubahan jang terlalu tjepat dari
buruh-upahan mendjadi petani merdeka.
Akan tetapi sekarang marilah kita perhatikan negeri² beradab tua,
dimana kapital menguasai seluruh proses produksi. Ambillah, misalnja,
kenaikan upah pertanian di Inggris dari tahun 1849 sampai tahun 1859.
Apa akibatnja? Kaum petani tidak dapat, seperti teman kita Weston
mungkin akan menasehatkan kepada mereka, menaikkan nilai gandum, malahan
djuga tidak harga² pasarnja. Sebaliknja, mereka harus mengalah kepada
penurunannja. Akan tetapi selama sebelas tahun ini mereka memasukkan
mesin² dari segala djenis, menggunakan tjara-tjara jang lebih ilmiah,
mengubah sebagian dari tanah garapan mendjadi padang rumput, menambah
besarnja perusahaan pertanian, dan beserta ini ukuran dari produksi, dan
dengan proses ini dan jang lain mengurangi permintaan akan kerdja
dengan memperbesar daja produktifnja, membuat penduduk agraria kembali
berlebihan setjara relatif. Ini adalah tjara umum dengan mana
berlangsung, dengan lebih tjepat atau lebih lambat, reaksi kapital
terhadap kenaikan upah di-negeri² jang tua, dan menetap. Ricardo dengan
tepat menjatakan, bahwa mesin² senantiasa bersaing dengan kerdja, dan
kadang-kadang hanja dapat mulai dipergunakan bilamana harga kerdja telah
mentjapai suatu puntjak tertentu, akan tetapi pemakaian mesin² hanja
merupakan salah satu tindakan daripada banjak tjara untuk menambah daja
produktif dari kerdja. Perkembangan jang sama ini djuga, jang membuat
kerdja biasa berlebihan setjara relatif, menjederhanakan dilain pihak
kerdja terlatih, dan dengan demikian menjusutkan harganja.
Hukum jang sama terdapat dalam bentuk jang lain. Dengan perkembangan
daja produktif dari kerdja akumulasi kapital akan dipertjepat, malahan
sekalipun ada tingkat upah jang relatif tinggi. Dari sini, orang bisa
menarik kesimpulan, seperti Adam Smith, jang pada zamannja industri
modern masih berada dalam masa kanak²nja, memang menjimpulkan, bahwa
pertjepatan akumulasi kapital mesti mengubah imbangan untuk keuntungan
buruh, dengan menimbulkan pertambahan permintaan akan kerdja. Dari pokok
pendirian jang sama ini banjak penulis, jang hidup dalam waktu jang
sama, merasa heran bahwa, mengingat pertumbuhan kapital Inggris selama
duapuluh tahun belakangan ini jang begitu djauh lebih tjepat daripada
pertumbuhan penduduk Inggris, upah tidak mendjadi lebih dipertinggi.
Akan tetapi bersamaan dengan kemadjuan akumulasi suatu perubahan progresif berlangsung dalam komposisi kapital.
Bagian dari keseluruhan kapital jang terdiri dari kapital-tetap,
mesin², bahan² mentah, alat-alat produksi dalam segala matjam bentuk,
bertambah setjara progresif djika dibandingkan dengan bagian lain dari
kapital, jang diperuntukkan untuk upah atau untuk pembelian kerdja.
Hukum ini telah dikemukakan dengan tjara jang agak tepat oleh Tuan
Barton, Ricardo, Sismondi, Profesor Richard Jones, Profesor Ramsay,
Vherbuliez, dan lain-lainnja.
Djika perbandingan dari kedua unsur kapital ini mulanja adalah satu
lawan satu, ia akan mendjadi lima lawan satu, dan seterusnja, dalam
kemadjuan industri. Djika dari keseluruhan kapital sebanjak 600, 300
adalah diperuntukkan untuk perkakas², bahan² mentah, dan sebagainja, dan
300 untuk upah, keseluruhan kapital hanja perlu dilipat-duakan untuk
mentjiptakan permintaan akan 600 orang pekerdja sebagai ganti dari 300.
Akan tetapi djika dari suatu kapital sebanjak 600, 500 adalah
diperuntukkan untuk mesin², bahan-bahan, dan sebagainja, dan hanja 100
untuk upah, kapital jang sama harus bertambah dari 600 mendjadi 3.600
untuk mentjiptakan permintaan akan 600 orang pekerdja sebagai ganti dari
300. Maka dalam kemadjuan industri permintaan akan kerdja tidak
sedjadjar dengan akumulasi kapital. Ia akan masih bertambah, akan tetapi
bertambah dalam perbandingan jang senantiasa berkurang djika
dibandingkan dengan pertambahan kapital.
Beberapa tjatatan ini tjukup untuk menundjukkan, bahwa perkembangan
ini sendiri dari industri modern mestilah mengubah neratja setjara
progresif untuk keuntungan kapitalis melawan buruh, dan bahwa sebagai
akibatnja ketjenderungan umum dari produksi kapitalis bukanlah untuk
menaikkan, akan tetapi untuk mendjatuhkan tingkat rata² dari upah, atau
untuk mendesak nilai kerdja sedikit banjaknja kepada batas minimumnja. Dengan adanja ketjenderungan hal²
seperti itu dalam sistim ini, apakah ini berarti bahwa klas buruh
seharusnja melepaskan perlawanannja terhadap pelanggaran² dari kapital,
dan meniadakan usaha² mereka untuk mempergunakan se-baik²nja kesempatan²
sewaktu-waktu untuk perbaikan sementara bagi mereka? Djika mereka
berbuat demikian, mereka akan merosot mendjadi satu massa tubuh² rosokan
jang rata jang tak dapat diselamatkan lagi. Saja kira, bahwa saja telah
menundjukkan, bahwa perdjuangan mereka untuk tingkat upah adalah
kedjadian jang tak terpisahkan daripada seluruh sistim upah, bahwa dalam
99 hal dari 100, usaha² mereka untuk kenaikan upah, hanja merupakan
usaha² untuk mempertahankan nilai kerdja tertentu, dan bahwa keharusan
memperdebatkan harganja dengan kapitalis adalah terkandung dalam keadaan
mereka jang seharusnja mendjual diri karena terpaksa, sebagai
barangdagangan. Dengan setjara pengetjut menjerah dalam bentrokan mereka
se-hari² melawan kapital, mereka pastilah akan membikin diri mereka
tidak tjakap untuk memulai gerakan apapun jang lebih besar.
Bersamaan dengan itu, dan samasekali terlepas dari perhambaan umum
jang terpaut dalam sistim upah, klas buruh seharusnja djangan
membesar-besarkan bagi diri mereka kesudahan dari perdjuangan se-hari²
ini. Mereka seharusnja djangan melupakan, bahwa mereka adalah berdjuang
melawan akibat, akan tetapi tidak melawan sebab dari akibat itu; bahwa
mereka memperlambat gerakan menurun, akan tetapi tidak mengubah arahnja;
bahwa mereka menggunakan obat untuk meringankan penjakit, dan bukan
untuk menjembuhkan penjakit. Maka mereka seharusnja djangan se-mata²
tenggelam dalam perlawanan² gerilja jang tak terhindarkan ini, jang
tiada putus-putusnja timbul dari pelanggaran² jang tiada henti-hentinja
dari kapital atau perubahan² dari pasar. Mereka seharusnja memahami
bahwa, dengan segala kesengsaraan jang ditimpakannja kepada mereka,
sistim jang sekarang, bersamaan waktu, melahirkan sjarat² materiil dan bentuk² sosial jang diperlukan untuk pembangunan kembali ekonomi masjarakat. Sebagai ganti dari sembojan kolot, "Upah harian jang lajak untuk kerdja harian jang lajak!" mereka seharusnja melukiskan sembojan revolusioner, "Penghapusan sistim upah!" pada pandji mereka.
Sesudah uraian jang sangat pandjang dan, saja chawatir, mendjemukan
ini jang terpaksa saja lakukan untuk memberi penghargaan sekedarnja
kepada pokok pembitjaraan, saja akan menjudahi uraian saja ini dengan
mengusulkan resolusi² sebagai berikut:
Pertama. Kenaikan umum dalam tingkat upah akan berakibat penurunan
dari tingkat umum dari laba, akan tetapi, berbitjara setjara luas, tidak
mempengaruhi harga² barangdagangan.
Kedua. Ketjenderungan umum dari produksi kapitalis bukanlah untuk menaikkan, tetapi untuk mendjatuhkan tingkat rata² dari upah.
Ketiga. Serikatburuh² bekerdja baik sebagai pusat-pusat perlawanan
terhadap pelanggaran² dari kapital. Mereka gagal sebagian karena
penggunaan jang tak bidjaksana dari tenaga mereka. Mereka gagal pada
umumnja karena pembatasan diri mereka pada perang gerilja melawan
akibat² dari sistim jang ada, dan bukan, bersamaan dengan itu, berusaha
untuk mengubahnja, dan menggunakan kekuatan-kekuatan mereka jang
terorganisasi sebagai pengungkit guna emansipasi terachir dari klas
buruh, jaitu, penghapusan terachir daripada sistim upah.
Catatan
1) John Weston, seorang buruh Inggris,
mempertahankan dalil-dalam Dewan Umum Perhimpunan Kaum Buruh
Internasional-bahwa upah² jang lebih tinggi tidak akan dapat memperbaiki
keadaan kaum buruh dan bahwa serikatburuh² haruslah dianggap mempunyai
pengaruh jang merusak.-Red.
2) Mata-uang Inggris jalah: pound sterling (£), shilling (s) dan pence (d) £1 = 20 s dan 1s = 12d-Red. JP.
3) Dalam bahsa Inggris terdapat permainan kata: spoon = sendok; spoony = pandir, tolol-Red. JP.
4) Undang² Maksimum: Diberlakukan dalam tahun
1793, sewaktu revolusi burdjuis Perantjis, oleh Konvensi Jakobin.
Didalamnja ditetapkan batas² harga tertentu untuk barangdagangan dan
upah maksimum.-Red.
5) Suatu kesilapan dipihak Marx. Ia maksudkan ahli-ekonomi Inggris Newmarch-Red.
6) 1 quarter = 2,908 H.L.-Red J.P.
7) 1 bushel = 36.368 liter-Red. JP.
8) Adam Smith, The Wealth of Nations, Djilid I, Bab VII, hlm. 57, New York 1931-Red.
9) "Labouring Power"-dalam terdjemahan Kapital
dalam bahasa Inggris jang diakui sah, dipergunakan perkataan "Labour
Power" (tenagakerdja), -Red. J.P.
10) Lihat Kapital, D. I, Bab XXXIII, hlm. 765, tjatatan 1):
"Kita disini membitjarakan Koloni² sebenarnja, tanah²
jang belum didjamah, jang dikolonisasi oleh pendatang² jang bebas.
Amerika Serikat, setjara ekonomi, masih sadja merupakan suatu Koloni
dari Eropa. Tambahan pula, kedalam golongan ini termasuk djuga sebangsa
perkebunan² tua dimana penghapusan perbudakan telah mengubah samasekali
keadaan sebelumnja." Semendjak tanah di-negeri² kolonial dimana-mana
telah diubah dengan kekerasan mendjadi milik perseorangan, buruh-upahan
disana telah dirampas kemungkinan untuk mendjadi produsen²> jang
berdiri sendiri. -Red.